Dengan refleks yang cepat, ia mendorong Radit ke samping, menjauhkan dirinya dari jalur jatuhnya lampu. Namun, dalam prosesnya, Tuan Husen tidak dapat menghindari sepenuhnya dan lampu kristal itu mengenai bagian atas kepalanya.Suara erangan kecil keluar dari bibir Tuan Husen ketika ia terhuyung ke belakang, darah mulai mengalir dari luka di kepalanya. Radit yang terdorong ke samping, terkejut melihat kejadian itu dan langsung berlari ke arah Tuan Husen untuk membantunya.Pesta yang tadinya meriah itu berubah menjadi kekacauan, dengan tamu-tamu yang berteriak dan berusaha menjauh dari tempat kejadian. Sementara itu, Harris diam-diam meninggalkan ruangan, seolah-olah tidak ada yang terjadi."Seseorang cepat panggil ambulans! Tolong!" teriak Radit. Ia memegangi kepala sang ayah.Matanya mencari-cari sosok ibu tiri dan juga Harris yang nyatanya hilang ditelan bumi."Brengsek!" maki Radit.Tuan Rudi berlari ke arah Radit lalu naik ke atas podium. "Tenang! Aku sudah menelepon bala bantuan
Radit berdiri di muka cermin. Ia hari ini tampil menggunakan setelan jas berwarna putih dengan dasi kupu-kupu melingkar di lehernya. Dia akan menjadi bintang malam ini. Tuan Husen akan mengumumkan soal kebenaran siapa dirinya di depan publik. "Dit! Ayo cepat turun! Kita sudah hampir terlambat," teriak Tuan Rudi dari lantai bawah.Radit menyunggingkan senyuman sinisnya."Kita lihat seperti apa terkejutnya ayah mertua nanti dengan semua ini."Radit menuruni anak tangga. Sementara Tuan Rudi sudah memberi sinyal klakson mobil beberapa kali agar Radit bergegas."Kau ini lelet sekali!" serunya kesal."Apakah ayah yang malam ini akan menyetir?""Ya. Bisa-bisa saat kita tiba, pestanya sudah selasai kalau kau seperti bekecot begitu," ketus Tuan Rudi.Radit tak menggubris omelan mertuanya. Dia duduk di kursi samping supir. Tak lama ponsel Radit berbunyi. Ada nama Lucy di layar itu. Radit tersenyum lalu bergegas mengangkatnya. "Kau dan ayah sudah berangkat ke pesta?" tanya Lucy di seberang san
"Tidak semua. Hanya 90 persen dari seluruhnya. Ayah masih memberiku 10 persen."Nyonya Soraya menggelengkan kepalanya dan menegakkan wajahnya dengan angkuh."Kenapa kamu seperti tidak marah dengan ketidakadilan yang ayahmu lakukan kepada kita, hah? Apakah ayahmu tidak ingat jika dia memiliki cucu lainnya? Kenapa anak yang baru muncul setelah puluhan tahun menghilang yang mendapatkan semuanya, hah?" protes Nyonya Soraya."Soraya, apakah aku harus memprotes semuanya di depan kuburan ayahku? Apakah aku harus menuntutnya padahal dirinya sudah tiada? Kamu pikir aku tidak marah? Aku marah jelas. Aku merasa tidak adil, itu juga sudah jelas. Tapi bagaimanapun aku tidak bisa berbuat apa-apa."Harris yang daritadi diam saja sekarang justru tertawa sambil mengeluarkan air matanya."Lelucon macam apa ini? Hahahaha! Aku lumpuh dan sekarang aku miskin. Sementara Radit, dia yang dulunya sampah sekarang mendadak menjadi pewaris Cakranomoto. Hahaha!"Kedua orang tua Harris beralih melihat Harris. Nyon
Sore yang mendung. Beberapa pelayat mulai silih berganti berpamitan untuk pulang. Keputusan Tuan Mandala untuk melepaskan semua alat bantu di tubuhnya membuatnya hanya bertahan beberapa jam di ruangan ICU. Radit hampir saja nekat menjadi pendonor untuk sang kakek. Hanya saja, Tuan Husen bersikeras menolaknya."Kenapa?" tanya Radit saat itu. Ia masih merasa Tuan Husen meragukannya sebagai putra di keluarga Cakranomoto."Kakekmu tidak ingin hidup dihantui rasa bersalah. Dia ingin tenang." Hanya itu jawaban dari Tuan Husen selepas menandatangani surat dari rumah sakit untuk mengurus jenazah dari mendiang sang ayah.****PLAAAKKK!"PUAS KAMU SEKARANG, HAH!" Mendadak Nyonya Soraya mendaratkan tamparan keras ke wajah Radit hingga pipi pria itu memerah. Berapa pelayat yang tersisa semua terkejut dengan tindakan Nyonya Soraya, begitu juga Tuan Husen."Soraya! Apa yang kamu lakukan, hah?" Tuan Husen naik pitam. Ia menarik paksa istrinya untuk menjauhi Radit."Suamiku, kenapa kamu masih mem
Bak petir yang menyambar di siang bolong. Tuan Husen terhuyung mendengar kabar itu. Baru saja, putranya Harris dikabarkan koma. Kini ayahnya, Tuan Mandala juga dikabarkan kritis."Aku akan menemui dokter dan melihat keadaan ayah," ucapnya kepada Nyonya Soraya.Nyonya Soraya yang duduk hanya bisa menangis."Dit, ikut denganku!" ajak Tuan Husen.Radit mengangguk pelan. Biar bagaimanapun kondisi kakeknya juga memprihatinkan. Radit tidak bisa menutup mata untuk cuek dengan keadaan genting itu.Radit pun mengikuti langkah Tuan Brando dan Tuan Husen.****Tiba di depan ruangan ICU, Radit dan Tuan Husen menunggu dokter selesai memberikan tindakan. Tak lama berselang, dokter dan suster keluar dari ruangan itu."Dokter bagaimana keadaan ayah saya?" tanya Tuan Husen."Tuan Mandala kondisinya masih belum stabil. Hanya saja–""Hanya apa dok?""Tuan Husen, apakah Anda tahu jika ayah Anda menginginkan semua alat bantu yang terpasang di tubuhnya sekarang harus dilepas?"Tuan Husen terbelalak. "Apa?
"Kau tahu siapa aku? Aku adalah Raditya Cakranomoto.""Apa? Bagaimana mungkin ... Itu artinya kau dan Harris–""Aku tidak peduli aku dan dia memiliki hubungan darah atau tidak. Tapi perlu kau tahu, aku memiliki kekuasaan melebihi Harris. Percaya atau tidak, kalau kau berkhianat lagi kepadaku. Maka kau akan menanggung akibatnya!" kecam Radit.Radit meninggalkan Max begitu saja dari penjara bawah tanah. Max berteriak memanggilnya penuh histeris. Menjerit meminta dikasihani, sayangnya Radit tak mengindahkan.Radit berjalan ke luar gedung kosong. Tuan Brando menyambut tuan mudanya dengan mobil mewah."Kau sudah siapkan apa yang aku minta?" tanya Radit dengan wajah dinginnya."Apakah Tuan yakin kali ini pria itu tidak berkhianat kepada Anda? Jika tidak, biar saya saja yang melakukannya untuk memberi ganjaran kepada Tuan Harris," ucap Tuan Brando sedikit khawatir.Radit menggeleng."Aku ingin melihat apakah Max berani berkhianat kepadaku lagi setelah apa yang sudah ia lewati di penjara bawa