"Kau pasti sangat bahagia karena besok kau akan bebas, kan?" Dengan kasar Amar mencengkram lengan wanita yang masih berstatus istrinya itu dan menghempaskannya begitu saja di sudut tempat tidur yang tak pernah disentuh olehnya. Entah kemana perginya cinta itu.. setelah menikah semuanya menghilang. Keduanya bak menjadi orang asing yang tinggal satu atap terlebih sikap Amar yang sangat berubah drastis. Begitu dingin. Begitu kasar. Begitu kejam. Besok yang merupakan hari perpisahan mereka dan malam ini menjadi malam pertama sekaligus malam terakhir mereka sebagai suami istri.. Apakah ada sesuatu yang mampu mengetuk pintu hati Amar dan melanjutkan pernikahan mereka?
Lihat lebih banyak"Selamat pagi, Pak Amar. Saya ingin mengabarkan bahwasanya persidangan baru saja selesai. Anda sudah resmi bercerai. Selamat.."
Amar menerima telpon dari pengacara perceraiannya. Dia baru saja terbangun dari tidur. "Ya Tuhan.. sudah jam 10," Amar melirik jam yang ada di dinding kamarnya. Dia lalu menaruh ponselnya kembali ke atas nakas. "Persidangan? Bercerai?" Amar yang belum sadar secara penuh mencoba mengingat-ngingat semuanya. "Astagaa!! Hari ini adalah harinya!!" Hari ini adalah hari perceraian Amar dan Raina setelah menjalani biduk rumah tangga yang baru menginjak 6 bulan. Amar bertekad bulat untuk menceraikan Raina. Tak perlu mediasi. Cukup sidang satu kali saja dan tak ada pembagian harta gono gini. Raina tak berhak atas harta yang Amar miliki. Amar juga sudah mengutus pengacara perceraiannya untuk mengurus semuanya sehingga dia tidak perlu repot untuk hadir. Dia sudah muak dengan pernikahan ini!! Setelah ingatannya terkumpul sempurna, sontak Amar menoleh ke arah samping. Kosong. Sudah tak ada lagi wanita itu berbaring disana. Dia lalu menuju kamar mandi berharap wanita itu masih berada disana. Tapi, kosong. Amar lalu keluar menuju keluar kamarnya, menyelusuri ruang tamu, ruang keluarga dan berakhir di dapur tempat wanita itu biasanya menyepikan diri. Tapi raganya pun tak terlihat. Amar kembali mencoba mencari ke halaman belakang, mungkin saja wanita itu sedang menjemur pakaian. Tapi hanya ada mbok Darti, asisten rumah tangganya yang sedang disana. Dia lalu berlari ke halaman depan, berharap wanita itu sedang menyiram tanaman yang dirawatnya dengan sepenuh hati. Tapi, bunga-bunga tersebut tampaknya kering karena mulai dilumat sinar mentari. Amar terduduk di sofanya dengan lesu. Kemanapun dia berkeliling di rumah besarnya ini, wanita itu tak ditemukan. "Jadi, dia benar-benar sudah pergi..." ucap Amar lemah. Dia lalu mengacak-acak rambutnya dan berakhir mengusap wajah tampannya. Ingatannya kembali pada kejadian tadi malam... *** "Sepertinya kau sangat bahagia," ketus Amar mengejutkan Raina yang sedang mengelap gelas dan piring di meja makan. Padahal gelas dan piring itu sudah bersih. Tapi, Raina sangat suka mencuci dan mengelapnya kembali. Raina menatap suaminya itu dengan tatapan kosong. Enggan menjawab. "Aku sangat bahagia karena besok hari perceraian kita. Aku bisa bebas dari cengkramanmu!" Tak ada jawaban. Hening. Seperti biasa, Raina tak pernah menanggapi gerutuan Amar. Amar yang kesal dengan sikap Raina yang mengacuhkannya menjadi naik pitam. "Kau pasti juga merasa bahagia! Karena setelah ini kau akan kembali ke lelaki itu, kan?? Lelaki selingkuhanmu!!!" Geram Amar kepada Raina. Raina menaruh gelas yang baru dilapnya di atas meja dengan cukup keras lalu memandang Amar sekilas. Tapi, dia tak mau berdebat. Raina lebih memilih menyusun gelas yang sudah dibersihkannya itu di tatakan. Tak tahan dengan kesombongan Raina. Amar menarik tangan istrinya itu dengan kasar sampai gelas tersebut jatuh dari tangan Raina. Amar tak perduli gelas itu pecah atau tidak. Dia tetap menarik Raina dan menguncinya di dalam kamar. Kamar yang seharusnya menjadi kamar mereka tapi sayangnya Amar tak pernah mengizinkan Raina untuk masuk kedalamnya. Dengan kasar, Amar mendorong Raina sesampainya mereka di kamar itu. "Katakan padaku, Raina!! Apa kau senang sekarang??!!!!" Ucap Amar dingin. Dia kembali mengambil Raina yang hampir terdorong jatuh dan mencengkram lengannya dengan kasar. Raina menahan sakit karena cengkraman kuat dari Amar. Tapi dia tetap tak bersuara. "Kau pasti sangat bahagia karena besok kau akan bebas, kan??" Dinginnya suara Amar mengoyak-ngoyakkan hati Raina. Dengan kasar Amar mencengkram kembali lengan Raina dan menghempaskannya begitu saja ke sudut tempat tidur. Kepala Raina hampir saja terbentur dengan sudut tempat tidur yang lancip itu. "Wanita murahan!!!!" Hardik Amar. "Harusnya dari awal aku sudah menceraikanmu!! Ah tidak! Seharusnya kita memang tidak perlu menikah!! Kau telah menghancurkan hidupku, Rainaa!!!!" Air mata mulai jatuh dari pelupuk mata wanita malang itu. Dia lalu bangkit dan memandang suaminya. "Cukup, mas.. tolong jangan menghinaku lagi! Besok kita akan berpisah.. aku ingin berpisah dengan baik-baik..," lirih Raina. Amar terkekeh sinis. "Baik-baik?? Bagaimana kita bisa berpisah baik-baik sedangkan kau bukan wanita yang baik!!" Raina menatap sedih suaminya itu. "Katakan padaku, Raina?? Sudah berapa kali kau melayani lelaki itu? Sudah berapa kali kau menyerahkan tubuhmu pada lelaki itu??? Kau memang jalang!!" "Astaghfirullah..." Raina terpekik sedih. "Cukup, mas! Aku mohon jangan hina aku lagi!! Aku sudah tidak sanggup!" Pinta Raina. Amar menggeleng dengan tatapan dinginnya. "Kau memang sudah hina di mataku, Raina!!" "Terserah apa katamu, mas..," jawab Raina yang batinnya sudah lelah. "Apa yang aku katakan kamu pasti tidak akan percaya..," Raina lalu pergi melewati Amar namun lengan wanita itu kembali di tahan dan tubuhnya di hempaskan begitu saja di atas tempat tidur. Amar lalu menelungkup di atas tubuh wanita yang masih menjadi istri sahnya itu. Kedua tangannya mencengkram tangan Raina. "Aku sangat membencimu, Raina!!" Amar menatap tajam Raina.. dengan amarah bercampur rasa jijik yang luar biasa. Raina meronta untuk dilepaskan tapi tangannya di cengkram dengan kuat. "Lepaskan aku, mas!! Kamu menyakitiku..," pinta Raina memelas. Air mata kembali mengalir di wajahnya.. ikut membasahi hijab biru muda yang sedang dipakainya. "Aku menyakitimu??" Tanya Amar sambil mengernyitkan dahinya. "Kau yang menyakitiku, Raina!!! Sekarang coba ceritakan! Apakah kau menikmati saat berhubungan dengan lelaki itu??!! Kau kejam sekali padaku, Raina!! Apa kurangnya aku untukmu!!!" Hardik Amar tepat di depan wajah Raina. Raina terperangah melihat kemarahan suaminya. Ia ingin membantah, tapi ia tau semua tidak akan gunanya. Amar tak akan mempercayainya. "Dan malam ini.. malam terakhir kita.. aku ingin mengambil apa yang harusnya menjadi hakku!!" Ucap Amar dingin. Raina terkejut dengan ucapan suaminya. Amar ingin mengambil haknya dari Raina. Tepat di malam perpisahan mereka. "Jangan, mas.." pinta Raina menahan tangis sambil mencegah Amar merobek bajunya. Amar mendesis dingin. "Kenapa? Kau lebih suka disentuh oleh selingkuhanmu itu dibanding aku?!" Amar menepis tangan Raina dengan kasar. Dia mengambil haknya dengan kejam. Setiap Raina meronta untuk melawan, Amar akan memukulinya. Tidak ada kelembutan. Raina menangis tersedu-sedu karena perlakuan yang ia dapatkan. Ia tak menyangka malam pertama melayani suaminya menjadi seperti ini. Amar begitu kasar padanya. Entah berapa ratus kali cacian dilontarkan pada wanita itu. Dia merasa sudah diperkosa oleh suaminya sendiri, walaupun di pertengahan ia merasa Amar mulai melunak kepadanya. Raina lalu memiringkan tubuhnya ketika semua selesai. Ia menutup matanya sambil menangis dengan lirih.. badannya terasa remuk. Entah luka seperti apa lagi yang muncul ditubuhnya. Rasanya tamparan Amar waktu itu masih ada bekasnya. Dan dia yakin, tubuhnya saat ini pasti banyak lebam. Karena barusan Amar menyiksanya seperti seekor binatang. Raina menutup matanya dengan rapat.. berharap waktu cepat berjalan.. agar ia bisa terpisah dari lelaki ini.. Lelaki yang dulu sangat mencintainya, tapi kini berubah menjadi monster yang mengerikan karena kesalahan yang tak pernah Raina lakukan.. #Bersambung"Raina.." ucap Amar tak percaya.Wanita dihadapannya memandang dengan tatapan kebencian yang luar biasa. Begitu dingin dan menusuk."Ada apa?""Jangan mendekat!!!!!" Teriak Raina menunjuk Amar agar menghentikan langkahnya untuk masuk ke kamar."Aku sudah mengingat semuanya! Mengingat perbuatan jahatmu kepadaku!"Deg!Amar merasa kepalanya sedang diguyur es batu."Raina, aku.." kata Amar mencoba menjelaskan tapi segera dipotong oleh Raina."Jahat kamu, mas!!" Pekik Raina. Wanita itu terhuyung mundur. Air mata mengalir deras di wajahnya. Dia sudah mengingat semua kejahatan Amar yang dulu diberikan kepadanya."Aku bisa menjelaskan semuanya, Raina. Aku mohon tenangkanlah dirimu dulu.." pinta Amar cemas melihat Raina yang seperti hilang kendali. Ditambah Amara yang semakin menangis di peraduannya."Tidak!! Kamu tega menyakitiku dan selingkuh di hadapanku!! Kamu juga sudah kejam mengambil kehormatanku hingga aku harus mengandung anak ini!! Kamu jahat mas! Kamu bukan manusia! Kamu iblis!!"
Raina masih termagu memandang wanita yang ada di sebrangnya.Kekasih? Maksudnya, dia kekasih Amar?Raina masih belum mengerti.Ditha terkekeh mendengar ucapannya sendiri."Hmm.. sebetulnya mantan. Mantan kekasih. Karena kami berpisah tak lama dari kalian juga bercerai.." ucap Ditha mengoreksi ucapannya.Raina menaikkan salah satu alisnya.'Apa maksud dari wanita ini? Mereka berpisah tak lama dariku bercerai? Apa maksudnya mereka pernah berhubungan ketika kami masih menikah?'"Kamu memang berhati luas, Raina.. aku kagum padamu.." cetus Ditha lagi."Maksud kamu apa?" Tanya Raina akhirnya."Iya. Jika aku jadi kamu, aku pasti sudah merasakan trauma seumur hidupku.."Raina menatap intens wanita yang ada disebrangnya itu. Entah bom jenis apa yang ingin dijatuhkannya."Kamu sudah disakiti begitu banyak oleh Amar. Bahkan dia berselingkuh secara
Amar secara jujur menjelaskan siapa dirinya kepada Raina. Awal pertemuan mereka, hubungan baik yang dijalin antar almarhumah ibunya juga orang tuanya serta kisah cinta mereka berdua.Amar juga gamblang menyebutkan jika mereka memang sudah berpisah. Tentu saja alasan perpisahan tak disebutkan oleh Amar.Raina mencoba mengingat semua kenangan yang dirajutnya dengan keluarga Amar. Tapi, tak ada satupun potongan memori itu yang hinggap dikepalanya."Apa kamu ingin melihat anak kita?" Tawar Amar setelah selesai menceritakan semuanya.Raina mengangguk pelan. Walaupun dia ragu apakah benar dia sudah melahirkan. Namun, luka goresan di perutnya sudah meyakinkannya bahwa memang benar ia sudah menjalani operasi untuk melahirkan bayinya.Dituntun Amar menggunakan kursi roda, Raina masuk ke sebuah ruang pembatas yang terbuat dari kaca."Itu, anak kita.." tunjuk Amar ke salah satu inkubator.Terdapat bayi mung
Rasanya tak ada pilihan yang terbaik saat ini.Anak yang dikandung Raina akhirnya mengalah setelah membersamai ibunya selama 31 minggu. Tumor itu tak hanya mengancam nyawa Raina, melainkan juga nyawa anak yang dikandungnya.Selesai melakukan operasi caesar darurat, Raina dipindahkan ke ICU. Kondisinya masih memburuk. Ia membutuhkan transfusi darah sebanyak 3 kantong.Alat-alat medis ditempelkan di seluruh tubuhnya.Raina. Wanita yang kuat. Dia menahan semua rasa sakitnya agar tak membuat orang terdekatnya khawatir. Kini, dia juga harus kuat. Karena operasi selanjutnya telah menantinya.Amar memeluk bayi mungil itu dengan penuh kasih sayang. Bayi perempuan yang terpaksa lahir sebelum waktunya.Berat badannya yang kurang mewajibkan bayi itu harus di observasi sementara di ruang NICU. Dan saat ini, Amar tengah menggantikan posisi Raina untuk memberikan kehangatan untuk anaknya yang hanya sebesar botol itu de
Pemeriksaan ke dokter kandungan hari ini juga tidak mengubah keputusan Raina.Di kehamilannya yang telah memasuki 30 minggu, berat badan janinnya dikatakan kurang dari cukup. Tekanan darah dan kadar darah wanita itu juga kurang.Wajar saja karena saat ini janinnya seperti mengalah untuk bertumbuh.Raina diberikan banyak sekali obat-obatan untuk mengoreksi keadaan dirinya dan juga bayi yang sedang dikandungnya.Keputusan Amar juga tak berubah.Ia ingin Raina dan calon anaknya selamat. Ia kembali mengajak Raina untuk berkonsultasi ke rumah sakit pusat mengenai keadaannya.Apalagi dari dokter spesialis sebelumnya mengatakan bahwa Raina bisa disembuhkan tanpa operasi pembedahan. Walau tentunya harus merogoh koceknya lebih dalam."Jika kamu butuh bantuan, mama dan papa bisa membantu nak.." kata Erina.Erina tahu betul kondisi keuangan Amar. Anak sulungnya itu sampai harus menjual rumahnya untuk me
"Aku tidak mau di operasi."Raina menatap Amar dengan penuh kesungguhan. "Kenapa?""Apa mas tidak melihat mereka tadi? Mereka sangat bersedih karena kehilangan bayinya.. dan aku tidak mau itu terjadi padaku..""Raina..." ucap Amar mencoba membujuk Raina."Tidak, mas! Keputusanku sudah bulat. Aku tidak akan dioperasi sampai anak ini lahir!" Ucap Raina tegas dengan mata yang mulai berembun"Raina.. apa yang terjadi pada mereka dan padamu itu berbeda.." jelas Amar."Apanya yang beda, mas?" Tanya Raina sedih."Aku bahkan mengidap penyakit yang lebih parah! Aku tidak mau egosi, mas! Jangan sampai karena ingin menyelamatkanku lalu kita membunuh anak ini! Lagipula hasilnya akan sama saja bagiku!Operasi atau tidak di operasi, aku akan tetap mati!""Raina!" Kata Amar dengan intonasi yang mulai tinggi."Apa kamu sadar yang sudah kamu ucapkan??"
Selamat datang di dunia fiksi kami - Goodnovel. Jika Anda menyukai novel ini untuk menjelajahi dunia, menjadi penulis novel asli online untuk menambah penghasilan, bergabung dengan kami. Anda dapat membaca atau membuat berbagai jenis buku, seperti novel roman, bacaan epik, novel manusia serigala, novel fantasi, novel sejarah dan sebagainya yang berkualitas tinggi. Jika Anda seorang penulis, maka akan memperoleh banyak inspirasi untuk membuat karya yang lebih baik. Terlebih lagi, karya Anda menjadi lebih menarik dan disukai pembaca.
Komen