Udara pengap, bau darah bercampur lumut mengendap di tiap sudut. Di ruangan sempit dengan penerangan minim, Wei Junsu duduk bersandar di dinding batu. Tidak ada lagi sisa kebangsawanan padanya. Rambut Junsu tidak lagi tertata, pakaiannya bahkan lebih buruk dari budak. Luka-luka di sekujur kulitnya tampak mulai membiru. Tiga penjaga berdiri di sudut ruangan, ketika suara langkah mendekat mereka membungkuk hormat dan dalam.Yunqin mendekat. Suara langkah sepatunya mengiris kesunyian. Wajahnya terangkat penuh bangga. Seorang penjaga membuka pintu jeruji besi lalu Yunqin masuk mendekati Junsu.“Aku sudah bilang,” desis Junsu serak, “aku tidak meracuni Li Wei. Aku tidak membunuhnya.” Yunqin tidak langsung menjawab. Ia berjongkok di hadapan ibunya, matanya menyipit memeriksa setiap goresan luka di wajah wanita itu. “Kalau begitu,” katanya dingin, “apa benar kau meracuni ayah selama bertahun-tahun? Termasuk Ibu Suri juga Kaisar terdahulu sebelum mereka wafat.”Junsu terdiam. Bibirnya berg
“Istriku, sekarang aku butuh bantuanmu.”Suara Qing Yuwen kembali mematahkan kesunyian sesaat yang menggantung di udara. Belatinya masih menggantung di sisi pinggang.Jiali mengangguk tanpa bertanya, lalu mengeluarkan bungkusan tipis dari balik jubahnya. Sama seperti Jiali, Yuwen ikut mengeluarkan sebuah bungkusan dari balik jubahnya kemudian meletakkannya di atas meja kecil di sisi ranjang. Qiongshing yang sedari tadi diam, ikut melangkah maju, menarik selendang dari balik lengan bajunya.“Kita tidak bisa membawanya keluar sebagai seorang Kaisar,” ucap Yuwen, matanya menatap wajah pucat ayahnya. “Kita harus menyamarkan penampilannya sebagai seorang perempuan. Sebagai ibuku. Ayo, kita bantu ayah berganti pakaian.”Qiongshing tidak membantah. Ia mengangguk setuju, mulai menggulung lengan bajunya, lalu membantu Jiali mendekati tubuh Kaisar Tao yang lemah.“Aku akan memastikan koridor utama kosong. Kita tidak punya waktu banyak.”Jiali mengangguk. Jemarinya mulai bekerja dengan cekatan,
Lentera minyak menyala redup. Di atas meja kerja, kertas berisi karakter demi karakter memenuhi permukaan gulungan. Tinta belum sepenuhnya kering dan tangan Qing Yuwen masih memegang kuas ketika suara lembut Jiali memecah keheningan."Kau tidak berencana untuk menyuruhku ikut pergi, bukan?"Ujung kuas Yuwen berhenti tepat sebelum menyentuh bagian akhir surat. Ia menoleh pelan, menatap istrinya yang duduk tepat di sampingnya. Yuwen diam sejenak, tetapi raut wajahnya tidak bisa menyembunyikan keterkejutan kecil yang ia rasakan. "Bagaimana kau tahu?"“Karena kau merasa adik-adikmu akan terancam bahaya bila mereka berada di sini bersamamu. Kau pasti berpikir hal yang sama tentang aku. Jangan berharap aku akan pergi dengan mudah. Aku tidak akan meninggalkanmu, Yuwen."Yuwen meletakkan kuasnya. "Aku hanya ingin memastikan kau aman.""Aku juga ingin memastikan hal yang sama padamu," balas Jiali, “dengarlah, jika memang hanya ada satu jalan yang berbahaya, aku akan menempuhnya bersamamu. Bah
Suasana di paviliun Kaisar makin mencekam. Napas Yunqin berat, dadanya naik turun, suaranya lantang menggema di antara dinding batu dan wajah-wajah pucat para pelayan.“Sebagai Pangeran Mahkota,” teriak Yunqin, “aku memerintahkan untuk menangkap dan menahan Permaisuri Agung di penjara kerajaan! Dengan tuduhan percobaan pembunuhan terhadap Yang Mulia Kaisar juga pembunuhan terhadap Permaisuri Li Wei!”“Berani sekali kau!” jerit Junsu. “kau menuduh ibumu sendiri?! Kau sudah gila!”Dua penjaga istana mendekat, ragu-ragu menatap sang permaisuri.“Jangan sentuh aku!” Junsu berteriak, merentakkan tangannya saat para penjaga coba mendekat. “Yunqin! Kau memfitnah aku! Meracuni Li Wei? Untuk apa? Aku tidak pernah memberikan apa-apa padamu! Dia tidak menghalangi rencanaku!” Junsu menunjuk Yunqin, “Kau yang membunuh Li Wei! Kau yang meracuninya dengan tanganmu sendiri!”Yunqin menarik senyumnya dengan tatapan penuh siasat. “Ibu menginginkan tahta ini! Bukan hanya Anming, tapi Negeri Zijian juga
Malam telah larut, tetapi meski sunyi, ketegangan paviliun utama kediaman kaisar belum mereda. Lampu-lampu minyak menyala temaram, bayang-bayang bergetar pelan di dinding-dinding batu. Suara langkah terburu Junsu terdengar menembus lorong panjang. Di belakangnya, seorang pelayan membawa baki perak berisi cawan porselen putih. Uap tipis mengepul dari dalamnya, aroma herbal samar menguar bersama ketegangan yang tidak bisa disembunyikan dari wajah sang permaisuri.Begitu pintu utama dibuka, Kasim Hong Li berdiri di sisi dalam, membungkuk dengan hormat. “Yang Mulia Permaisuri, Yang Mulia Kaisar sudah lebih baik,” ucapnya pelan.Kaisar Tao yang tengah duduk bersandar di kursi panjang di bawah lentera gantung, menoleh pelan.“Aku tahu kau pasti datang,” ujarnya lirih. “kalian semua, keluar.”Kasim Hong Li menatap sang kaisar sejenak. Tentu saja malam ini Kasim Hong enggan meninggalkan sang kaisar, tetapi ketika Kaisar Tao mengangguk seolah berkata semuanya akan baik-baik saja, Kasim Hong m
Kabar mengejutkan menyebar ke seluruh penjuru istana lebih cepat dari gerakan angin. Malam ini mendadak lebih riuh dari kebanyakan hari sebelumnya.Paviliun Li Wei dipenuhi langkah tergesa serta harapan tertahan. Para pelayan berlarian, tabib dipanggil, kain bersih dikerahkan. Di atas ranjang, Li Wei terbaring diam. Wajahnya sudah seputih kain selimut yang menutupi tubuhnya. Aroma darah dan akar-akaran bercampur dalam udara, menyelubungi seluruh kamar seperti kabut duka.Tabib wanita berlutut di sisi ranjang. Jemarinya sedari tadi coba mencari denyut nadi di pergelangan Li Wei. Ia menekan di beberapa sisi, menelisik teliti, tetapi yang ia rasakan tetap sama. Pelan ia melepaskan tangan Li Wei lantas membungkuk hormat, begitu dalam pada Junsu yang berdiri di dekat kaki ranjang dengan tubuh goyah.“Yang Mulia,” ucap sang tabib ragu. “Yang Mulia Permaisuri Li Wei, beliau … telah pergi.”Suara itu jatuh seperti palu hukuman ke lantai batu. Junsu memegangi sisi ranjang. Dunia di sekeliling