Saat mereka sampai di puncak bukit. Hamparan rumput segera menyambut mereka. Terlihat sangat indah dan menyejukkan. Rumput terlihat hijau dan terawat dengan baik. Pemandangan laut bisa mereka lihat di seberang sana. Sekali lagi Hyu tampak terkagum-kagum melihat tempat itu.
Tempat yang cantik untuk wanita yang sangat cantik. Sangat cocok dan pantas untuk Nayla. Hanya saja gadis itu akan terlihat sangat indah jika dia tak berada di sini. Setidaknya In ingin melihat gadis itu hidup sekali lagi. Jika ia diberikan pilihan untuk menghidupkan kembali gadis itu, bahkan jika itu ditukar dengan nyawanya, ia akan sangat bersedia.
Hyu berjalan ke tempat yang ditunjuk kakaknya, saat itu juga ia melihat foto kecil di atas batu nisan. Akhirnya kesedihan hyu pecah kembali. Gadis itu terlihat sangat cantik namun tak ada senyuman di wajahnya. Auranya memancarkan rasa anggun dan bersahaja. Hyu tak pernah bisa lepas dari pesona itu. Hanya saja pesona itu ia sadari tak lama setelah gadis itu tak bernafas lagi.
Hyu melihat tangannya yang kosong lalu tersenyum miris.
"Maaf karena tak membawa apapun." Suara hyu sedikit bergetar saat mengatakan kalimat singkat itu.
Hyu akhirnya menangis lagi. Kesedihan dan kehancuran yang ia alami selama 22 tahun tumpah tanpa bisa ia kendalikan. Kesedihan itu berasal dari penyesalan yang tak berujung. Tentang ia di masa muda yang ceroboh dan tak masuk akal.
Suara tangisan itu terdengar sangat menyedihkan dan menyakitkan. Nafasnya sedikit tersedak dan bergetar. Hyu bersujud memohon dan meminta maaf dengan suaranya yang kecil. Seolah-olah suaranya tak bisa keluar lagi dan habis. Namun itu tak menyurutkan semangat Hyu untuk meminta maaf terus menerus.
Saat Hyu asik meminta maaf, seseorang menendangnya dengan sangat keras. Saat Hyu akan membalas dengan marah, wajah laki-laki tua itu berhasil membuatnya tak memiliki tenaga. Laki-laki tua itu berusia sekitar 80 tahun. Walaupun terlihat renta dan tak berdaya, tenaganya masih terbilang kuat dan berhasil membuat Hyu sedikit kesakitan.
Laki-laki itu menendang dengan kuat sekali lagi. "Berani sekali kamu datang kemari!"
Hyu hanya mampu diam dan menerima semua pukulan yang ditunjukkan padanya. Ia merasa pantas mendapatkan semua pukulan itu. Tentu saja sebagai seorang ayah yang anaknya diperkosa dan dilecehkan pukulan semacam itu tak akan meredakan amarahnya.
Tak puas dengan semua pukulan yang ia layangkan. Laki-laki itu segera mengeluarkan pistol di tangannya. Namun Hyu menatap pistol itu tanpa rasa gentar dan takut, seolah-olah ia telah siap untuk mati. Rasa putus asa dalam hatinya telah lama ada. Sehingga kematian tak pernah membuatnya takut.
"Kamu pikir kamu pantas hidup?"
Hyu hanya diam menunduk menerima penghakiman dari ayah gadis yang ia nodai. Ia akan menerima takdir bahkan jika itu sangat kejam untuknya. Baginya kematian adalah hal yang paling pantas ia dapatkan. 22 tahun hukuman masih belum cukup membuat perasaannya lega pada gadis yang pernah ia sakiti.
Heri segera menurunkan pistolnya tepat di kepala Hyu. Amarahnya memuncak, dendam dan kepedihan saat melihat putri sulungnya meregang nyawa membuatnya tak tahan dan ingin menghabisi laki-laki yang ada di depannya dengan kejam. Ia ingin mencabik-cabik dan memotongnya lalu membuatnya menjadi mayat tanpa tubuh yang utuh.
Bukan hanya Hyu yang memiliki penyesalan terdalam. Sebagai seorang ayah tentu saja Heri memiliki penyesalan yang lebih dalam. Melihat anaknya hancur dan mati di usia yang muda membuat hatinya sakit. Perasaan sedih dan hancur yang ia rasakan hingga saat ini. Jiwanya marah dan tak tenang, apalagi saat melihat laki-laki yang menghancurkan anaknya tak kunjung mati juga. Berbagai macam cara ia coba untuk membunuh Hyu tapi tak berhasil.
Sekarang laki-laki yang ia benci ada di depannya. Bagaimana bisa ia melewatkan kesempatan ini. Heri akan membunuh laki-laki itu sebagaimana laki-laki ini membunuh anaknya di masa lalu. Sebagai orang yang telah terbiasa memegang pistol, tangan Heri sedikit bergetar. Tentu saja ada kegembiraan dan kesedihan saat ia akan membunuh laki-laki didepannya. ia berharap itu dapat membahagiakan putrinya di surga sana.
Tak lama suara pistol terdengar nyaring dan memekakkan telinga. Kepala Hyu langsung berputar dan terasa pecah, menghasilkan rasa sakit yang tak terhitung jumlahnya. Nafasnya semakin menipis dan tubuhnya terasa kaku dan dingin seketika. Namun rasa sakit tak sebanding dengan penyesalan yang ada di dalam hatinya.
Hyu tersenyum sedikit seolah-olah dia terbebas dari rasa sakit itu. Kilatan-kilatan ingatan muncul di matanya. Kehidupan yang indah dan tenang saat ia masih muda. Di mana kakak dan adiknya berbondong-bondong menyanjung dirinya. Orang tua yang mencintainya dan menatapnya dengan rasa bangga.
Tak lama wajah gadis itu terlihat lagi di matanya. Sangat jelas dan menyayat hati. Gadis itu terlihat dingin, anggun dan cantik. Namun gadis itu tak pernah tersenyum, tapi hal itu tak mengurangi nilainya sebagai seseorang yang dikagumi.
Untuk pertama kalinya Hyu melihat gadis itu menangis. Tapi saat itu ia mengeraskan hati dan tak mengendurkan kebenciannya. Ia memandang Nayla dengan marah dan penuh rasa jijik. Ia tetap menekan tubuh Nayla dengan keras dan merobek satu-satunya harga diri yang dimiliki gadis itu. Kekejaman dan kesakitan yang pernah ia lakukan masa lalu, sekali lagi muncul di ingatannya.
Saat Hyu mengingat hal itu, ia dapat dengan jelas melihat dirinya sendiri sebagai seorang iblis. Sangat kejam dan tak memiliki jejak kemanusiaan.
Dia ingat betul saat gadis itu meregang nyawa di meja operasi. Darah terus mengalir dan wajah gadisnya berubah pucat dan tubuhnya dingin. Saat melihat itu Hyu seakan mati saat itu juga. Seolah-olah jiwa dan raganya ikut bersama Nayla pergi entah kemana.
Saat mata gadis itu tertutup dan tak bisa terbuka lagi, Hyu hanya merasakan betapa dinginnya tubuh Nayla. Ingatan-ingatan menyedihkan terus ia ingat, membuatnya sadar bahwa ia mencintai gadis itu. Entah sejak kapan tapi ia baru menyadarinya saat ini.
Jika ia diberikan kehidupan kembali. Hyu berharap dia dapat membesarkan anak mereka hingga mereka tua nanti. Menjaganya, menyanjungnya dan membuat gadis itu tak terluka lagi. Ia akan berusaha membuat Nayla tak menangis seumur hidupnya.
Janji-janji itu terus terngiang di dalam otak Hyu, seolah-olah itu tak ada habisnya. Ia berdoa dan terus berdoa dengan putus asa berharap diberikan kesempatan kembali. Walaupun ia tau itu tak mungkin, tapi entah kenapa hatinya terus mengeras dan meminta hal yang sama.
Hingga penglihatan Hyu mulai menghitam tapi ketenangan di hatinya tak kunjung mereda. Hyu selalu membayangkan betapa cantiknya Nayla ketika tersenyum nanti. Sambil berharap senyuman itu tak pernah hilang.
Saat kegelapan menelan dirinya dengan putus asa. Hyu perlahan mulai membuka matanya. Rasa sakit di sekujur tubuhnya mulai terasa menyakitkan. Hampir semua bagian tubuhnya mengalami rasa perih yang tak bisa ia tahan. Hyu sedikit mengerang dan bergerak sedikit.Dalam hatinya ia berfikir mungkin inilah neraka dan ia merasa pantas mendapatkannya. Hyu sedikit menyunggingkan senyum tipis, sambil berbisik pelan. "Neraka tak semenyakitkan yang ada dibuku." Ucapnya bercanda.Mungkin Tuhan kasihan padanya, hingga Tuhan meringankan hukuman yang pantas ia terima.Saat Hyu menikmati rasa sakitnya, suara langkah kaki berhasil menarik perhatian. Suara itu terdengar sangat jelas, tapi Hyu enggan untuk melihatnya. Ia berfikir mungkin itu malaikat yang datang untuk menghukumnya. Namun rasa sakit yang ia tunggu tak kunjung datang. Tapi ada belaian pelan di punggungnya yang membuatnya nyaman."Kenapa kamu begitu keras kepala? Minta maaflah pada Tuan Heri dan bertanggungjawab
Seluruh keluarga Sinarta datang ke kediaman Barat. Sebuah pemukiman elit dimana para orang kaya berkumpul. Walaupun keluarga Sinarta tak kalah kaya, tapi hari ini mereka datang bukan sebagai tamu. Mereka datang sebagai pengakuan dosa atas semua perbuatan kriminal yang dilakukan Hyu.Sebagai orang yang memiliki pengalaman 22 tahun dipenjara, tentu saja psikologi Hyu sedikit terguncang. Keberanian, pemberontakan dan harga diri yang ia miliki telah lama hilang ditelan waktu. Walaupun ia sekarang berumur 18 tahun, tapi secara psikologis dia adalah seorang paruh baya. Kepengecutan telah mendarah daging didalam dirinya.Saat ia datang ke rumah Barat, tentu saja ia takut setengah mati. Apalagi kali ini ia akan berhadapan dengan orang yang menodongkan pistol di kehidupan sebelumnya. Ia takut bertemu ayah Nayla, takut ia tak mampu meyakinkan orang itu.Saat keluarga Sinarta datang, hampir semua keluarga Barat berkumpul. Mereka menunggu untuk melecehkan Hyu dan membalas d
Setelah lama memohon dalam kesakitan, akhirnya tubuh Hyu rubuh. Ia pingsan dan membuat keluarga Sinarta khawatir setengah mati. Sedangkan Keluarga Barat diam seolah tak peduli, bahkan Tuan Heri mengatakan bahwa Hyu tak akan mati jadi mereka harus tenang.Tanggapan Keluarga Barat yang dingin membuat amarah di hati Keluarga Sinarta sedikit bangkit. Tapi apa daya kemarahan harus mereka kubur dalam-dalam. Mereka sadar betul semua hal yang dilakukan keluarga Barat dapat dianggap wajar. Sebagai seorang Ayah tentu saja mereka ingin membunuh semua laki-laki yang menyakiti anak gadis mereka.Hyu digotong oleh keluarganya kembali ke kediaman Sinarta. Dokter pribadi keluarga pun datang memeriksanya, beruntung tak ada luka dalam. Sehingga membuat orang tuanya tak khawatir.Rama terus menemani adiknya dengan tatapan kasihan. Ia selalu menyesal dengan semua yang dialami Hyu. Ia merasa, ia ikut andil dalam setiap kehancuran yang dirasakan sang adik.Saat malam menjelang
Setelah makan semua orang memandang Hyu dengan tatapan serius. Saling menatap dan akhirnya menghela nafas dengan berat."Hyu, Tuan Heri Barat telah membelikan kalian sebuah Villa khusus. Mereka meminta kalian untuk tinggal bersama disana. Nayla akan berhenti bersekolah di sekolah umum dan kamu harus segera lulus. Bagaimana pendapat kamu?"Hyu sebenarnya tak memiliki pendapat khusus mengenai pengaturan itu. Ia tau Villa yang di beli Keluarga Barat mewah dan cenderung tenang. Sebagai orang yang tinggal di penjara selama 22 tahun, ia tak keberatan tinggal dimanapun. Apalagi itu adalah Villa dimana ia akan tinggal bersama istrinya."Aku tidak masalah dimana pun. Asalkan Nayla nyaman, aku siap dimana saja."Mendengar jawaban Hyu, semua anggota keluarga menjadi lega."Segeralah lulus dan lanjutkan kuliah. Bila perlu kamu harus magang di perusahaan Ayah."Nyonya Dea langsung menepuk suaminya keras. "Bagaimana bisa Hyu bekerja sambil kuliah, Hyu har
Hyu segera berlari ke kamar mandi. Ia membersihkan tubuhnya sebersih mungkin dan wangi. Ia tak ingin Nayla tidurnya terganggu karena bau badannya yang tak enak.Saat Hyu selesai mandi ia melihat dirinya di kaca besar dan ia berdiri dengan kaget. Hampir semua bagian tubuhnya memerah dan ada beberapa luka goresan. Ia sedikit meringis karena mungkin terlalu bersemangat membersihkan diri sampai melukai dirinya sendiri.Setelah memakai pakaian kering dan hangat, Hyu segera keluar dari kamar mandi. Hal yang pertama ia lihat adalah gadis yang ia cintai tertidur dengan sangat lelap. Enggan membuat suara bising, Hyu segera berjalan dengan suara pelan.Ia duduk di tempat tidur sambil memperhatikan wajah pucat Nayla. Gadis itu tetap tidur tanpa kewaspadaan, padahal saat ini ia bersama laki-laki yang telah melecehkannya. Mata itu terus tertutup seolah-olah tak ada rasa khawatir dalam dirinya. Hal itu membuat Hyu semakin merasa bersalah.Hatinya tenggelam semakin dala
Sebelum pagi menjelang, Nayla telah beberapa kali keluar masuk kamar mandi dan Hyu tak tahan untuk diam saja. Ia menemani Nayla kemanapun gadis itu pergi dan wajah Nayla semakin pucat membuatnya semakin khawatir.Selama 40 tahun hidupnya. Ia tak pernah berurusan dengan kehamilan, walaupun mereka pernah menikah sebelumnya, ia tak pernah peduli pada Nayla. Sekarang ia sedikit menyesal karena membuat waktunya selama 40 tahun untuk sesuatu yang sia-sia. Ia harusnya memperhatikan Nayla lebih banyak.Nayla berbaring dengan nafas tersengal-sengal. Ia lelah dan tak bisa bergerak lagi. Ia terus mengumpat dan marah pada semua hal yang ia alami.Hyu hanya mampu menunduk dan menerima semua umpatan yang keluar dari mulut Nayla. Ia hanya akan diam karena ia merasa itu pantas. Seorang bajingan tak pernah bisa berubah menjadi seorang pahlawan.Setelah lama mengumpat, Nayla akhirnya lelah dan tidur sekali lagi. Hyu yang melihat itu tak berani tidur. Ia takut Nayla akan ba
Saat semua orang berkumpul diruang belajar yang tertutup. Pengacara, Hyu dan Nayla berdiskusi mengenai perjanjian pranikah. Masing-masing memiliki beberapa lembar kertas yang perlu mereka baca."Apakah ada persyaratan tambahan yang perlu dicantumkan." Ucap sang pengacara berinisiatif.Hyu hanya menatap Nayla, karena ia merasa tak punya hak untuk keberatan. Baginya Nayla adalah pemegang mutlak semua keputusan yang ada.Nayla membaca lembar demi lembar dengan hati-hati, karena bagaimanapun ini menyangkut masa depannya. Ia membaca dengan serius, memancarkan aura seorang bangsawan. Caranya duduk sangat anggun dan ekspresinya sedikit dingin. Setelah lama membaca, Nayla menatap pengacara dengan sedikit tajam."Apa menurutmu ini sudah sempurna?"Pertanyaan itu membuat sang pengacara merinding takut. Aura Nayla hampir mirip dengan ayahnya, sangat mengintimidasi. Ia tak bisa membayangkan pendidikan macam apa yang dilakukan para orang kaya untuk mendapatkan
Butuh waktu seharian bagi Hyu untuk memeriksa semuanya. Besok hasilnya akan keluar, sekarang sudah malam dan ia harus segera pulang. Ada istrinya menunggu di rumah. Saat dia mengingat hal itu, hatinya langsung menghangat. Ia sekarang punya istri dan akan menyambut anak pertama mereka.Ia tak tau harus berterima kasih pada siapa atas kesempatan kedua ini. Jika Tuhan itu ada, ia benar-benar berterimakasih dan bersyukur sebanyak mungkin. Terimakasih atas semua anugerah yang telah diberikan padanya.Saat pulang, ia langsung memarkirkan mobilnya di garasi. Tak lupa ia mengisi perut yang lupa ia isi. Hyu masuk ke dapur dan memesan makan pada koki rumah. Setelah lama menunggu di meja makan, pelayan datang dengan berbagai macam hidangan. Tanpa menunggu lama, ia langsung melahap mereka semua.Hyu tak lama langsung menuju kamar miliknya. Sekali lagi ia melihat gadis itu tidur. Ia tersenyum hangat dan mencium kening gadis itu sekali lagi. Tapi ia lupa mulutnya sedikit berm