Dengan terpaksa Hana mendekat dan menatap lekat wajah Sandra. "Baiklah, aku akan membuat kebaya untukmu," jawab Hana. Sandra dan Donna tersenyum penuh kemenangan. "Bagus! Kerjakan dengan baik, Han! Aku permisi sebentar, San," ucap Donna. "Kamu ingin kebaya seperti apa?" tanya Hana. "Kebaya yang membuat aku menjadi wanita paling cantik di hari istimewa itu. Kamu harus memastikan bahwa suamiku akan terpesona dan tidak akan berpaling dariku," jawab Sandra dengan percaya diri. "Aku akan mengirimkan beberapa desain padamu. Nanti kamu pilih saja, yang mana yang kamu suka. Tapi apa maksud dan tujuanmu? Mengapa kamu melakukan ini?" "Apa maksudmu?" tanya Sandra pura-pura tidak mengerti. Hana menghela nafas panjang, lalu menjawab, " Kamu bisa menjahit kebaya atau gaun pengantin di tempat lain. Tapi mengapa harus aku yang menjahit kebayamu?" tanya Hana. Sandra tersenyum mengejek, dan mengubah posisi duduknya."Aku memang ingin kamu yang membuatnya. Aku sudah menyelidiki kamu dan anak-an
Siang itu sepulang sekolah, Riana ingin langsung menuju ke ruko tempat ibu bekerja. Riana tahu, pasti sangat sulit dan berat untuk menjahit gaun pengantin pesanan Tante Sandra itu. "Mas, antar aku ke ruko saja, ya," kata Riana pada Mario yang sedang mengemudi sepeda motornya. "Aku pulang dulu, ya. Nanti sore setelah ibu selesai bekerja, aku akan menjemput kalian," ujar Mario. "Iya, Mas. Aku mau menemani ibu. Aku tidak ingin ibu merasa sedih saat menjahit pakaian wanita itu. Aku tahu kalau ibu tegar dan kuat, tapi aku tetap merasa cemas," kata Riana. Mario terdiam sejenak, seperti sedang berpikir sebelum ia menjawab, "Sebenernya aku juga tidak tenang, aku takut wanita itu mengganggu ibu lagi. Jadi memang lebih baik kamu di sana menemani ibu. Jika wanita itu datang lagi, langsung hubungi aku," kata Mario. Riana turun di depan butik, lalu masuk ke dalam. Ibu terkejut, tetapi senyum ceria tersungging di wajahnya. Tepat seperti dugaan Riana, di hadapan ibu terbentang kain kebaya yang
Hati Riana dan Mario kini lebih kuat dan tegar dari sebelumnya. Setelah malam itu mereka berjumpa dengan sang ayah, mereka memilih melanjutkan hidup. Ibu terus mengarahkan putra dan putrinya untuk tidak terus tenggelam dalam suka dan kebencian. Ibu Mario yang seharusnya paling tersakiti saja sudah bangkit dan bisa melanjutkan hidupnya. Dalam dua hari, Hana menyelesaikan kebaya itu dan menyerahkan pada karyawannya.Seperti biasa, hasil jahitan Hana selalu membuat orang kagum dan terpukau. Hana meminta karyawannya menghubungi Sandra, untuk segera mengambil kebaya itu. Ibu enggan menghubungi atau berjumpa dengan wanita yang telah merebut posisinya itu. "Bu Hana, Bu Sandra ingin bertemu," kata seorang karyawan siang itu. Hana yang sedang menjahit menghentikan sejenak aktivitasnya dan mengangkat wajahnya. "Ada perlu apa? Dia datang untuk mengambil kebaya itu, kan?" tanya Hana pada karyawan bertubuh mungil itu. Karyawan itu menggelengkan kepala dan mengangkat bahunya, lalu menjawab, "I
"Apa?! Kamu serius?" seru David sambil berdiri, membuat pengunjung di sekitar mereka menoleh. "Sst.. Malu dilihat orang, Mas," ucap Riana sambil meletakkan jari telunjuk di bibir merah alaminya. David kembali duduk di kursinya, tapi binar bahagia di matanya enggan pergi. "Ria, kamu serius, kan? Gak bercanda, kan?" ujar David lagi. Riana tersenyum dan menganggukkan kepalanya. "Yeay.. Akhirnya kamu menerimaku! Terimakasih, Ria," kata David dengan suara lebih keras.Jika tidak ingat kalau mereka ada di tempat umum dan ramai, sepertinya David bisa bersorak dan melompat-lompat. "Mas, tapi aku mempunyai satu permintaan," ujar Riana. David mendekatkan kursinya ke sisi Riana, dan bertanya, "Apa itu, Ria? Aku pasti akan berusaha mengabulkan permintaannu itu,""Mas, cukup lama aku mempertimbangkan keputusanku ini. Kamu tahu, kan? Kalau aku sempat ragu, karena ayah mengecewakan aku, Mas Rio, dan ibu? Aku takut akan mengalami hal yang sama. Tapi aku sudah lama mengenal Mas David. Aku berhar
"Tapi kenapa, Rio? Walaupun dengan berat hati, pada akhirnya semua teman mendukung keputusanku. Karena mereka tahu bahwa ini demi kebaikan dan masa depanku. Harusnya kamu juga sebagai sahabatku akan mendukung pilihan dan keputusanku ini," ujar Cindy. "Karena.. Aku suka dan sayang kamu, Cin," kata Mario. Cindy terkejut dan jantungnya seakan berhenti berdetak untuk beberapa detik lamanya. Cindy hampir tidak mempercayai pendengarannya sendiri, karena akhirnya Mario menyatakan cinta padanya. Sejujurnya telah lama Cindy menunggu saat-saat seperti ini. Namun mengapa Mario justru baru mengatakannya di saat mereka harus berpisah. Cindy meringis menahan nyeri di hatinya. Ia menatap Mario, sorot mata pria itu seakan mampu membuatnya membeku. "Maafkan aku, Rio," bisik Cindy dengan suara nyaris tak terdengar. Mario berdiri di tempatnya dengan kaku, lalu berkata, "Kalau kamu mencintai aku, seharusnya kamu menuruti permintaanku dan tidak akan pergi dari sini," Cindy menundukkan kepala dan men
"Undangan pernikahan siapa, Ma?" tanya David sambil mengunyah potongan tempe goreng yang sudah masuk ke dalam mulutnya. "Tante Sandra. Dia akan menikah lusa," jawab Mama David. "Uhuk.." David tersedak karena terkejut mendengar jawaban dari mamanya. Mama David langsung menyodorkan gelas berisi air minum untuknya. "Hati-hati makannya! Koq bisa tersedak seperti anak kecil begitu?" kata mama. David mengambil undangan yang terletak di meja, ia baru melihat sekilas amplop undangan berwarna hijau muda itu. Ada inisial H dan S yang terukir dengan warna emas. David membukanya dan melihat dengan jelas nama ayah dari kekasihnya itu. "Jadi benar Tante Sandra akan menikah dengan pria itu?" tanya David masih tak percaya. "Iya, memangnya kenapa?" "Ma, calon suami Tante Sandra itu ayahnya Mario," ucap David. Mama David menatap anaknya yang gelisah dan terlihat kesal. "Mungkin Ayah dan Ibu Mario sudah bercerai sebelumnya, Nak. Sudahlah, kita harus mendukung tantemu. Kasihan dia sedang sakit
Ibu buru-buru mengambil ponsel dari dalam tasnya. Notifikasi pesan masuk terdengar berulang kali. Ibu membuka pesan itu dan duduk di sofa. Ekspresi wajahnya berubah sendu di tengah gurat keriput yang kian kentara. "Dari siapa, Bu?" tanya Riana yang muncul dari dapur sambil menggigit sepotong semangka. Beberapa saat Ibu Riana diam, matanya tertuju pada layar benda pipih di tangannya itu. Ibu menghela nafas panjang, lalu menatap Riana. "Bukan hal yang penting," jawabnya singkat dan langsung menutup kembali layar ponsel dan menggenggamnya erat. Riana melihat ekspresi ibunya yang seakan ingin merahasiakan pesan itu darinya. "Lihat, Bu!" kata Riana sambil merebut ponsel itu dari tangan ibu.Ibu sempat ingin menahannya, tapi akhirnya pasrah membiarkan Riana melihat pesan itu. Riana segera membuka layar ponsel itu dengan kode yang telah ia ketahui. Setelah itu, Riana membuka aplikasi hijau dan mencari pesan teratas. Mata Riana terbelalak melihat sebuah nomor asing mengirimkan pesan dan
David tertegun menatap layar gawainya. Wajah sang gadis pujaan ditatapnya lekat dalam keheningan malam itu. Ditemani segelas kopi, David hanya bisa terpaku di teras di malam minggu nan kelabu. Hembusan nafas berat dan rasa kecewa masih menggelayuti hatinya. Sejak Riana melihat foto itu, sikapnya benar-benar berubah. David sudah mencoba berbagai cara untuk meminta maaf, membujuk, dan melunakkan hati Riana, tetapi semuanya belum membuahkan hasil. Riana menjauh begitu saja, bahkan tidak mau menatap wajah David. Bukan hanya Riana saja, sikap Mario juga tidak seperti biasanya. "Semua gara-gara Tante Sandra!" keluh David. "Tumben anak Mama di rumah saja malam ini?" tanya Mama David yang tiba-tiba sudah duduk di sampingnya. "Mau kemana lagi, Ma?" ujar David lemas. "Rasanya kemarin kamu sangat bersemangat, seperti orang yang sedang jatuh cinta. Bagaimana hubunganmu dengan pacarmu?" tanya Mama David. David mendengus kesal, lalu berkata, "Kami sudah putus, Ma," "Putus? Cepat sekali? Ada