Tidak sampai di situ, Feng Guang juga menemukan keanehan lain saat ia berkeliling ke sudut desa yang lain.
Pakaian, jubah-jubah yang dikenakan warga mengingatkannya pada peristiwa masa lalu.
“Baju mereka ... kenapa mirip dengan orang-orang dari Sekte Iblis Merah?” kata Feng Guang bergumam.
Kemudian, ia terkejut sendiri dengan pemikirannya. Kalau saja benar, maka bukan tidak mungkin jika sekte itu telah membangun ulang desa Shengcun menjadi tempat tinggal mereka.
Ada perasaan jemawa untuk sesaat. Sebab, jika hal itu benar terjadi ... maka hal itu bisa memudahkannya. Jika seluruh orang Sekte Iblis Merah telah menetap di desa ini, Feng Guang tidak perlu mencari-cari dalang peristiwa penyerangan di masa lalu.
Hanya saja, kening pria itu kembali mengerut dalam setelahnya. ‘Tidak. Mereka pasti memiliki maksud lain! Aku tidak boleh gegabah!’
Rasa penasaran Feng Guang membawa ia terus mengitari desa. Anehnya, seluruh warga yang ditemuinya terlihat begitu ketakutan dan seolah menghindarinya.
Tidak sedikit dari mereka yang bahkan langsung menutup pintu rumah mereka rapat-rapat ketika Feng Guang melintas di depan rumah mereka. Padahal, ia tidak melakukan apa pun selain melihat-lihat dengan santai.
"Ini sungguh aneh!” pikirnya lagi. Dilihat dari segi mana pun, penampilan Feng Guang jauh dari kata menyeramkan. Meski, ia membawa sebilah pedang di punggung, tetapi bukankah seharusnya orang-orang itu telah terbiasa melihat seorang pria dengan sebuah pedang?
Feng Guang semakin yakin, semua pasti ada sebabnya. Kakinya terus melangkah, hingga sampai di sebuah vihara.
“Kenapa Vihara ini sepi sekali?”
Tidak seorang pun terlihat bersembahyang. Bahkan, tempat ini lebih terlihat seperti gudang tak terurus.
Mata Feng Guang terus meneliti keadaan Vihara usang ini. Hingga kemudian, matanya menangkap sebuah bercak darah tertinggal di sana.
“Ini darah manusia, bukan darah hewan,” gumam Feng Guang, “apakah mungkin di Vihara ini telah terjadi peristiwa pembunuhan? Tapi, siapa yang sudah menghabisi mereka?"
Rasa penasaran Feng Guang yang menggebu-gebu membuat ia melangkah lebih cepat menuju siapa pun yang bisa ia tanyakan sesuatu.
Namun, tidak ada satu pun orang yang mau berlama-lama menatapnya, membuat ia seketika geram. Hingga kemudian, ia melihat sosok yang pernah ia kenal sebelumnya.
“Paman! Tunggu!” Feng Guang segera menghampiri pria yang sudah nyaris melarikan diri itu.
Di hadapannya saat ini, pria itu terlihat gemetar. Wajahnya memucat, bahkan tatapan matanya tak berani menatap Feng Guang.
“A-aku tidak mengenalmu. A-aku--”
“Kenapa Paman terlihat ketakutan dan menghindariku?” Feng Guang memutus perkataan pria itu yang terbata-bata.
Kalimat tegas Feng Guang tersebut nyatanya justru menambah intensitas ketakutan di tubuh pria itu. Tubuhnya menggigil, kakinya terasa lemas, dan wajahnya pun berkeringat dingin. Lantas, pria itu pun berlutut sambil menjura kepada Feng Guang.
“Ampun, ampuni aku,” katanya seperti orang memohon.
“Paman, apa yang kau lakukan?” Feng Guang membawa pria itu kembali berdiri. Ia semakin keheranan dengan perilaku pria ini sekarang. “Jawab aku, Paman ... apa yang sebenarnya terjadi di sini?”
“A-aku tidak tahu apa-apa, Feng Guang,” jawab pria itu dengan gugupnya. “Sungguh. Ampuni aku.”
Melihat sikap pria itu yang begitu ketakutan padanya, Feng Guang pun akhirnya tidak tega terus mendesak. "Baiklah kalau Paman tidak mau menjawabku, tidak apa.”
Setelahnya, dengan cepat pria tersebut berlalu usai menangkupkan kedua telapak tangan di dada.
Bersamaan dengan langkahnya yang tergesa, sebuah kalimat mengherankan terucap dari pria itu, “Feng Guang sudah berubah menjadi seperti iblis! Bagaimana bisa dia kembali ke sini setalah membantai para pengurus Vihara Sian Ji?”
Feng Guang keheranan, terlebih saat mendengar namanya disebut sebagai dalang pembantaian. ‘Aku? Siapa orang yang menggunakan identitasku untuk berbuat anarkis?’
Merasa pencarian informasinya akan sia-sia jika hanya mengandalkan orang-orang di desa ini, Feng Guang pun berinisiatif menuju desa lain.
Ia akan mengumpulkan informasi keanehan ini lebih dulu, sebelum nantinya kembali ke desa Shengchun. Ia pun berjalan menuju desa Loksu yang jaraknya lumayan jauh dari desa Shengcun. Desa tersebut berada di wilayah perbatasan antara wilayah kerajaan Tionggon dan kerajaan Yanmar.
Desa Loksu di abad pertengahan pernah menjadi sebuah ibu kota beberapa kerajaan kuno. Oleh karena itu, desa tersebut menjadi sebuah desa bersejarah yang memiliki beberapa situs kuno, sehingga keadaannya sangat ramai dan menjadi pusat perdagangan bagi para penduduk di wilayah tersebut.
Tiba di desa Loksu, di dekat sebuah pasar ... Feng Guang menghentikan langkahnya kala hari mulai gelap. “Aku harus mencari penginapan di sekitar tempat ini,” kata Feng Guang sambil berjalan ke arah timur.
Tapi, baru saja ia berjalan beberapa langkah, dirinya sudah dikejutkan oleh serangan pisau yang secara tiba-tiba meluncur deras dari arah yang tidak ia ketahui. Hampir saja, pisau tersebut melukai tubuhnya, beruntung Feng Guang cepat mengelak.
Ssatt!
Prak!
“Bedebah! Siapa yang sudah menyerangku?”
Dengan sorot matanya yang tajam, Feng Guang mengamati sekitaran tempat tersebut. Tetapi, ia yang tak melihat pelaku yang sudah melakukan serangan itu lantas meneruskan perjalanannya kembali.
Feng Guang tidak mengetahui bahwa ada seorang pria yang sedari tadi terus mengikutinya.
Setelah mendapatkan penginapan, Feng Guang kembali keluar, ia masuk ke salah satu rumah makan yang berada di sebrang jalan tidak jauh dari penginapan.
Feng Guang masuk ke rumah makan tersebut bukan hanya untuk sekadar makan saja. Tetapi, ia sengaja mendatangi tempat itu karena ingin mendapatkan informasi apa pun mengenai Desa Shengcun.
Di tempat tersebut ternyata terdapat banyak orang dari berbagai golongan, tapi di antara banyaknya pengunjung, ada seorang pria bertubuh tinggi dan berwajah sangar yang menarik perhatiannya.
Pria itu satu meja dengan seorang gadis cantik berkulit putih, ia mengenakan pakaian serba biru dan menyanggul sebilah pedang di punggungnya. Terlihat jelas bahwa pria tersebut bukanlah orang sembarangan, begitu juga dengan gadis yang ada di hadapannya.
Terlihat, gadis itu menoleh ke arah Feng Guang sebelum kembali menatap pria yang duduk bersamanya.
Samar-samar, Feng Guang mendengarkan. “Siapa pemuda itu, Paman?” tanya gadis berpakaian serba biru kepada pria yang duduk di hadapannya.
“Entahlah, mungkin dia itu seorang pengembara” jawab pria itu sambil menikmati makanannya.
“Tapi dia sangat mencurigakan.”
“Sudahlah, jangan kau pikirkan pemuda itu! Habiskan saja makananmu, yang penting dia tidak menggangu kita!”
Gadis itu mengangguk, tetapi matanya terus mengawasi gerak-gerik Feng Guang yang berada tidak jauh darinya.
Selain itu, di dalam ruangan tersebut tampak tiga orang pendekar setengah baya yang jenggotnya panjang menjulur ke dada. Kemunculan pendekar paruh baya di sini menarik perhatian Feng Guang. Sebab, biasanya orang-orang seperti mereka jarang sekali makan di rumah makan.
Sadar dirinya diawasi ketat oleh sosok gadis dan pria di hadapannya, Feng Guang pun mengedarkan pandangan. Ia mencoba mencari keanehan yang mungkin ia miliki, hingga membuatnya jadi sorotan, hingga pandangannya kembali bentrok dengan tiga pendekar setengah baya yang juga sedang mengawasinya.
Mereka duduk tidak jauh dari tempat Feng Guang. Tiga pendekar itu tampak sinis sekali.
Karena kesal terus diawasi oleh ketiga pendekar itu, maka dengan sengaja Feng Guang membalasnya dengan menajamkan sorot mata. Hingga tanpa ia sadari, muncul sebuah kekuatan besar yang keluar dari matanya, kekuatan tersebut berupa sinar yang sungguh menyakiti mata orang yang melihatnya.
Hal tersebut, membuat kaget ketiga pendekar itu. Tanpa banyak bicara lagi, mereka bangkit dan langsung membayar makanan dan minuman yang belum mereka habiskan, kemudian meninggalkan rumah makan itu.
“Apakah kau tahu dengan pemuda yang ada di dalam rumah makan tadi?” tanya salah seorang di antara ketiga pendekar itu kepada kawannya.
“Entahlah, sepertinya dia bukan pemuda sembarangan. Aku yakin, pemuda tadi memilik kekuatan dan kepandaian yang luar biasa, sorot matanya saja sudah membuat mata kita sakit,” jawab kawannya sambil berjalan keluar dari halaman warung makan.
“Aku curiga dengan pemuda itu, jangan-jangan dia itu pelaku teror yang sudah menghabisi para pengurus Vihara Sian Ji,” sahut pendekar lainnya.
“Apakah kau yakin bahwa pemuda itu adalah pelaku yang sudah menghabisi para pengurus Vihara Sian Ji di desa Shengcun?”
“Benar, sepintas wajah dan penampilannya sangat mirip sekali. Saat peristiwa itu terjadi, kami masih berada di desa Shengcun dan kami ikut mengejar.”
“Apa yang kau katakan memang benar, kita harus mengawasi gerak-geriknya, aku yakin pemuda itu ada kaitannya dengan peristiwa pembunuhan yang terjadi di Vihara Sian Ji.”
Sebenarnya, apa yang terjadi? Mengapa semua warga yang ditemuinya memiliki kecurigaan pada Feng Guang yang baru saja kembali dari perantauan?
Para pendekar itu kembali mengerahkan kekuatan mereka dan kembali melakukan serangan secara brutal terhadap Feng Guang. Namun, Feng Guang dengan gerakan yang sangat cepat langsung menangkis setiap serangan yang dilancarkan oleh lawan-lawannya.Setelah dapat menghindari setiap serangan yang mengancam dirinya, Feng Guang langsung membalasnya dengan serangan yang lebih ganas dari serangan lawan-lawannya.Demikianlah, pertarungan itu pun terus berlanjut dan menjadi semakin sengit saja. Dari kedua belah pihak terus melakukan serangan-serangan yang sangat berbahaya. Terlebih lagi, serangan-serangan yang dilakukan oleh Yao Ming dan para pendekar lainnya. Mereka benar-benar berambisi untuk membinasakan Feng Guang pada saat itu juga.Mereka menutup mata dan telinga, seolah tak peduli dengan penjelasan Feng Guang. Para pendekar itu yakin bahwa Feng Guang adalah pelaku utama yang sudah membantai para pendekar Sekte Tian Cu."Tak ada pilihan lagi, selain melumpuhkan mereka satu persatu untuk meny
Namun, dua orang pendekar berjubah hijau itu tidak mengindahkan pertanyaan Feng Guang. Mereka hanya tertawa dan terus melakukan serangan terhadap Feng Guang."Kurang ajar!" geram Feng Guang langsung melakukan perlawanan sengit.Saat dirinya terdesak, Feng Guang menghentakkan kakinya, kemudian meluncur ke udara. Saat dalam posisi mengambang di udara, maka Feng Guang segera mengerahkan jurus tenaga dalamnya."Sebenarnya aku tidak tega jika harus melukai kalian. Tetapi, anggap saja ini adalah sebuah pelajaran yang harus kalian terima," kata Feng Guang masih dalam posisi terbang di atas para pendekar itu.Tanpa terduga, gelombang panas tiba-tiba muncul dari kedua telapak tangan Feng Guang. Kemudian gelombang panas itu meluncur ke arah dua pendekar berjubah hijau itu, serangan yang sangat dahsyat dan sulit dihindari, sehingga dua orang pendekar itu langsung jatuh bergelimpangan. Mereka benar-benar terkejut dan tak dapat mengantisipasi serangan tersebut.qFeng Guang hanya tersenyum dan lang
Yao Ming tertawa dingin, lalu menjawab, "Kau memang pandai berbohong, sehingga rakyat negri ini sangat percaya dengan kebohonganmu, karena mereka bodoh. Sebenarnya kau adalah penjahat yang berlindung di bawah kekuasaan Raja Hao Xiong Han yang dianggap sebagai pahlawan karena sudah berhasil merebut kembali pemerintah kerajaan Tionggon dari tangan Perdana Menteri Tuo Hang. Tapi di mata kami, kau tetap seorang penjahat. Kami tahu kebusukanmu!""Kau telah menuduhku melakukan perbuatan yang tidak pernah aku lakukan!" Feng Guang membentak dengan penuh kegusaran. "Seharusnya kau percaya bahwa aku ini tidak pernah terlibat dalam kasus kematian para pendekar Sekte Tian Cu. Ini fitnah dan aku tidak terima atas tuduhan ini!"Yao Ming dan kedua anak buahnya tertawa lepas mendengar perkataan Feng Guang. Mereka sama sekali tidak percaya dengan apa yang Feng Guang katakan."Jangan berkelit lagi, Feng Guang. Percuma saja, kami memiliki bukti yang kuat!" kata Yao Ming. "Malam ini kau harus mempertangg
Setelah berada di luar penginapan, Feng Guang tampak terkejut sekali ketika melihat sebuah tulisan di dinding luar kamar tempatnya menginap. Tulisan tersebut merupakan sebuah tantangan dari seseorang yang tak dikenal yang meminta Feng Guang agar datang ke sebuah tempat."Gurun pasir Tio Sun," gumam Feng Guang setelah membaca tulisan tersebut.Entah siapa orang yang sudah menulis pesan tersebut, karena dalam tulisan itu tidak tertulis nama sang penulisnya.Feng Guang tampak bingung sekali. Ia menarik napas dalam-dalam, lalu berkata lagi, "Bagaimana mungkin ada seorang pendekar yang menantangku untuk bertarung, padahal tak ada orang yang mengetahui kalau aku menginap di sini. Bahkan para biksu yang baru melakukan pertemuan denganku tidak ada satu pun yang tahu?"Feng Guang termenung sejenak, memikirkan langkah selanjutnya. Apakah ia harus menerima tantangan tersebut atau mengabaikannya?Setelah itu, Feng Guang langsung bersiap untuk berangkat ke gurun pasir Tio Sun. Ia tampak penasaran
Dengan demikian, Feng Guang sudah mulai kehilangan kesabaran dan langsung mengerahkan jurus andalannya.Perdana Menteri Tuo Hang, saat itu masih dapat melakukan perlawanan meskipun dirinya sudah mengalami luka yang sangat parah. Namun, perlawanannya tidak berarti apa-apa, karena Feng Guang lebih unggul segalanya.Hanya dengan dua kali sabetan pedangnya, Feng Guang sukses menjatuhkan pria bertubuh kekar itu, sehingga Perdana Menteri Tuo Hang tewas dengan luka yang sangat parah di bagian leher dan perutnya.Sementara itu, pasukan Hu Yui Se sudah sepenuhnya menguasai pertempuran. Bahkan mereka sudah berhasil menangkap para prajurit kerajaan dan menewaskan Panglima Hui Su sebagai orang nomor satu di angkatan perang pasukan kerajaan Tionggon yang diperintah oleh Perdana Menteri Tuo Hang.Berkat keyakinan dan kegigihan para prajurit Hu Yui Se, akhirnya mereka mampu merebut istana yang sudah lama dikuasai oleh pasukan kerajaan yang pro terhadap Perdana Menteri Tuo Hang."Ini adalah sebuah ke
Dengan demikian, pertempuran besar pun kembali terjadi. Pasukan kerajaan melakukan perlawanan sengit atas serangan yang dilancarkan oleh pasukan Hu Yui Se."Jangan biarkan mereka masuk. Kalian harus bisa mempertahankan istana ini!" seru Panglima Hui Su.Feng Guang dengan gagahnya memacu derap langkah kudanya langsung masuk ke halaman istana disusul oleh Dui Mui dan Hok Shin. Dengan senjata masing-masing, mereka langsung menebas leher semua prajurit kerajaan yang coba-coba melakukan perlawanan.Saat demikian gentingnya, Perdana Menteri Tuo Hang pun sudah bersiaga penuh. Ia bersama para pengawalnya langsung menghunus pedang masing-masing demi mempertahankan diri.Beberapa saat kemudian, beberapa orang dari pasukan Hu Yui Se berhasil menerobos pertahanan pasukan kerajaan. Mereka berhasil memasuki istana, kemudian langsung mengepung Perdana Menteri Tuo Hang dan para pengawalnya."Menyerahlah, Perdana Menteri!" seru Dui Mui."Bedebah!" geram Perdana Menteri Tuo Hang. Kemudian memberikan pe