Share

Bab 6. Rencana Diaz

Khawatir bertemu dengan Karen, Diaz sudah meminta panitia agar perusahaannya mendapat urutan terakhir. 

Sayangnya, kala hari pengumuman tiba, perusahaan Karen berhasil masuk lima besar dan akan melakukan presentasi besar, sedangkan perusahaan Diaz harus berhenti sampai di 20 besar saja.

Meski demikian, Diaz sengaja mengundur kepulangannya hanya untuk mengikuti presentasi final tersebut. Selain berencana mendapatkan rekan bisnis untuk bekerjasama, ada sesuatu yang ia siapkan.

“Karen Esme bersiaplah melihat kejutan dariku.” 

*

“Arashi! Cepat ke mari!” perintah Karen.

Ada kegelisahan dari tingkah laku dan nada suaranya, hingga membuat Arashi yang sedang asik bermain bersama Ken—jalan mendekat ke arahnya. “Ada apa? Apa ada yang gawat?”

“Lihat ini! Sepertinya ada yang tidak beres.”

“Mengapa tiba-tiba perusahaan kita digantikan oleh perusahaan lain?” tanya Karen.

Arashi sontak melihat ke email yang ditunjukkan Karen. Inti dari surat tersebut adalah pemberitahuan adanya kesalahan dalam menulis nama perusahaan yang berhasil lolos ke final.

“Bukannya ini aneh, Ras? Kenapa mereka mengirim surat ini di malam hari? Terlebih tidak ada tanda tangan resmi dari ketua asosiasi.”

“Kamu benar Ren, pasti ada yang tidak beres.”

“Padahal kita berada diurutan pertama, bukankah itu berdasarkan dari perolehan nilai,” imbuh Karen.

Karen tak habis pikir, ini sudah H-1 dan malam hari, panitia tiba-tiba mencoret nama perusahaan dari daftar presentasi.

Karen mencoba melayangkan protes ke pihak panitia, tetapi tidak ada tanggapan.

Sedangkan Arashi, pria itu menghubungi beberapa kolega yang masuk ke dalam jajaran orang penting di asosiasi investor tersebut. 

Arashi terpaksa menggunakan nama besar marganya untuk mencari keadilan demi membantu sang adik. 

Namun, kenalannya justru terkejut karena perusahaan milik Karen tiba-tiba dicoret dan diganti dengan perusahaan lain oleh panitia.

Sebagian dari mereka menyarankan untuk menemui ketua asosiasi secara langsung. Kemungkinan, ketua berkenan membantu karena semua sudah didiskusikan dan keputusan sudah diputuskan oleh ketua asosiasi.

Arashi akhirnya menghela nafas. “Tidurlah Ren, kita akan temu ketua asosiasi besok pagi.” 

“Bagaimana aku bisa tidur Ras? Kondisinya seperti ini! Yang benar saja?!” ucap Karen sembari menggosok-gosok kedua telapak tangannya, cemas.

“Kamu tenang saja, kalau kita benar pasti ada jalan. Lebih baik kamu segera istirahat, agar besok mempunyai kekuatan untuk berperang. Ayo!”

Meski tak mau, Karen pun menurut.

Di pagi hari, keduanya bergegas menuju kantor ketua asosiasi. 

Mereka memang sengaja menemui di kantor bukan di tempat pelaksanaan.

“Ada apa generasi ke-4 keluarga Takahashi sampai berkunjung secara pribadi ke kantor saya?”

Karen memandang ke arah Arashi bingung yang hanya dibalas senyuman tipis oleh pria itu.

Setelah melakukan sedikit basa-basi, Arashi menyampaikan maksud kedatangannya ke sana, lalu memberikan beberapa bukti yang dikirim melalui surel.

Ketua asosiasi juga tidak mengetahui tentang hal itu. 

Ia berjanji nanti akan memberikan waktu pada Karen untuk presentasi dan memberikan hukuman yang setimpal untuk para oknum yang sudah sengaja membuat kegaduhan.

Karen bernafas lega walau kemungkinannya kecil ia masih dapat melakukan presentasi.

“Jangan khawatir kita pasti bisa presentasi.” 

Hari presentasi telah tiba dan Arashi menggenggam tangan Karen yang dingin. 

Wanita itu hanya menanggapi dengan anggukan. 

Hanya saja, merasa ada yang memperhatikan, akhirnya Karen melihat ke depan.

DEG!

Detak jantungnya tak karuan seperti orang yang baru saja dikejutkan. 

Diaz yang melihat Karen sudah melihat ke arahnya, tersenyum sinis ke arah wanita itu. 

Karen segera menetralkan detak jantungnya. Beruntung, ekspresinya tak sempat dibaca oleh Diaz. 

“Arashi, jangan melihat atau menengok sekarang, lihatlah ke arah jam dua belas,” bisik Karen.

“Aku sudah melihat bedebah itu saat dia masuk,” balas Arashi.

“Yang benar saja, kenapa kamu tak memberitahuku?” 

“Sudah, fokuslah pada presentasi. Dan jangan terpengaruh olehnya.”

Hanya saja, Diaz yang memperhatikan itu justru salah sangka melihat kedekatan Karen dengan Arashi.

Tangan pria itu mengepal menahan emosi. “Siapa nama pria di samping Karen itu Glen, aku lupa?”

Glen melihat ke arah Karen dan Arashi yang sudah fokus ke pembawa acara. 

“Arashi Takahashi.”

Mendengar itu, Diaz tertegun.

Meski tidak terlalu mengenal konglomerat di Jepang, marga itu lekat dengan keluarga pengusaha Takahashi Company Global–perusahaan yang menyangkut hajat hidup negara maju itu.

Segala sektor dikuasai oleh keluarga mereka. Sampai-sampai, ada lelucon yang mengatakan 80% negara Jepang dikuasai mereka.

“Takahashi?” ulangnya lagi sembari tersenyum, “sepertinya, aku tidak bisa meremehkanmu, Elok.”

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status