"Katakan namamu!" perintah Yohan saat telah duduk di hadapan pria yang bersama Jasmine semalam. "Thomas," ucap pria yang hanya mengenakan jubah mandi dengan suara yang sangat lirih, hampir tak terdengar oleh orang lain di ruangan itu.
Yohan menatap seluruh pria yang duduk di depannya intens, tinggi badan yang hampir setara dengannya dengan punggung lebar seperti telah menjalani latihan fisik selama bertahun-tahun serta fitur wajah yang indah dengan warna kulit kecoklatan pantas membuat Jasmine tertarik."Apakah kalian mabuk saat melakukannya semalam?" Yohan memandang sinis sepasang manusia di hadapannya. Jasmine bahkan tak mampu mengangkat wajahnya, dengan jujur dia menggeleng, "A-aku tidak mabuk, tapi d-dia aku tak yakin," ucapnya dengan tergagap, ibu jari tangan kirinya menunjuk ke arah Thomas.Jasmine sangat mengetahui tabiat Yohan saat sedang marah, ia selalu mendengar itu dari pelayan dari keluarga Radcliffe, jadi meski seluruh tubuhnya gemetaran karena takut Jasmine lebih memilih untuk jujur.Mata Yohan beralih menatap Thomas. Thomas yang merasakan tatapan tajam itu berucap, "Aku mabuk," Thomas menatap mata Yohan penuh ketegasan, bersikap seolah tak terintimidasi walau keringat dingin mengalir di punggungnya."Berikan nomor ponselmu, kompensasi akan diberikan atas keluarga Radcliffe. Jangan sampai kejadian semalam mengalir keluar dari media, kau tahu dia adalah seorang aktris bukan?" Thomas mengangguk menyanggupi ucapan Yohan, lantas perintah kembali diberikan saat setelah Thomas memberikan nomornya pada Devan, "Keluarlah!"Devan ikut keluar bersama Yohan, ia menyadari itu adalah ranah privasi dari bosnya. Saat setelah di dalam ruangan hanya tersisa dengan empat mata Yohan menarik umpatan yang berusaha keluar dari mulutnya. Wanita hanya harus mendengarkan ucapan baik."Kau yang menaruh obat?" tanya Yohan. Nada suara yang rendah semakin membuat Jasmine ketakutan, lebih baik Yohan berbicara kasar dengannya. Tak ada jawaban sama sekali dari Jasmine, bahkan setelah beberapa menit berlalu.Yohan mengacak rambutnya kasar, frustasi. "Jawab!" perintah Yohan kemudian menyilangkan kakinya. Tidak ada tanda-tanda jawaban akan keluar dari bibir Jasmine, isakan lirih terdengar. Bahu gadis itu gemetaran."Fuck!" umpat Yohan. Ia merasa kesabarannya semakin menipis, "Jasmine, dengarkan aku. Aku bukanlah pria yang memiliki kesabaran tanpa batas, jadi untuk kebaikanmu segera mengakulah!" ucapnya."Hanya ada pembatalan pertunangan jika kau mengaku sekarang, aku tidak akan melakukan pemutusan kontrak kerja," ucap Yohan tanpa menatap wajah Jasmine.Jasmine yang masih ketakutan berucap dengan suara yang gemetar, "Maafkan aku Yohan, aku yang melakukannya," ungkapnya. Mata sembab gadis itu menatap lurus ke depan, berharap Yohan membalas tatapannya."Lalu mengapa kau melakukannya dengan pria lain? Bahkan jika hal itu tak berhasil kau lakukan padaku, merupakan hal tabu bagi menantu keluarga Radcliffe berselingkuh. Meskipun kau berasal dari Jerman yang menganut sistem keterbukaan hubungan pasangan, membiarkan pasangan suami istri memiliki kekasih lain bahkan setelah mereka menikah, keluarga Radcliffe dengan tegas menolak hal itu," Yohan berhenti sejenak. Dia menarik nafas dalam-dalam, berharap meredakan amarahnya, "Tidakkah kau tahu itu?" tanyanyaTak ada jawaban yang keluar dari bibir gadis itu. Yohan berdiri kemudian berucap, "Lebih baik kau menjelaskan hal itu besok pada keluargaku!" ujarnya lantas berjalan ke luar kamar.Jasmine jatuh ke lantai, isakan tangis keluar dari bibirnya. Jasmine meruntuki kebodohannya, seharusnya Jasmine tak pernah memberikan obat itu pada Yohan. Yohan pasti merasa jijik pada dirinya. Tatapan mata pria itu saat melihat tubuh Jasmine pertama kali terus terngiang di kepalanya.Bagaimana Sekarang? Apa yang harus ia lakukan.•••Seorang gadis baru saja turun dari taksi dengan dua koper di tangannya. Thea, memilih menjual semua aset yang dia punya dari kerja kerasnya dan memilih untuk mencari tempat tinggal baru. I telah menjual apartemen pemberian dari kakeknya saat ulang tahun dan beberapa barang yang sudah tidak dia perlukan, Thea berencana membeli sebuah rumah kumuh dengan harga jual yang murah. Berharap hal itu dapat menghemat uangnya sampai beberapa bulan berikutnya.Matahari bersinar sangat terik hari ini, Brazil merupakan negara dengan iklim tropis. Meskipun dibesarkan dengan iklim ini sepanjang hidupnya Thea tetap tak terbiasa dengan panasnya yang tersisa menyengat.Hal itu mengharuskan Thea mengedipkan mata beberapa kali untuk menyesuaikan cahaya yang masuk pada matanya saat setelah keluar dari taksi. Setelah keluar dari taksi Thea memasuki sebuah pekarangan rumah sederhana, beberapa kali gadis itu mengetuk pintu hingga terdengar suara sahutan dari dalam."Ya, ada yang bisa saya bantu?" tanya seorang wanita dengan pakaian bermotif bunga yang melekat di tubuhnya. Mata wanita itu mengamati Thea dari atas ke bawah.Thea yang tak merasa nyaman dengan itu buru-buru mengucapkan maksud dari kedatangannya, "Begini Nyonya, saya dengar Anda ingin menyewakan rumah di pinggir kota," ujar Thea mengawali."Oh, iya silakan masuk. Mari bicarakan," sahut wanita itu. Kemudian ia membuka pintu lebar-lebar mempersilakan Thea berteduh.Saat akan duduk pada kursi setelah dipersilakan oleh Nyonya rumah, mata Thea melirik sekitar. Keadaan rumah yang cukup bagus untuk masyarakat kelas menengah."Jadi apa Anda sudah melihat keadaan rumah yang akan disewa terlebih dahulu?" tanya wanita itu mengawali pembicaraan, "Ya, saya sudah melihatnya. Namun, sebenarnya saya kemari bukan untuk menyewa," ujar Thea yang langsung ditanggapi oleh wanita di depannya, "Jadi apa maunya?" tanyanya."Apakah rumah itu diperjual belikan?" tanya Thea, bukan apa dia khawatir jika tidak bisa membayar sewa, lebih baik dia gunakan uang yang sekarang dia miliki untuk memenuhi kebutuhan primer.Wanita itu menatap Thea sebentar, "Akan mahal jika kau ingin membelinya, apa kau yakin?" tanya wanita itu. Thea memunculkan senyumnya "Ya saya yakin, saya akan membayar penuh jika Anda berniat untuk menjual rumah itu kepada saya," jawab Thea"Jika kau ingin membelinya itu seharga 65.000 real," ujar wanita tua yang membuat senyum Thea merekah, ternyata harga jualnya lebih murah dari yang Thea bayangkan. Dia mengira setidaknya itu membutuhkan 100.000 real."Baiklah Nyonya, saya akan segera mentransfer ke nomor bank Anda, jadi kapan saya bisa mulai menempatinya?" tanya Thea masih dengan senyum yang merekah."Kau bisa mulai tinggal saat surat sudah berganti nama, sekitar 5 hari setelah saya menyerahkan semua dokumen kepada pemerintah untuk diproses," ucap pemilik rumah, tanpa ekspresi."Ah iya, Anda bisa menyimpan nomor telefon saya jika ada yang ingin dibicarakan!" ucap Thea lalu menggeluarkan benda pipih dari dalam tas untuk bertukar nomor dengan Nyonya pemilik rumah."Baiklah jika begitu, saya undur diri. Ada beberapa hal yang perlu saya kerjakan," pamit Thea dengan senyum di akhir kalimatnya. Setelah melakukan hal yang dirasa cukup Thea berjalan menuju hotel terdekat, memesan kamar untuk satu Minggu. Gadis itu merebahkan tubuhnya, perasaan lelah membuncah, membuat matanya tertutup cepat. Kemudian beralih ke alam mimpinya*Real merupakan mata uang Brazil** 1 real= ±Rp.3000,00***65.000 real= ±Rp.189.130.000Jam menuju bahwa malam semakin larut, Thea telah berpindah dari balkon menuju sebuah kamar yang ditujukan oleh Yolanda. Sedangkan Yohan kini telah pergi entah kemana. Thea bersiap merebahkan tubuhnya setelah membersihkan tubuhnya tadi.Dalam gelap gadis itu masih terbangun, ia mengedipkan matanya beberapa kali ... berharap agar kantuk datang menghampiri. Tangan Thea terjulur ke atas perutnya, sekarang perutnya mulai membuncit. Gadis itu bersenandung dalam gelap, berharap hal itu dapat membuatnya mengantuk. Namun, nihil ... ia malah menginginkan Yohan berada di sisinya saat ini."Berhenti memikirkan papamu, mama mengantuk!" serunya, ia berbicara dengan bayinya sendiri. Thea terdiam, ia merasa bahwa apa yang baru saja ia lakukan adalah suatu hal yang aneh."Ayo tidur," ajaknya pada bayinya. Thea mulai menata bantal untuk membuat bagian kepalanya lebih tinggi. Gadis itu mulai memejamkan mata.Saat matanya benar-benar telah mengantuk ia merasa melihat
Canggung. Sebuah kata yang mampu menjelaskan kondisi Thea saat ini. Gadis itu kini tengah duduk di samping Yohan, mereka berhadapan dengan Yolanda yang menatap kedua sejoli itu dengan tatapan menelisik.Di ruangan ini hanya ada mereka bertiga, para pekerja yang biasanya selalu berada di sekitar Yolanda sudah pergi sedari tadi atas perintah dari Nyonya rumah tersebut."Sekarang bisa kamu jelaskan?" Rupanya Yolanda sudah tak sabar untuk menunggu penjelasan dari Yohan. Yohan mengangkat dagunya, ia menarik napas panjang agar memudahkannya menyelesaikan penjelasannya dalam sekali hentakan napas."Perkenalkan Mom, ini Thea. Aku akan menikah dengannya. Ada beberapa kejadian yang menimpa kami, dan aku memutuskan untuk memilih untuk menikahinya. Aku mohon Mom, tolong jangan menentang pilihanku yang ini," ujarnya dengan wajah datar seakan ini bukanlah hal yang terlalu sulit baginya. Wajah Yolanda tampak syok berat."Menikah?" tanyanya seakan memastikan. Yoh
Yohan, nama seorang pria aneh dengan segala misterinya. Thea bahkan sampai sekarang masih tak mengerti apa yang sebenarnya ada di dalam kepala pria itu, dia selalu melakukan segala hal dengan spontanitas ... Thea benar-benar tak bisa menebak langkah apa yang akan dipilih selanjutnya oleh pria itu, seperti saat ini."Kau ... Tinggal di sini, urus seluruh hal yang berkaitan dengan pernikahanku. Tak perlu mewah, cukup dengan pernikahan sederhana dengan mengucap janji di altar," ucap Yohan setelah memerintahkan pada Devan dan notarisnya untuk keluar dari mobil.Saat ini mereka sedang berada di parkiran, tepatnya mereka berdiri tepat di depan mobil milik Yohan."Anda meninggalkan saya, di sini?" tanya Devan memastikan. Yohan mengangguk mantap, lain dengan Devan yang berwajah senang ... notarisnya tak bisa mengendalikan raut wajahnya, mulutnya terbuka kaget tak terima."Apa? Kau tak terima?" tanya Yohan, sungguh mulutnya tak bisa dikontrol. Notarisnya menggeleng, deng
Yohan menghubungi Devan, pria itu meminta flat shoes/sandal wanita untuk dibawakan ke ruangannya. Pria itu berbicara cukup lama, entah apa lagi yang dia minta pada asistennya itu. Setelah beberapa saat ia bicara Yohan baru mematikan ponselnya, pria itu kembali memijat tumit kaki Thea.Pintu diketuk beberapa kali sebelum terbuka, wanita tadi kembali dengan membawa beberapa katalog di tangannya. Awalnya wanita itu terdiam kaget karena melihat atasannya memegang kaki seorang gadis yang tak di kenalnya, tapi ia berusaha untuk profesional dengan tidak memperdulikan hal itu."Permisi, Tuan. Ini beberapa koleksi pakaian pengantin yang toko ini miliki!" ujarnya, ia memberikan buku yang berisikan koleksi foto-foto baju pengantin kepada Thea dan Yohan. Yohan mengangguk, kemudian ia memberikan isyarat untuk wanita itu keluar."Ada yang kau sukai?" tanya Yohan setelah wanita itu benar-benar hilang dari pintu. Thea menengok ke arah Yohan."Sebenarnya apa hal i
Suasana di dalam mobil kembali hening setelah notaris tadi membacakan ulang beberapa poin yang mereka janjikan kemarin, Yohan memberikan beberapa poin tambahan pada perjanjian itu, diantaranya adalah:1. Pihak A (Yohan Radcliffe) bertanggung jawab penuh untuk menafkahi pihak B (Thea) selama masa perjanjian berlangsung.2. Pihak B wajib menerima seluruh hal yang diberikan oleh pihak A selama masa perjanjian berlangsung.3. Setelah masa kontrak berakhir ke dua belah pihak akan tetap berhubungan dengan baik.Thea membaca pembaharuan perjanjian itu dengan tenang, dahinya mengernyit kala mendapati poin ke dua. Gadis itu menatap lekat wajah pria yang tengah mengemudi di sampingnya.Yohan yang sadar bahwa dirinya tengah diperhatikan itu menengok, "Apa?" tanyanya santai. Tangan pria itu bergerak menyetel musik dalam mobilnya, ia memilih menyetel lagu milik mendiang Avicii—the nights."Apa maksudmu aku harus menerima seluruh barang yang kau berikan
Thea telah siap dengan pakaiannya beberapa saat lalu, gadis itu mengenakan gaun putih yang memiliki panjang hingga lutut. Rambutnya diikat mengenakan pita agar terkesan rapi."Kenapa, jelek ya?" tanya Thea saat melihat Yohan menelisik penampilannya."Jangan, gini aja. Cantik!" seruan Yohan membuat kecanggungan yang luar biasa di antara mereka berdua. Thea memilih untuk berpura-pura tak mendengarkan apa yang dikatakan oleh Yohan, gadis itu terus membereskan pakaiannya yang berada di dalam koper."Um, ayo pergi!" ajak Yohan. Thea mengerutkan dahinya bingung."Kemana?" tanya gadis itu tanpa beralih dari pekerjanya. Yohan berjalan masuk ke dalam kamar, ia mendudukkan tubuhnya pada ranjang sembari memperhatikan kegiatan yang tengah Thea lakukan."Rumah keluargaku," jawab Yohan mantap. Thea lantas menghentikan kegiatannya, ia menatap Yohan dengan wajah penuh tanda tanya."Kenapa?" Pertanyaan itu akhirnya terlontar juga dari bibir manis