Riana melihat ibunya menahan tangis di sepanjang jalan yang mereka lalui. Riana memejamkan mata, bibirnya terasa kelu, tak mampu mengucap sepatah katapun. Mereka tiba di rumah, Riana membantu ibu turun dari mobil dan menuntunnya ke kamar. Sementara Mario langsung mengembalikan mobil itu ke rumah Om Dedy. "Ibu istirahat, ya. Aku mau memasak makan malam untuk kita," kata Riana. "Nanti saja, Nak. Duduklah dahulu di sini! Temani Ibu sebentar saja," ucap wanita yang sangat dicintai oleh Riana itu. Riana mengurungkan niatnya untuk meninggalkan ibunya, ia duduk di tepi tempat tidur. "Ibu pasti sangat sedih karena melihat ayah bersama dengan wanita itu," kata Riana. Ibu menghela nafas panjang, tak bisa dipungkiri hatinya berdenyut nyeri. "Sudahlah, Nak. Biar ayahmu menjalani pilihan hatinya," jawab ibu. "Apa Ibu tahu siapa wanita itu?" Riana tak dapat lagi menanyakan pada ibunya tentang hal itu. "Ibu tidak mengenal dia, yang Ibu tahu, dia adalah cinta pertama ayahmu," "Jadi Ibu suda
Riana sedang sibuk mengerjakan beberapa pesanan buket bunga dan cokelat. Ruang tamu, sampai kamar Riana dipenuhi beberapa buket yang sudah jadi dan yang masih dalam proses pembuatan. Pita, kain, bunga-bunga, dan hiasan bertebaran di sana-sini. Beruntungnya, ibu sudah mulai bekerja di ruko milik sahabatnya. Jika tidak, pasti keadaan rumah ini akan semakin berantakan dengan mesin jahit dan barang-barang ibu. "Wah, berantakan sekali," kata Mario sambil keluar dari dapur membawa sepiring pisang goreng. Riana mengerucutkan bibirnya, memegang tengkuknya yang pegal dan menatap Mario. "Mas ini komentar saja, bantuin donk," kata Riana. "Mau aku bantu apa? Aku tidak bisa membuat buket seperti itu. Nanti aku salah, kamu malah marah," jawab Mario dengan santai. "Ih, bilang saja Mas tidak mau membantu," cerutu Riana. Mario tertawa melihat ekspresi wajah Riana yang lucu saat sedang marah. Ia lalu menyodorkan sepotong pisang goreng ke mulut Riana.Riana yang semula terlihat kesal langsung ter
"Ria, David menunggu jawabanmu," kata Mario. "Eh, kamu harusnya pergi dulu, Rio. Biarkan kami bicara berdua," ujar David sambil melirik ke arah Mario. "Enak saja, itu sih maumu berdua saja dengan adikku," ujar Mario. David meringis mendengar perkataan sahabatnya itu. Sementara Riana hanya diam menatap dua pria di hadapannya. "Mas David, terimakasih untuk semua kebaikan Mas selama ini. Tapi jujur, apa yang Mas katakan tadi membuat aku sangat kaget," ucap Riana dengan wajah polosnya. "Aku tahu, Ria. Maaf kalau ini terlalu mendadak dan mengejutkan kamu," kata David. "Mas, aku tidak bisa menjawab pertanyaanmu sekarang," ujar Riana. "Iya, aku siap menunggu dan memberi kamu waktu. Aku siap dengan apapun jawabanmu, setidaknya perasaanku sekarang cukup lega, karena aku sudah mengatakan semua padamu. Daripada aku hanya diam, memendam perasaanku, dan selalu merasa penasaran," jawab David sambil melirik Mario. "Apa sih? Kamu menyindir aku?" ujar Mario sambil melotot lucu. "Siapa yang me
Pagi itu, bel istirahat pertama sudah berbunyi. Mario memasukkan buku dan alat tulisnya ke dalam laci meja. Tak seperti biasanya, ia melihat David hanya termangu dan duduk di tempatnya. Mario berdiri dan menghampiri David yang duduk dua bangku di depannya. David memang lebih banyak diam dan terlihat sering memikirkan sesuatu. "Hei, tumben ga ke kantin?" tanya Mario. "Lagi malas saja, sudah sarapan juga tadi," jawab singkat David. "Lagi mikir apa sih? Aku perhatikan dari tadi kamu melamun terus," ujar Mario. "Ga ada masalah koq," jawabnya. "Pasti kamu masih memikirkan tentang jawaban Riana, iya kan?""Ah, kamu memang sahabat dan calon kakak iparku yang paling baik dan pengertian," ucap David sambil tersenyum. "Begitu saja galau. Kemarin katamu apapun jawaban dia kamu akan bisa terima, ga akan berubah sikap. Ini belum dijawab saja sudah seperti orang sakit gigi, galau, dan patah hati," ejek Mario. David menggaruk kepalanya yang tidak terasa gatal, ia menjawab Mario, "Bantu aku d
David mengakhiri panggilan telepon itu. Ia menatap Riana dan Mario yang spontan terdiam mendengar nama Sandra. "Vid, tantemu itu bernama Sandra?" tanya Mario. "Iya, aku tidak mengingat wajahnya, mungkin aku bertemu dengannya saat aku kecil. Tapi.. Nama Sandra itu banyak, kan? Aku yakin ini cuma kebetulan," jawab David. "Oh, iya. Mungkin cuma kebetulan, tidak mungkin tantemu itu wanita selingkuhan papaku," ujar Mario. "Sudahlah, jangan bahas itu! Kita kan mau senang-senang di sini. Lupakan sebentar masalah keluargamu, Rio," kata Cindy. Hari mulai gelap, dua pasang remaja itu harus segera kembali ke rumah. Saat berkumpul bersama orang yang dicintai dan sahabat tentunya membuat waktu terasa cepat berlalu. "Vid, kamu antar Cindy saja, ya. Aku pulang langsung sama Riana," kata Mario. "Yah, koq begitu?" ujar David dengan raut wajahnya kecewa. "Iya lah, rumah kalian kan searah. Aku dan Riana juga satu rumah. Jadi lebih efektif dan efisien buat kita semua. Kamu juga harus mengantar ma
Hari Minggu pagi itu, Riana menarik kembali selimutnya. Karena hari ini sekolah libur, ia ingin bangun lebih siang hari ini. Baru saja hampir terlelap kembali dalam mimpi, sebuah ketukan di pintu kamarnya terdengar. "Ria.. Kamu sudah bangun?" suara ibu terdengar dari balik pintu. Riana terpaksa membuka kembali matanya yang masih terasa berat. Malam tadi ia memang tidur agak larut. Namun kini ia tidak selalu mengalami kesulitan tidur karena memikirkan ayahnya. Saat belum mengantuk di malam hari, Riana biasanya mencari referensi desain buket di internet dan menyimpannya. Ia harus mengikuti perkembangan dan selalu berkreasi menghasilkan karya yang terbaik. Riana senang saat melihat pelanggannya merasa puas dengan hasil karyanya. Sebagai penjual, Riana bisa menerima contoh dari calon pembeli, atau memberi saran desain dari katalog yang ia sediakan. "Iya, Bu," jawab Riana. Ibu membuka pintu dan menggelengkan kepala melihat anak gadisnya masih ada di atas tempat tidurnya. "Ya ampun,
"Maaf, Bapak dan Ibu sekalian, kami bisa menyelesaikan masalah ini secara kekeluargaan," kata Hadi. Orang-orang di sekitar mereka mulai membubarkan diri satu demi satu. "Maaf, Mas. Tapi aku sudah tahu kalau mereka adalah mantan istri dan anakmu," bisik Sandra pada Hari. Hadi terdiam sejenak, ia sempat berbohong pada Sandra saat pertama kali mereka berjumpa dengan Hana, Riana, dan Mario. "Dari mana kamu tahu?" tanya Hadi. "Saat kita pertama kali bertemu di rumah sakit, aku melihat sorot matamu berbeda saat melihat mereka. Jadi aku menyelidikinya, maafkan aku, Mas," jawab Sandra. "Mengapa kamu tidak mengatakan kalau kamu sudah mengetahui bahwa aku sudah pernah menikah?" "Bagiku itu bukan masalah, Mas. Aku sadar bahwa aku sudah pergi cukup lama. Wajar jika kamu mencari penggantiku. Yang terpenting sekarang, kita bisa bersama kembali, Mas," ujar Sandra sambil menggenggam tangan Hadi. Riana mengalihkan pandangan matanya dengan malas, ia mengajak ibu pergi dari tempat itu. Baginya m
Hadi telah membulatkan hati untuk meresmikan hubungannya dengan Sandra. Peristiwa di pusat perbelanjaan juga membuatnya yakin untuk memutuskan hubungan dengan Hana dan anak-anaknya.Dengan cara yang halus, Sandra selalu berhasil menghasut Hadi dan membuatnya membenci Hana, Riana, dan Mario. "Mas, kenapa melamun? Apa yang sedang menyita pikiranmu?" tanya Sandra sambil mendorong kursi rodanya mendekati Hadi yang sedang termenung. "Ah, tidak ada apa-apa, San," jawab Hadi cepat. "Mas, aku ingin tahu perasaanmu saat ini padaku," kata Sandra. Hadi menggenggam tangan Sandra dan menatapnya serius, ia bertanya, "Apa maksudmu, Sayang? Mengapa kamu menanyakan itu padaku?""Aku belum bisa mengingat, sejauh apa hubungan kita dahulu. Dari cerita orang-orang di sekitar kita, juga foto yang masih tersimpan, aku yakin kita sangat dekat. Aku bisa memastikan perasaanku masih sama seperti dahulu padamu, Mas. Aku masih mencintai kamu, dan hanya kamu masa depan dan alasan aku hidup. Tapi kamu belum per