“Itu adalah tugas pertamamu.” Lui Shan berujar dengan tenang. Sementara itu, Feng Guang masih mengamati benda dalam genggamannya tanpa berani membuka. "Surat itu harus kau serahkan kepada seorang pendekar yang bernama Yu Zui.”
“Yu Zui?”
“Hem. Yu Zui adalah pendekar yang memiliki hubungan baik dengan Le Tu Hua dan orang-orang yang sudah menghancurkan desamu.”
Duar!!
Seperti tersambar petir, eskpresi Feng Guang lantas berubah keras. Nampak di wajahnya sekarang aura kemarahan yang begitu membara.
Jika Yu Zui adalah orang yang sama dengan orang yang telah menghancurkan desanya ... maka sudah sepantasnya Feng Guang membalas dendamnya pada pendekar tersebut.
“Aku pasti akan melaksanakan tugas ini dengan baik!”
“Kau harus berhati-hati ketika menghadapinya. Fokuskan dirimu, temukan kelemahannya.” Sejenak, Lui Shan memandang wajah Feng Guang. “ Selain itu, jagalah Mustika Naga yang aku berikan kepadamu.”
“Tentu, Kek!” jawab Feng Guang.
Ia paham, jika Mustika Naga itu adalah benda berharga yang pernah menjadi rebutan para pendekar di seantero jagat! Sekali saja benda tersebut jatuh di tangan yang salah ... maka bukan hanya Feng Guang yang akan kalah. Dunia pun mungkin bisa mendapatkan sebuah bencana besar.
Feng Guang kemudian menatap Mustika tersebut. Di permukaan mustika itu, ada sebuah gambar—berupa ukiran. Namun, ia sendiri tidak paham, apakah gambar tersebut hanya hiasan, atau merupakan sebuah pesan?
Penasaran, Feng Guang pun bertanya. “Lalu, harus kuapakan mustika ini, Kek?”
"Kau bisa memberikannya pada Yin Fu jika suatu saat bertemu.” Kakek tua itu terlihat tidak ingin banyak berbicara lebih jauh mengenai mustika tersebut.
Mereka berdua terus berbincang-bincang mengenai berbagai hal, sebelum besok ia akan meninggalkan Lembah Cui, juga meninggalkan Lui Shan yang selama ini telah membantunya.
Hari yang ditunggu pun tiba. Kini, waktunya Feng Guang meninggalkan Lui Shan dan tempat ia berguru.
‘Terasa berat sekali meninggalkan tempat ini,’’ batin Feng Guang.
Secara diam-diam, Feng Guang menangis. Bulir bening mengalir membasahi kedua pipinya.
Melihat Feng Guang menangis, Lui Shan menertawakannya. Lalu berkata, “Hei! Kenapa kau menangis? Sudahlah, jangan menangis! Kau ini bukan lagi bocah kecil, kau adalah seorang kesatria. Jangan cengeng, Feng Guang!”
“Aku tidak menangis, Kek,” sanggah Feng Guang sambil tersenyum-senyum menutupi kesedihannya.
“Sudahlah, sekarang kau harus pergi dari tempat ini! Kalau kau masih berada di sini, maka aku akan melemparmu!”
Meski mulutnya berkata demikian, tetapi di dalam hatinya tersimpan perasaan sedih yang begitu mendalam. Sama seperti yang dirasakan oleh Feng Guang.
Feng Guang tak lantas pergi, ia bergeming sambil tertunduk di hadapan Lui Shan.
Setelah lama menundukkan kepalanya, Feng Guang mulai mengangkat wajahnya tetapi sudah tidak menemukan lagi sosok Lui Shan.
Padahal, ia ingin sekali memberikan penghormatan terakhir, atau sekadar pelukan perpisahan.
“Kakek Lui Shan benar-benar tidak memberikanku kesempatan untuk berpamitan,” ujarnya dengan pundak yang lusuh.
Namun lagi-lagi, tidak ada yang bisa ia lakukan selain melangkahkan kaki meninggalkan Lembah Cui dan sang guru. Kini, setelah dirasa bekalnya sudah cukup, sudah waktunya ia memulai perjalanan penembusan dendam.
Dengan keberanian yang baru, juga kemampuan yang semakin bertambah baik, Feng Guang akhirnya memulai perjalanannya kembali ke desa tempat ia tinggal dulu.
Perjalanan yang cukup jauh membuat Feng Guang membutuhkan waktu berhari-hari untuk bisa tiba di desa Shengcun. Di pinggiran kota Yuanzi, mata pria itu menerawang jauh, membedakan penampakan desa ini dulu dan sekarang.
“Desa ini sudah benar-benar berubah. Sekarang, hanya ada orang asing di sini,” ujarnya sedikit murung, mengingat semua kerabatnya telah terbunuh di hari kepergiannya dulu.
Desa Shengcun memang sudah berubah total, ada banyak bangunan mewah yang berdiri di sepanjang jalan utama. Desa yang dulu merupakan wilayah terisolasi, kini sudah berubah bentuk menjadi sebuah desa yang ramai dan memiliki penduduk yang sangat padat.
Saat Feng Guang tengah menyisir satu per satu wajah yang dinilainya asing ... tiba-tiba pandangannya bersirobok dengan sosok yang tidak asing.
“Jadi, ada orang lain juga yang berhasil selamat saat itu?” ucapnya dengan pelan.
Praktis, wajah Feng Guang berubah cerah. Sebab, kehadiran sosok yang tidak asing itu bisa membantunya.
Hanya saja, entah mengapa tatapan seseorang yang dulu begitu ramah, kini berubah seperti orang yang ketakutan kala menatapnya. Sosok pria itu bahkan terlihat melangkah terburu-buru guna menghindari Feng Guang.
“Aneh, kenapa dia seperti ketakutan melihatku? Apa yang sebenarnya terjadi?”
Tidak sampai di situ, Feng Guang juga menemukan keanehan lain saat ia berkeliling ke sudut desa yang lain. Pakaian, jubah-jubah yang dikenakan warga mengingatkannya pada peristiwa masa lalu. “Baju mereka ... kenapa mirip dengan orang-orang dari Sekte Iblis Merah?” kata Feng Guang bergumam. Kemudian, ia terkejut sendiri dengan pemikirannya. Kalau saja benar, maka bukan tidak mungkin jika sekte itu telah membangun ulang desa Shengcun menjadi tempat tinggal mereka. Ada perasaan jemawa untuk sesaat. Sebab, jika hal itu benar terjadi ... maka hal itu bisa memudahkannya. Jika seluruh orang Sekte Iblis Merah telah menetap di desa ini, Feng Guang tidak perlu mencari-cari dalang peristiwa penyerangan di masa lalu. Hanya saja, kening pria itu kembali mengerut dalam setelahnya. ‘Tidak. Mereka pasti memiliki maksud lain! Aku tidak boleh gegabah!’ Rasa penasaran Feng Guang membawa ia terus mengitari desa. Anehnya, seluruh warga yang ditemuinya terlihat begitu ketakutan dan seolah menghindar
Di dalam rumah makan, gadis cantik yang terus memperhatikan Feng Guang tiba-tiba tertawa lepas. Feng Guang pun tampak heran melihat sikap gadis berparas cantik yang duduk tidak jauh darinya. “Kau kenapa? Apakah ada yang lucu dalam penampilanku?” “Tidak! Aku hanya mentertawakan tiga orang tadi,” jawab gadis itu sambil tersenyum-senyum. Kening Feng Guang mengerut. “Memangnya kenapa dengan mereka?” “Mereka takut padamu.” Merasa informasi itu bukanlah hal baru—sebab semua orang di sini memang terlihat takut padanya, Feng Guang pun memutuskan untuk bersikap tak acuh lagi. Ia menghabiskan makanan, lalu bergegas meninggalkan tempat makan usai membayarnya. Ketika Feng Guang baru mencapai pintu, gadis tadi tiba-tiba kembali berteriak. “Tunggu!” Feng Guang menghentikan langkahnya, si gadis kembali berbicara, “Aku hanya ingin mengingatkan bahwa ketiga pendekar tadi memiliki niat jahat terhadapmu.” Feng Guang merasa aneh, sebab di antara yang lain, hanya gadis itulah yang justr
Feng Guang belum sempat 'bernapas' saat serangan berikutnya datang. Salah seorang pendekar menyabetkan pedang ke arah Feng Guang dan berteriak, "Matilah kau!" Feng Guang mengelak, ia menghindari serangan itu dengan tepat. Kemudian mundur beberapa langkah sambil mempertahankan tatapan ganas pada wajah pendekar itu. "Lawan aku pengecut!" teriak pendekar itu, kesal karena gagal menyarangkan pedangnya di leher Feng Guang. Sementara itu, dua orang pendekar dan dua biksu yang tadi menyerang Feng Guang hanya diam saja ketika melihat Feng Guang tengah berhadapan dengan kawan mereka. “Kau telah melakukan tindakan jahat terhadap para pengurus Vihara Sian Ji. Tidak mungkin kubiarkan orang jahat sepertimu bebas berkeliaran di wilayah ini!" Setelah berkata demikian, pendekar itu langsung melakukan serangan terhadap Feng Guang. Ia menghentakkan kaki dan meluncur deras memburu Feng Guang dengan sebilah pedang. Dalam kondisi yang semakin genting, Feng Guang berusaha menghindari serangan-serang
Sikap yang ditunjukkan oleh dua orang biksu dan teman-temannya membuat Feng Guang bisa bernapas lega. Hal itu menandakan bahwa mereka sudah mulai menerima penjelasan yang diberikan yang ia berikan."Perlu kalian ketahui, aku ini putra tetua desa Shengcun yang dibunuh oleh pemimpin Sekte Iblis Merah. Namaku Feng Guang, aku bukan seorang pengecut. Aku mempunyai hubungan dekat dengan para imam dan pengurus Vihara Sian Ji . Tidak mungkin aku melakukan tindakan mengerikan terhadap mereka."Mereka tercengang mendengar perkataan Feng Guang, mereka benar-benar tidak menduga jika pemuda yang sudah mereka tuduh sebagai pelaku pembantaian adalah seorang putra tetua desa Shengcun yang sangat mereka hormati."Jadi kau ini putra Tuan Guang?""Benar, aku yang berhasil menyelamatkan diri ketika desa Shengcun diserang kelompok Sekte Iblis Merah."Mereka saling berpandangan setelah mendengar penjelasan Feng Guang. Kemudian, salah seorang dari mereka berkata lagi, "Baiklah, kami percaya dengan apa yang
Pagi harinya, ketika matahari baru saja menampakkan diri, Feng Guang dan Jui Shin sudah meninggalkan desa Loksu menuju ke desa Yui.Saat matahari mulai naik, Feng Guang dan Jui Shin sudah tiba di tempat tujuan. Sebelumnya mereka singgah terlebih dahulu di sebuah warung makan yang ada di desa tersebut untuk sekadar makan siang dan beristirahat sejenak.Setelah itu, mereka kembali melanjutkan perjalanan menuju kediaman Hong Than. Feng Guang dan Jui Shin mendapatkan informasi tentang kediaman orang yang mereka cari dari sang pemilik warung makan."Semoga saja pemilik warung makan tadi tidak membohongi kita," desis Jui Shin sambil berjalan mengikuti langkah Feng Guang."Ya, aku pun berharap demikian," sahut Feng Guang tanpa menoleh ke belakang.Setibanya di tempat tujuan, mereka tampak bingung sekali, karena di tempat tersebut tidak ada bangunan rumah satu pun."Di mana rumah pendekar itu?" desis Feng Guang menoleh ke arah Jui Shin."Entahlah. Tapi, kata pemilik warung makan tadi, rumah H
Jui Shin merasa khawatir dan sangat cemas terhadap keselamatan Feng Guang. Pasalnya, pendekar yang sedang dihadapi oleh Feng Guang bukanlah pendekar sembarangan.Namun, dengan segenap kepandaian yang dimilikinya Feng Guang dapat menghindari serangan-serangan ganas yang dilakukan lawannya.'Pendekar ini benar-benar sakti, siapa sebenarnya dia?' batin Hong Than.Hong Than tampak frustasi sekali menghadapi Feng Guang. Baru kali ini dirinya merasa kesulitan menghadapi lawan tarungnya, hingga dirinya tampak kelelahan sekali menggempur pertahanan Feng Guang.Melihat lawannya mulai kelelahan, Feng Guang memanfaatkannya dengan baik. Ia tak ingin memberi kesempatan bagi Hong Than untuk dapat bernapas lega.Dengan kecepatan yang sangat luar biasa, Feng Guang kembali melakukan serangan terhadap Hong Than. Ia menggempur Hong Than tanpa jeda. Hingga pada akhirnya, pendekar itu mulai kehabisan tenaga dan berhasil dikalahkan.Hong Than sudah tak dapat bangkit lagi, ia mengalami luka yang sangat para
Suhu Yin menarik napas dalam-dalam, ia tampak semringah sekali mendengar perkataan Feng Guang."Thian sudah merancang semuanya, kau tidak perlu repot-repot mencari pemilik Mustika Naga itu," kata Suhu Yin tersenyum memandang wajah Feng Guang.Feng Guang mengerutkan kening, ia tidak paham dengan kalimat yang diucapkan oleh orang tua yang ada di hadapannya itu. Begitu pula dengan Lei Cuan dan Jui Shin, mereka hanya diam saja menyimak percakapan Feng Guang dengan sang pemilik rumah."Mohon maaf, Tetua. Aku tidak paham dengan apa yang sudah Tetua katakan. Mohon dijelaskan." Feng Guang menangkupkan kedua telapak tangannya sambil membungkukkan badan. Sikapnya benar-benar terpuji, rendah hati dan sangat menghormati orang tua.Suhu Yin tersenyum lebar, lalu berkata, "Apakah kau ini murid Lui Shan?" Suhu Yin balas bertanya dengan memandang wajah Feng Guang.Feng Guang tercengang dan kaget mendengar pertanyaan sang tetua desa seperti itu. 'Tetua desa mengenal Kakek Lui? Ada hubungan apa di anta
Suasana semakin memanas, dua orang penjaga pintu gerbang itu tampak semakin geram saja dengan sikap Feng Guang."Kurang ajar sekali kau ini, kedatanganmu sudah membuat kegaduhan. Kami tidak akan tinggal diam!" bentak pria yang satunya lagi langsung melakukan serangan terhadap Feng Guang.Feng Guang yang sedari awal memang sudah terpancing emosi langsung maju dan melakukan perlawanan atas serangan pria tersebut. Sehingga mereka terlibat pertarungan, tentu tindakan mereka menjadikan suasana gaduh dan diketahui oleh murid-murid lain di perguruan kungfu tersebut.Beberapa murid langsung keluar, mereka menyaksikan detik-detik pertarungan Feng Guang dengan dua orang kawan mereka."Kita harus membantu kawan kita.""Tidak perlu! Lebih baik, kau lapor saja kepada ketua."Dengan demikian, salah seorang dari mereka langsung melaporkan kejadian itu kepada guru mereka. Tidak lama kemudian, pria bertubuh tinggi besar dengan mengenakan jubah warna kuning keemasan datang ke lokasi."Hentikan!" seru p