Share

5-Daftar Hitam

last update Last Updated: 2023-07-25 11:28:02

‘Apa yang dilakukan bos besar sepertinya di tempat ini?! Bukannya Damian tinggal di New York?! Apa aku sudah melakukan kesalahan?!’ pekik Shanon dalam hatinya.

Lamunan Shanon buyar ketika pria itu dengan dingin berkata, “Kau sangat ahli membuat keributan, Nona.”

Jantung Shanon berdegup sangat cepat ketika menyadari bahwa pria sempurna itu sedang mendekatinya. Ia tidak bisa mencerna kalimat bernada mengejek yang dilontarkan Damian, karena pandangannya sudah tersihir oleh ketampanan pria itu.

‘Garis rahangnya—astaga! Aku tak seharusnya melamun!’ tegur Shanon pada dirinya sendiri.

“Tu—tuan Damian. A—apa saya membuat masalah?” cicit Shanon.

Tangannya meremas kuat selimut yang menutupi tubuhnya. Gadis itu ingin bersiap, kalau-kalau Damian mencaci maki dirinya.

Damian menggeser tirai yang sebagian sudah lepas dan menjuntai sampai ke lantai itu sambil menjawab, “Yeah. Sedikit banyak. Tapi, sebagian juga kesalahan saya. Saya minta maaf.”

Tertegun. Bukannya Shanon tidak terima dengan kata-kata Damian, justru karena apa yang keluar dari bibir Damian sangat jauh dari prasangkanya.

Shanon sudah yakin kalau Damian yang selalu dibicarakan para sekretaris adalah pria dingin yang tidak banyak bicara. Sekalinya bicara, pasti menyakitkan.

Nyatanya, pria itu bahkan meminta maaf padanya.

Tak mendapat respon dari Shanon, pria tampan yang hampir membuatnya jantungan itu menambahkan, “Setelah ini silakan Anda berobat sekehendak hati. Untuk pembayaran, bicarakan dengan sekretaris saya.”

Tanpa menunggu jawaban Shanon, Damian pun segera keluar dari ruangan itu.

Suara pintu yang terbuka lalu menutup lagi, menyadarkan Shanon kalau ia tidak bersuara sama sekali sejak tadi.

‘Astaga! Aku bahkan tidak bisa berterima kasih saking gugupnya!’ raung Shanon tanpa suara.   

Baru saja ia akan memejamkan mata, pintu ruangannya kembali dibuka. Kali ini ia tidak mengenali orang yang masuk ke ruang perawatannya. Jadi, ia bertanya, “Maaf mencari siapa?”

“Ah! Anda sudah sadar rupanya, Nona Shanon. Saya sekretaris Tuan Damian Vadis. Panggil saja saya Chris,” sapa pria itu memperkenalkan diri.

Shanon pun langsung membalas sapaannya. Setelah cukup lama tersadar, gadis itu sudah tidak lagi merasa pusing. “Senang mengenal Anda, Tuan Chris.”

Chris tersenyum ramah. Ia tidak menyangka kalau Shanon akan menyematkan panggilan ‘tuan’ padanya, bahkan setelah ia meminta untuk memanggilnya dengan nama saja.

“Apa Nona masih ingin beristirahat di rumah sakit? Saya rasa tidak akan masalah jika Anda dirawat untuk satu minggu ke depan. Sepertinya—“

Gelengan kepala Shanon segera menghentikan ucapan Chris. Gadis itu tidak mungkin bisa menghabiskan banyak uang untuk dirawat di rumah sakit ini.

Kalau sebelumnya ia dilarikan ke rumah sakit mewah ini, itu hanya karena perusahaan membayar biayanya ketika ia masih menjadi karyawan. Tetapi saat ini, kondisi Shanon telah berubah.

“Apa Nona sudah merasa lebih baik?” tanya Chris dengan wajah khawatir.

Ia juga tak ingin kalau terjadi sesuatu pada Shanon yang notabene masuk rumah sakit karena bersinggungan dengan sang atasan.

“Saya tidak apa-apa, Tuan Chris. Saya bisa pulang hari ini juga.”

Kening Chris berkerut tak setuju. Ia bisa melihat bibir Shanon yang masih terlihat pucat. Netra yang sayu seolah tidak pernah beristirahat. Tapi, ia bukanlah orang yang berhak menahan Shanon, jika memang gadis itu lebih ingin beristirahat di rumah.

“Apa mungkin Nona memikirkan pembayaran? Tuan Damian sudah melunasi semua—“

Lagi, Shanon menggeleng kuat. “Saya tidak mau merepotkan Tuan Damian.”

Chris pun menghela napas panjang. Tak bisa lagi menahan Shanon untuk beristirahat di rumah sakit. “Kalau begitu, ijinkan saya mengantar Anda, Nona.”

Kali ini Shanon mengangguk. Setidaknya, ia sadar kalau tubuhnya masih tidak sekuat pengakuannya tadi.

***

Hari ketiga setelah Shanon keluar dari rumah sakit.

Gadis itu mulai frustrasi, karena tidak ada satupun perusahaan menerima surat lamarannya. Bahkan ketika memberanikan diri bertanya pada beberapa teman sekretarisnya, tidak ada satupun yang mau membantunya.

‘Apa mereka membenciku karena video itu? Jadi, aku sudah benar-benar dianggap seorang pelakor?’ rintih Shanon menahan sakit hatinya.

Tak tahu harus mencari pekerjaan di mana lagi, Shanon memutuskan untuk mengunjungi makam kedua orangtuanya.

Makamnya cukup jauh dari tempat Shanon tinggal saat ini, sehingga bisa dicapai dengan menggunakan kereta kota. Ia berpikir untuk menikmati perjalanannya sambil menenangkan diri.

‘Aku masih tidak tahu, haruskah aku membunuh bayi ini?’ batin Shanon sambil menyentuh perutnya yang masih rata itu. Air mata penyesalan pun kembali turun.

Lagi, pikirannya menyesali masa lalu yang tak kan pernah bisa ia ubah. ‘Seandainya hari itu aku tidak membawa Tuan Julian ke apartemen ... seandainya hari itu aku langsung berlari ke luar apartemen ....’

Perjalanan 30 menit dengan kereta pun berakhir. Shanon segera turun dari gerbong yang ternyata hanya berpenghuni 3 orang itu.

Setelahnya ia harus berjalan sebentar untuk tiba di area pemakaman. Tersungkurlah gadis yatim piatu itu di depan makam orangtuanya. Seolah ia bisa melihat tangan mereka yang merentang, memberi ucapan selamat datang padanya.

“Mama, Papa, maafkan Shanon,” raungnya sambil memeluk nisan yang mengukir nama dua orangtuanya.

Lama, Shanon terduduk di atas rumput menangisi hidupnya. Dan seolah mendapat kekuatan untuk menegarkan hati, Shanon pun mengurungkan niatnya untuk menggugurkan kandungan.

Ia berniat untuk membesarkan anak itu, darah dagingnya.

Tengah menangis, tiba-tiba ia merasakan ponselnya terus bergetar pendek-pendek, menandakan pesan baru diterima alat komunikasinya itu.

Mencoba menenangkan diri, Shanon pun menyeka air matanya dan mengeluarkan ponsel dari tasnya.

Kerutan di dahinya pun nampak. Seorang teman lama di perusahaan awal ia bekerja, mengirim pesan padanya.

‘Caren?’ batin Shanon.

Detik berikutnya ia sudah terkikik geli, setelah membuka pesan dari temannya yang bernama Caren itu.

Pasalnya Caren mengirim pesan per huruf. ‘Dasar gila! Makanya jadi terus bergetar tak jelas.’

‘AKU PERLU MENELEPONMU’ satu per satu huruf itu diketik dan dikirim Caren padanya, membentuk garis lurus ke bawah.

Dan tak lama kemudian, ponselnya bergetar panjang. Nama Caren muncul di sana.

Setelah menarik napas beberapa kali, untuk menenangkan dirinya, Shanon pun menerima sambungan telepon itu.

“Hal—“

“Shan! Beritamu heboh!” seru Caren begitu tersambung dengan Shanon.

Shanon pun mengerutkan dahinya. Kalau ini soal video tentang dirinya, bukankah itu sudah lama heboh. ‘Kenapa baru sekarang dia heboh?!’

“Maksudmu video itu?” tanya Shanon mengkonfirmasi.

Namun Caren menggeleng, walau ia tahu Shanon takkan bisa melihat gelengannya. Ia pun berseru panik, “Bukan! Ternyata namamu masuk dalam daftar hitam sekretaris sejak dua bulan lalu! Aku baru saja tahu.”

Hati Shanon mencelos. Kini ia tahu penyebab dirinya kesulitan mencari pekerjaan. Keajaiban baginya bisa bekerja di Wiener Corp.

“Dan kau tahu, siapa yang membuatmu masuk dalam daftar hitam itu?!” lanjut Caren lagi dengan nada penuh misteri.

Shanon punya tebakan, tapi ia tak mau menuduh ketika belum ada bukti. Walau sebenarnya, sudah jelas baginya, siapa yang punya kuasa untuk melakukan hal itu.

Caren pun menjawab dengan suara seperti orang berbisik melalui sambungan telepon itu.

“Pamella Simons.”

Continue to read this book for free
Scan code to download App

Latest chapter

  • Kembalinya Sang Sekretaris Teraniaya   54-Masa Depan yang Indah

    “Jangan bicara sembarangan, Avantie!” seru Damian yang tidak rela label palsu itu bisa saja didengar Shanon. “Shanon akan segera menjadi istriku.” “Aku tidak sembarangan. Ada video—” “Shanon di jebak, Avantie,” potong Herv cepat, tak ingin lagi membahas masa lalu Shanon yang ia yakin tidak baik kalau sampai Shanon mendengarnya lagi. Lagi, Herv menambahkan, “Pelakunya sudah menyatakan permohonan maaf mereka dan sudah mengakui semua kesalahan. Yang sudah terjadi tidak bisa diubah, tapi Shanon sudah membersihkan namanya.” Damian turut mengangguk, membenarkan ucapan sang kakek. Mendengar kenyataan terbaru itu, Avantie tak bisa lagi berkata-kata. Ia tidak menyiapkan diri untuk hal ini. Tidak tahu lagi apa yang harus ia lakukan untuk mempertahankan Damian. “Tapi aku lebih mencintaimu, Damian,” rintihnya sementara air mata mulai mengenang dan tak sedikit yang berjatuhan di atas pangkuan gadis malang itu. Herv menatap Damian, memberinya isyarat agar cucu laki-lakinya itu mengatakan s

  • Kembalinya Sang Sekretaris Teraniaya   53-Masa Lalu Shanon

    “Lihat, Pa! Perempuan ini pasti menggoda Damian!” pekik Avantie sambil menunjukkan foto Shanon dan Damian masuk ke dalam mobil yang sama. Bahkan si pengintai yang dibayar Avantie juga melaporkan kalau mereka pergi ke butik gaun pernikahan setelah selesai dari pemakaman.Lemuel mendengarkan rengekan Avantie sambil memijat pelipisnya, tidak tahu harus bertindak bagaimana untuk memenangkan hati Damian yang baru disadari tidak pernah punya perasaan pada putrinya. Katanya, “Papa tidak bisa sembarang bergerak, Vantie, Nak. Jangan sampai kita membuat Herv marah dan kau malah kehilangan segalanya, Avantie.” Netra Avantie menyalak marah. “Apa maksud Papa? Damian adalah segalanya buatku! Kalau aku tidak bisa memilikinya, apa lagi yang Papa maksud dengan ‘segalanya’?!”Desahan berat terdengar keluar dari sela bibir Lemuel. Ia tahu kalau Avantie tidak pernah tahu tujuan lain ia bersikeras menjodohkannya dengan Damian adalah demi mendapatkan keyakinan bahwa seumur hidup, Avantie tidak akan kehi

  • Kembalinya Sang Sekretaris Teraniaya   52—Pengakuan

    ‘Apa benar aku akan menikahi pria sempurna ini?’ Shanon diam-diam melirik ke sisi kanannya, di mana Damian duduk. Pria itu tidak melepaskan rangkulan di bahu Shanon, membuat gadis itu sedikit canggung dibuatnya.Ia jadi ingat bagaimana dulu teman-temannya paling berisik kalau Damian muncul dalam wawancara berita di televisi. SHanon tak sengaja terkekeh membuat Damian mengangkat salah satu alisnya. “Senang-senang sendirian, hm?” ledek Damian. Shanon menggelengkan kepalanya sementara tangannya menutupi bibir yang berusaha sekuat tenaga menahan tawa.“Apa ada yang aneh dengan penampilanku? Aku akan bertemu dengan Almarhum orang tuamu. Aku harus tampil baik, Shan.” Damian mencoba mengorek alasan di balik wajah bahagia Shanon barusan. Lagi, Shanon menggeleng dulu sebelum menjawab, “Tidak. Kau sempurna. Tidak ada yang perlu kau khawatirkan soal penampilanmu, Damian.”‘Sudah mau datang ke makam mereka saja, aku sudah bersyukur. Pria berstatus tinggi sepertinya mendatangi makam orang tuak

  • Kembalinya Sang Sekretaris Teraniaya   51-10 Tahun Mengenalnya

    51“Kak Damian, jangan bercanda,” kekeh Shanon dengan canggung. Ia tak tahu harus menatap ke mana, karena matanya terus saja kembali pada benda bulat melingkar yang duduk manis di dalam kotak itu. Lagi katanya, “Kau bukannya akan menikah dengan Avantie? Dan lagi, aku—”“Aku tidak pernah mengakui pertunanganku, apalagi menikahinya,” potong Damian dengan tenang. Rahang Shanon seperti lepas dari engselnya, ia tidak menyangka kalau selama ini semua kesedihan atas kenyataan rencana pernikahan Damian dan Avantie sia-sia belaka. Padahal pria itu sama sekali tidak menganggap hal tersebut ada.Damian menambahkan, “Aku menunggu sampai kau selesai dengan urusanmu, untuk menikahimu. Jadi, berhenti memanggilku dengan sebutan ‘kakak’. Aku bisa menjadi suamimu.”Belum sempat membalas ucapan Damian, sebuah tawa menggelegar terdengar memasuki ruangannya. “Kalian ini, jangan lupa menutup pintu. Ha! Ha! Ha!” Herv masih saja tergelak, terlebih melihat wajah Shanon yang memerah karena sadar kalau keja

  • Kembalinya Sang Sekretaris Teraniaya   50-Case Closed

    50“Me—menagih hutang?!” tanya Shanon dengan wajah panik. Terperangah dengan ucapan Damian.Ia memang harus mengembalikan uang yang dipinjamkan Damian saat membangun Steenkool. Hanya saja selama ini Damian tidak pernah menagih, karena setiap bulan Shanon pasti menyicilnya. “Apa Kakak butuh uangnya segera? Aku tahu aku harus mengembalikan uang modal pertama Steenkool—”Damian menggelengkan kepala, membuat Shanon berhenti bicara. Dengan wajah serius ia menjelaskan, “No. Aku menagih hutang rumah sakitmu.”Rahang Shanon seolah jatuh mendengar ucapan Damian. Satu-satunya kejadian ia harus di rawat di rumah sakit dan menggunakan uang Damian adalah saat pertama kali mereka bertemu. “Apa itu hutang, Mama?” tanya Alden yang berada di pangkuan Shanon. “Uhm … Mama pernah pakai uang Uncle Damian untuk berobat dan harus dikembalikan.” Shanon mencoba menjelaskan pada putranya sesederhana mungkin. Dalam hati, Shanon menganalisa permintaan Damian itu. ‘Tapi apa dia bakal nagih hutang 10 tahun la

  • Kembalinya Sang Sekretaris Teraniaya   49-Menagih Hutang

    “Saya menolak!” raung Pamella yang tidak mungkin membiarkan kondisi suaminya terpampang di media.Tidak mungkin ia membiarkan teman-teman sosialitanya mengetahui kondisi mengerikan seperti ini.Spontan Shanon tergelak mendengar penolakan Pamella. “Anda sadar siapa saya, tapi tidak satupun saya dengar permintaan maaf dari Anda. Begitu angkuhnya?” tegur Shanon. Pamella tertegun. Ia tidak tahu bagaimana membalas ucapan Shanon itu.Dan karena Pamella belum berkomentar atau menunjukkan tanda kalau ia menyerah dan meminta maaf pada Shanon, owner dari Steenkool itu menambahkan, “Saya hanya butuh waktu sebentar untuk menghancurkan kalian berdua. Kalau semua tahu Anda yang mandul, apakah ada lagi gunanya Anda untuk keluarga Simons?” Seperti ada yang menumpahkan es di atas tengkuk dan punggungnya, Pamella merasakan sekujur tubuhnya mulai mendingin. Panik. Pura-pura tenang, Pamella menghardik Shanon, “Apa maksud Anda?!”“Kalau Anda menundukkan kepala sampai ke lantai, saya berpikir untuk men

  • Kembalinya Sang Sekretaris Teraniaya   48-Awak Media

    “Lantas, apa yang Anda mau dari saya sekarang, Nona Shanon? Saya tidak memiliki apa-apa lagi jika saya lepas dari keluarga istri saya.”Netra Shanon menyipit mendengar omong kosong Julian. Ia bertanya dengan santai walau sebenarnya ia tidak mengerti kalimat Julian, “Apa maksudnya dengan lepas dari keluarga istri?”Dengan percaya dirinya Julian menjelaskan, “Jika Anda bermaksud untuk meminta pertanggungjawaban saya setelah apa yang saya perbu—”“Cukup!” sentak Shanon memotong ucapan Julian. Lagi ia mengeluhkan kedangkalan pikiran pria itu, “Itu pemikiran yang sangat menjijikkan, Tuan Julian. Saya tidak percaya Anda bisa berpikir ke arah sana.”Baru saja Julian membelah mulutnya, Shanon buru-buru menyelak, “Kalau Anda tanya apa yang saya mau, itu adalah kehancuran hidup Anda.”Shanon mengambil sebuah benda yang biasa dipakai oleh para pencukur rambut pria dan menunjukkannya pada Julian.“Mata ganti mata. Gigi ganti gigi.” Seringai kebencian di wajah Shanon semakin terlihat. Sementara i

  • Kembalinya Sang Sekretaris Teraniaya   47-Secangkir Kopi

    “Tuan Julian, bagaimana Anda bisa melakukan semua ini? Pada owner perusahaan pula!” tuduh salah satu direktur wanita yang ia kenal bernama Salome—direktur bidang personalia.Julian tercengang mengetahui bahwa wanita yang sekarang sedang duduk di kursi CEO itu adalah sang pemilik Steenkool. Wanita yang ia ketahui bernama Shanon. Hanya saja, ia tidak paham dengan konteks pembicaraan Salome barusan. Hal itu membuatnya merasa sembarangan dituduh. Namun, ia menyadari posisinya sebagai orang baru dan bertanya, “Apa maksud Anda? Melakukan apa? Saya? Soal apa ini?”Menjawab pertanyaan itu, Shanon melemparkan sesuatu ke lantai, dekat kaki Julian. Spontan Julian menunduk dan menatap apa yang dilempar kepadanya tadi.Netra Julian langsung membelalak melihat foto-foto yang memuat dirinya di dalam sana. Bukan sekedar foto biasa, ia bahkan bisa menyadari kalau ia sedang memaksakan dirinya, menyetubuhi seorang wanita yang tak lain dan tak bukan adalah Shanon. Ia mengenali dari bentuk rambutnya yang

  • Kembalinya Sang Sekretaris Teraniaya   46-Ingatan yang Terlupakan

    “Apa istri Anda tak masalah, Anda malah bekerja di perusahaan lain?” Shanon mencoba mengorek kondisi rumah tangga Julian yang sebenarnya.Dan benar saja, begitu ia membicarakan sang istri, Julian terlihat murung. Mungkin juga karena mabuk, akal sehatnya mulai tak bisa membaca situasi.Wajah sedihnya mulai diikuti dengan mulut yang terpisah, menyuarakan isi hati. “Mereka melimpahkan semua kesalahan pada saya. Ada atau tidak ada saya di keluarga itu, sudah tidak jadi soal, Nona Steenkool,” kata Julian penuh kegetiran.Shanon yang memang sengaja menggunakan nama yang sama dengan perusahaannya itu tersenyum tipis mendengarkan Julian yang terus mengoceh soal istri dan mertuanya.Sedikit banyak ia bisa mengkonfirmasi kebenaran dari semua data yang sudah ia kumpulkan sebelumnya. Lagi, Julian berkata, “Soal tidak punya anak, saya juga yang dilabeli dengan kata ‘mandul’, tapi mereka tidak mau melakukan tes.”Netra Shanon membulat kaget sepersekian detik sebelum menampilkan senyumannya lagi.

Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status