“Aku menunggumu di kamar, tapi tidak juga datang,” protes Qianyi menerobos masuk setelah seorang prajurit keluar dari Shufang Zeming.Zeming bangkit, berjalanenghampirinosgrinya lantas meraih tangan lembut yang sangat indah menurutnya. “Tidurlah lebih awal. Malam ini aku akan terlambat.”“Lagi?”Zeming tersenyum, tetapi tentunya senyumannya disambut kegelisahan Qianyi. “Aku berjanji segera menyelesaikan masalah ini. Laporan dari prajurit ... membuatku tidak tenang.”“Apa ada masalah lain?”“Seorang prajurit dari rombongan kekaisaran, pergi ke Hangzi setelah menerima sesuatu dari Kasim Hong Li.”“Menerima sesuatu?”Zeming mengangguk. “Sepertinya Kasim Hong Li meminta prajurit itu mengirimkan sepucuk surat. Ada yang aneh, tapi aku yakin sepertinya Kasim Hong Li mencurigai sesuatu.”“Apa mungkin berkaitan dengan pangeran kedua dari Anming?”Sekali lagi Zeming mengangguk. “Beberapa hari lalu aku membawa Kasim Hong Li ke pasar. Di sana dia tertarik pada sebuah kuda. Aku membayar kuda itu
Bab 63. Ketika Langit Tidak Lagi Menjawab.Yu Yong menatap surat tanpa segel resmi di tangannya, keningnya mengerut tajam. Tulisan tangan kasim Hong Li terpampang jelas. Ia mengenalinya dalam satu kali pandangan. Surat ini membawa lebih banyak pertanyaan daripada jawaban. “Apakah sekarang Tuan akan melapor ke ibu kota kalau Yang Mulia dan Nyonya hilang?” Suara Xiumei memecah hening malam. Gadis itu telah berdiri di ambang pintu, matanya mengamati wajah Yu Yong dengan kegelisahan yang serupa dengan Yu Yong.Yu Yong tidak langsung menjawab. Ia melipat surat itu perlahan, lalu memandang Xiumei. “Kau tahu betul, Xiumei. Ada banyak hal yang harus dipastikan sebelum melaporkan hal ini ke istana. Yang Mulia pasti tidak ingin membuat keributan yang tidak perlu.”“Tapi ini sudah terlalu lama, Tuan,” balas Xiumei, suaranya mulai meninggi. “aku takut kita terlambat. Tuan, mohon pertimbangan,” bujuknya lagi putus asa.Yu Yong menatap nyala lentera sejenak sebelum akhirnya berani menatap Xiumei.
Aroma asin laut tercampur amis darah busuk membuat para pelayan di belakangnya menutup hidung dengan lengan baju, tetapi Hong Li mengabaikan semuanya. Langkah Kasim Hong Li terhenti ketika pandangannya menangkap dua kain lusuh yang menutupi tubuh di atas tandu kayu. Ia berusaha keras untuk tegar walau sekujur tubuhnya gemetaran.Tidak kuat berlama-lama membayangkan yang ada di hadapannya adalah Yuwen, Kasim Hong Li berjalan mundur beberapa langkah hingga kemudian pandangannya beralih pada Yu Yong yang terlihat duduk di atas hamparan pasir bercampur kerikil pantai.“Kapten Yu,” panggil Kasim Hong Li.Yu Yong menoleh, tetapi masih tidak mau beranjak dari tempatnya duduk.“Apa yang terjadi? Itu … bukan mereka, kan?” tanya Kasim Hong LiYu Yong menundukkan kepala, tak menjawab.Kasim Hong Li berjongkok. Berkali ia mengguncang bahu Yu Yong “Katakan padaku, ini bukan Yang Mulia Pangeran Kedua dan Nyonya Han! Kalian … masih mencari mereka di tempat lain, bukan?”Suara tangis Yu Yong bercam
Pagi ini, langit di atas istana berwarna kelabu. Awan-awan tebal menggantung rendah, seolah turut berkabung atas kepergian putra istana. Gerbang utama istana telah terbuka lebar, menanti rombongan tandu yang membawa jasad Pangeran Kedua dan istrinya.Di sepanjang pelataran, para pelayan dan pejabat berbaris dalam keheningan. Jubah mereka berwarna biru gelap, rambut disanggul rapi, dan kepala tertunduk rendah. Sedangkan di depan gerbang, rakyat bersimpuh dengan penuh air mata.Bendera-bendera kekaisaran dikibarkan setengah tiang. Tidak ada suara selain desau angin yang merayap pelan di sela pilar-pilar batu.Tandu berhias ukiran naga dan burung fenghuang tiba di depan aula persembahan leluhur. Kain putih dan ungu yang melambai di sekelilingnya menjadi pertanda bahwa orang yang wafat bukan rakyat biasa, melainkan darah kekaisaran.Kaisar tidak keluar menyambut. Ini bukan bagian dari aturan, tetapi Selir Agung Shu Qiongshing akan menyambut ditemani kedua putrinya—Qinh Lien Hua dan Qing Q
“Aku tidak percaya!Jeritan Yunqin menggema ke penjuru ruangan. Sejak pagi ia berdiri di tengah kamar. Menolak untuk mengenakan pakaian duka yang telah dipersiapkan.Di hadapannya seorang kasim muda membawa baki berisi pakaian duka. Ia menunduk dalam-dalam, bersiap mendengar amarah karena Yunqin harus berangkat ke upacara pemakaman.“Yang Mulia, upacara pemakaman akan segera dimulai. Pelayan pribadi Nyonya Han sendiri yang memastikan identitasnya dan—”“Diam!”Yunqin mengangkat tangan, hendak memukul, tetapi tangannya menggantung di udara, lalu jatuh perlahan ke sisi tubuhnya. Matanya menerawang jauh, seolah coba menyangkal kenyataan yang sejak kemarin dijelaskan padanya. “Yang Mulia, Yang Mulia Kaisar Tao sudah menunggu,” bujuknya lagi “Aku tidak peduli!”Yang Mulia.”“Apa kau sudah dengar siapa yang bertanggung jawab atas segala?”“Semua sedang dalam penyelidikan.”Yunqin diam lanta tiba-tiba wajahnya berubah tegang. “Kau mengatakan kalau Jiali ditemukan di dekat Zijian, bukan? Se
“Yu Yong, katakanlah sesuatu,” mohon Kasim Hong Li pelan, nyaris tenggelam dalam bau lembab dinding batu dan jeruji berkarat. Kasim Hong Li menarik napas. Tidak menyangka kalau Yu Yong sama keras kepala seperti majikannya. Ia membungkuk di depan sel sempit itu, menatap pemuda kurus yang duduk diam dengan tangan terikat, wajahnya kusam dan luka-luka menghitam. Yu Yong tidak bergerak. Matanya kosong, mengarah ke lantai tanah yang becek. Ia seolah tidak mendengar, atau memilih untuk tidak mendengar. Untuk apa ia bicara? Semuanya telah selesai ketika Xiumei mengatakan kalau cincin itu adalah milik Han Jiali. Tidak ada yang perlu dijelaskan. Ia bersalah karena gagal menjaga majikannya dan mati adalah hukuman setimpal. Kasim Hong Li menelan ludah. “Kau tahu ini bukan hanya tentang dirimu. Jika kau masih seperti ini, aku tidak bisa membantumu. Kapten Gu tolonglah—” Langkah sepatu keras memotong kalimatnya. Dari ujung lorong penjara, iring-iringan langkah terdengar makin dekat. Arom
Langkah Yuwen mantap berjalan memasuki aula pemakaman. Ia mendekati altar dengan dua peti mati yang entah milik siapa. Yuwen menghela napas panjang. Tangannya meraih plakat yang dengan ukiran namanya sendiri, menaruhnya kembali lalu menatap ke sekeliling aula.“Mereka benar-benar melakukan penghormatan terakhir dengan baik,” cicitnya.Tiba-tiba, suara langkah tergesa-gesa terdengar di luar aula. Yunqin muncul di ambang pintu, wajahnya penuh kecemasan. Ia sempat terdiam beberapa saat ketika Yuwen berbalik dan balas menatapnya.Yunqin mendekati Yuwen, tanpa basa-basi, ia bertanya dengan nada terburu-buru, "Bagaimana keadaan Jiali?" Yuwen diam. “Bagaimana keadaan Jiali?” ulangnya dengan nada naik.“Mengapa Yang Mulia harus tahu kondisi istriku?"Yunqin terdiam sejenak. Ia lupa kalau adik tirinya tidak mungkin menjawab sesuai keinginan hatinya. Ia menatap Yuwen berusaha menahan emosi yang mulai naik ke permukaan. "Aku hanya ingin memastikan dia baik-baik saja.”“Yang Mulia di sini?” tany
“Benarkah?”Jiali mengangguk lantas memasukkan kembali kue bulan ke dalam mulut, tidak peduli ia sudah menghabiskan lebih dari lima potong kue.“Ya. Mana mungkin aku berbohong.”“Nyonya, kenapa cincin itu bisa ada di tangan orang lain?”“Aku tidak tahu, mungkin wanita itu membelinya dari orang yang merampokku. Sungguh mengerikan. Hanya karena aku memakai pakaian pelayan, aku dicap hina. Menyebalkan. Aku dijual ke rumah pelacuran.” Jiali menghabiskan air teh dalam satu tegukan lalu kembali menatap Xiumei. “Aku tidak menceritakan bagian itu pada ayah.”Mata Xiumei membulat. “Rumah pelacuran?“Ya, negara Zijian berhutang budi pada Yuwen karena dia membakar tempat terkutuk itu. Kami berlari ke hutan, dikejar dan Yuwen terkena panah. Kami terpojok hingga ke tebing. Aku menarik tangan Yuwen memaksanya terjun ke laut.”“Tapi, Nyonya tidak bisa berenang. Kenapa Nyonya melakukan itu?”Jiali urung meraih kue lantas menatap Xiumei. “Aku tidak ingin Yuwen celaka. Penjaga yang mengejar kami terlal
Aula utama istana dipenuhi ketegangan yang begitu pekat hingga suara napas pun terdengar seperti dentuman. Lentera-lentera diganti dengan pelita bersumbu lebar, memancarkan cahaya kekuningan yang menyorot pilar-pilar batu hingga menimbulkan bayangan panjang yang menari di dinding. Para pejabat berpakaian resmi berdiri di sisi aula, sementara beberapa pengawal berdiri siaga di tiap pintu masuk. Ketegangan dimiliki setiap wajah, tanpa terkecuali.Kaisar Tao pun telah duduk di singgasana. Di bawah sorotan lampu, sorot matanya tajam seperti pedang yang sudah diasah. Ia tak berkata apapun, hanya menatap satu per satu wajah tampak bersiaga bila dipanggil ke tengah aula.Qilan berdiri paling dekat dengan panggung utama. Jubah birunya kini berganti dengan pakaian kasual sutra putih. Noda darah yang tersisa di sudut lengan kirinya sengaja tidak ia sembunyikan. Kepalanya tertunduk, tetapi semua orang tahu isyarat tubuh yang ditunjukkan Qilan tidak mengandung rasa takut.Di sisi lain, Yuwen ber
Suara denting lonceng pengiring kereta klan Mei mulai terdengar mendekat. Pelayan-pelayan berdiri berbaris di sepanjang jalan utama menuju aula penyambutan, lentera-lentera digantung tinggi. Pantulan cahayanya tampak berkilau di permukaan batu dan logam.Permaisuri Agung telah berdiri di ujung tangga utama. Wajahnya tampak tenang, tetapi matanya memperhatikan tiap-tiap wajah di sekitarnya.Di sisi kirinya berdiri Sun Li Wei, sang menantu mengenakan jubah hijau zamrud dengan perhiasan juga mahkota di kepala. Sementara di sisi kanan, sedikit lebih jauh, berdiri Jiali—istri sah Yuwen, wajahnya menyiratkan keteguhan sekaligus ketegangan.Yuwen berdiri setengah langkah di belakang Permaisuri Agung. Mengenakan pakaian kebesaran resmi berwarna gelap, dengan bordir naga hitam di ujung lengan yang selaras dengan Jiali. Sikapnya tetap tenang, nyaris beku, tetapi tatapannya sesekali melirik ke arah Jiali.Kereta utama berhenti tepat di depan tangga. Tirai disibak pelan, dan dari dalam keluar seo
“Sungguh? Aku menyebutnya begitu?” Xiumei mengangguk, “Apa … dia marah?” Kali ini Xiumei tidak berkomentar bahkan tidak memberikan reaksi apa-apa. Jiali mendesah, terdiam sesaat lalu melipat lengan di atas dada. “Ah, sudahlah, dia memang bedebah sialan. Seharusnya dia minta maaf padaku atau setidaknya menjelaskan tentang alasannya dia tidak mau membatalkan pernikahannya dengan Qilan. Xiumei, apa kau sudah mencari tahu siapa Mei Qilan?” Xiumei mengangguk kecil. Tangannya bergerak ke sisi pinggang, menarik selembar catatan kecil yang terselip rapi di balik ikat kainnya. Ia membukanya perlahan dan mulai membaca dengan suara pelan, tetapi jelas. "Mei Qilan. Putri dari Klan Meiyang. Klan tua yang dulu dikenal sebagai pelindung utara kekaisaran. Dia adalah perempuan pertama yang diizinkan mengikuti pelatihan militer penuh di keluarga itu, tapi juga yang pertama diusir." Jiali mengangkat dagunya sedikit. "Kenapa?" "Karena dia membentuk kelompok sendiri tanpa izin. Pasukan yang tidak tun
“Nyonya ingin mandi dulu atau langsung beristirahat?” tanya Xiumei berjalan pelan ke sisi Jiali.Jiali tak menjawab. Ia duduk di kursi rias. Matanya kosong menatap ke depan.Xiumei melepaskan jepit-jepit di rambut Jiali, bertanya lagi, “Kudapan malam, Nyonya? Dapur menyiapkan sup kacang merah.”Masih tak ada suara.Xiumei menggigit bibir. Berpikir apakah Jiali masih syok karena tadi ikut melihat proses persalinan. Ia beringsut, mencoba menawarkan lagi, “Kalau begitu, hamba ambilkan teh hangat—”“Pergilah, Xiumei.” Suaranya pelan, tetapi cukup untuk membuat Xiumei membeku. Xiumei memberi hormat. “Baik, Nyonya.”Langkahnya perlahan menjauh, pintu ditutup tanpa suara.Jiali masih diam di tempat. Menatap ke arah cermin di hadapannya. Namun, refleksi yang tampak bukan pantulan bayang dirinya.Yang dilihatnya adalah wajah Zili. Mata lelaki itu basah oleh rasa takut kehilangan, mencengkeram kedua tangan Qing An seolah dunia runtuh bila istrinya pergi.Hati Jiali bertanya. Apakah Yuwen akan
Qiongshing tiba kamar Kaisar, tapi di ambang pintu langkahnya tertahan karena matanya menangkap sosok lain selain sang Kaisar.Permaisuri Wei Junsu tengah duduk anggun di sisi tempat tidur, menatap tabib yang sedang meracik ramuan di mangkuk porselen. Kaisar sendiri bersandar lemah di bantal, wajahnya pucat, dahi sedikit basah oleh peluh.Qiongshing berdiri diam. Belum sempat ia mengucapkan salam atau pertanyaan apapun, suara serak Kaisar memecah keheningan.“Aku tidak apa-apa,” ucapnya pelan, seolah memahami apa yang terlintas di benak Qiongshing. “hanya sedikit pusing.”Qiongshing menunduk sopan, tetapi matanya tak lepas dari Permaisuri Junsu. Ia segera memalingkan wajah dan hendak mundur keluar ruangan, tak ingin terlihat lancang atau menyela kebersamaan pasangan utama istana.Namun, sebelum ia bisa berbalik sepenuhnya, suara Junsu terdengar, tenang, tetapi penuh selidik.“Kedatanganmu pasti membawa kabar penting, bukan begitu, Qiongshing?” ucapnya dengan senyum tipis. “terlebih, k
"Nyonya, tadi pagi Tuan Gu Yu Yong datang,” ungkap Xiumei hati-hati sembari menyisir pelan rambut Jiali. Xiumei terdiam menunggu Jiali berkomentar lalu meletakkan sisir giok di meja. “Nyonya, katanya ... Yang Mulia Kaisar memerintahkan Yang Mulia kembali ke istana untuk persiapan pernikahan,” lanjut Xiumei ragu.Tetap tidak ada reaksi dari Jiali.Xiumei menelan ludah, lalu melanjutkan, “Tuan Gu juga bilang, kalau Nyona tak ingin ikut ... itu tidak apa. Yang Mulia tidak memaksa.”Diam. Hening yang menggantung seolah membuat waktu terhenti.Xiumei mulai panik dalam hati. Ia takut Jiali akan meledak, meneriaki, memecahkan cermin, atau kembali menghilang seperti sebelumnya. Namun, Jiali hanya menoleh perlahan, menatap Xiumei dalam-dalam.“Bersiaplah,” ucapnya mantap. “Aku akan ikut tinggal di istana. Aku akan menemui ayah untuk berpamitan.”Xiumei menegang. Tangannya refleks meremas sisi jubahnya sendiri. Entah mengapa Xiumei berharap Nyonya-nya itu berteriak, menangis, membalikkan meja
Langit belum sepenuhnya gelap ketika Yuwen kembali ke kediaman keluarga Han. Jejak langkahnya terlihat cepat, seolah berharap dirinya sampai sebelum semuanya terlambat.Begitu melewati lorong panjang menuju kamar Jiali, pandangannya langsung tertarik pada sosok di kejauhan. Istrinya tampak duduk sendiri di dalam gajebo yang terletak di tengah taman kecil, dikelilingi semak dan pohon-pohon muda yang sedang merekah. Bahunya merunduk, dan dari tempatnya berdiri, Yuwen bisa melihat betapa kosongnya sorot mata Jiali. Ia tidak pernah melihat Jiali seperti itu sebelumnya. Yuwen hendak kembali melangkah, tetapi lengannya ditarik oleh seseorang. Yuwen menoleh.“Jangan dekati dia dulu,” ujar Dunrui.Ayah mertuanya berdiri di sisinya, pandangannya lurus ke arah gajebo. Di belakangnya, Xiumei berdiri menunduk, membawa baki berisi mangkuk kecil dan semangkuk bubur hangat yang mulai kehilangan uap.“Dia baru kembali tadi sore. Tak bilang apa-apa soal ke mana perginya,” lanjut Dunrui pelan, sepert
“Yang Mulia, kamar sudah disiapkan. Yang Mulia sudah bisa beristirahat,” ujar Yu Yong yang muncul dari arah selatan kediaman Keluarga Han.Yuwen tidak menjawab, hanya mengangkat dagu ke arah kursi kosong di depannya. “Duduklah. Temani aku minum.”Tanpa banyak tanya, Yu Yong duduk. Yuwen mengambil cawan kosong dan menuangkannya penuh, lalu dengan tenang mengisi cawan miliknya yang nyaris kering.“Katanya malam ini, aku tidak memiliki Istri,” lanjut Yuwen sambil menatap permukaan arak.“Yang Mulia, hamba dengar dari Xiumei, Nyonya menyukai—”“Sebaiknya kau tidak menikah,” potong Yuwen memutar cawan di jemari lantas meneguk isinya hingga tak bersisa.“Mohon ampun Yang Mulia, tapi hba rasa sepertinya lebih baik Yang Mulia mulai membujuk nyonya,” sarannya.Yuwen memiringkan kepala, menatap Yu Yong dengan mata setengah menyipit lalu tertawa pelan. “Aku? Membujuknya?”Yu Yong terdiam. Belakangan ini, Yu Yong lega karena sepertinya Yuwen mulai membuka diri. Meskipun Yuwen masih mencurigai Jia
Semua orang waspada ketika sosok berpakaian hitam melompat turun dari plafon lalu mendarat tanpa suara di depan mereka. Wajahnya tersembunyi di balik topeng kain hitam yang hanya menyisakan sorot matanya saja.Yu Yong langsung melangkah maju. Pedangnya dicabut ketika lelaki bertopeng itu mengangkat tangan lantas melepas penutup wajahnya.Topeng hitam itu jatuh ke lantai. Semua terdiam.Jiali membeku seolah seluruh dunia berhenti berputar.“Yuwen?” bisiknya nyaris tak terdengar.Mata mereka bertemu. Tak ada senyum dan tentu saja akan ada yang menuntut penjelasan pada akhirnya. Yuwen menyapu pandangannya ke seluruh ruangan sebelum berhenti pada Qilan sementara Qilan maju mendekat lantas tersenyum. “Baiklah, aku rasa semua sudah lengkap. Jadi, mari ikut aku.”Mei Qilan berbalik pergi meninggalkan keheningan canggung. Tak seorang pun bergerak, hingga akhirnya Yuwen mendahului langkah, menyusulnya tanpa berkata sepatah kata pun.Jiali menatap punggung suaminya yang menjauh, dadanya sesak