“Ben ….” teriak Tuan Alexi saat kedua matanya masih terpejam dalam mimpi buruknya.Tak lama kedua netra Tuan Alexi terbuka lebar. tubuhnya berkeringat dari ujung kepala hingga ujung kaki. Ia pun menoleh ke arah sekitar, mencoba memahami dimana dirinya berada saat ini.Dipandanginya warna cat dinding, letak meja, lemari, hingga tempat dirinya berada saat ini, yakni sebuah tempat yang empuk, dan tak lain adalah ranjang tempat tidurnya.Tuan Alexi mulai merunutkan kejadian yang ia alami semalam, mulai dari bertengkar dengan putrinya hingga menunggu putra sulungnya di halaman depan dan tertidur pulas di atas benda yang sudah menemani hidupnya selama dua belas tahun.Setelah mengingat kejadian semalam, Tuan Alexi bergegas melihat waktu di ponselnya, dan langsung menarik kursi rodanya. Diangkatnya perlahan tubuh lemahnya dengan bertumpu pada meja kecil di samping ranjangnya.Berhasil duduk di atas kursi roda, kini tujuan pertamanya adalah menuju kamar putra sulungnya. Ada hal yang harus ia
“Kalau boleh tahu, memangnya apa yang membuat kalian berdua bertengkar?” tanya Tuan Kim, sambil meneguk air bening yang sejuk pada benda yang terbuat dari tanah liat.Tuan Alexi menundukkan wajahnya kembali. Rasa malu menghinggapi dirinya, ketika Tuan Kim mempertanyakan mengenai permasalahan yang membuat mereka berdua bertengkar hebat. Ingin sekali mengatakan permasalahan utamanya, hanya saja, seperti ada yang menahan suara Tuan Alexi untuk berbicara.Tuan Kim menunggu jawaban pasti dari Tuan Alexi. Namun, ia pun mengurungkan untuk mengetahui permasalahan mereka berdua saat melihat raut wajah memerah, dari pria yang sudah ia anggap sebagai sahabatnya ini.“Baiklah, jika kau tidak ingin memberitahukan padaku. Tidak apa. Apapun itu permasalahannya, bagiku ….” belum sempat Tuan Kim melanjutkan pembicaraannya, Tuan Alexi sudah memotongnya dan memberitahukan permasalahan utamanya. “Masalahnya adalah soal keuangan.”Tuan Kim terkejut mendengar jawaban dari pria yang duduk di sebelah kiriny
“Cepat bunuh orang tua itu. Jika dia mati, maka seluruh kekayaannya tentu saja akan jatuh ke tanganku dan anak-anakkku,” titah seorang pria paruh baya pada seorang dokter yang usianya tak jauh darinya.“Tapi tuan. Bagaimana kalau sampai pihak rumah sakit mencurigaiku? Apakah aku akan mendapat keuntungan, jika aku berhasil membunuh ayah kandungmu?” tanya dokter spesialis jantung yang namanya tersohor di Brooklyn.“Keuntungan? Maksudmu bayaran mahal dariku?” Pria berjanggut tipis itu memicingkan kedua matanya. Salah satu jari dari tangan kanannya menempel pada dagunya. Pikiran pria itu adalah hanyalah kelicikan saja. Memberikan keuntungan pada dokter itu, hanya akan mengurangi hartanya saja. Pria itu menarik nafas dan tersenyum smirk. Iblis dalam dirinya memerintahkannya untuk mengiyakan permintaan sang dokter. Namun, bukanlah uang yang akan ia berikan, melainkan akan membunuh sang dokter dan menghilangkan jejak.“Baiklah. Berapapun kau minta, akan ku berikan,” ucap pria bermanik emera
“Aku ingin kau selalu mengikuti Dokter sialan itu. Dokter yang ku perintahkan untuk segera membunuh orang tua payah itu. Segera laporkan padaku, apakah dia berhasil menyuntik mati ayahku atau tidak!” perintah Tuan Connan dalam hubungan komunikasinya dengan seseorang di seberang sana.Tuan Cana begitu terkejut saat mendengar bahwa putra kesayangan berusaha membunuhnya dengan cara menyuntik mati melalui tangan seorang dokter.Geram dan murka seorang ayah pada putranya. Dalam hatinya hanya berbisik sumpah serapah dan merutuki setiap rencana jahatnya.Tak lama, ia mendengar kembali, suara putra bungsunya yang memerintahkan anak buahnya untuk segera ke lantai tempat dirinya dirawat. “Cepat naik ke lantai 7. Pastikan dokter itu sudah melaksanakan keinginanku. Jangan lupa ketika dokter Jarl sudah menyuntik mati ayahku, bunuh dia, dan ingat … jangan sampai ada jejak, kalau kita membunuh dokter sialan itu.”Bagai tersambar petir di kala musim panas, saat mendengar Tuan Connan telah merencanaka
"Tidak … jangan bunuh aku. Maafkan aku, Tuan Cana," teriak pria yang berprofesi sebagai spesialis tenaga kesehatan khususnya pada jantung, sambil duduk dengan kedua kaki dilipat kebelakang.Pria berambut putih itu tertawa dengan puas. Sudah lama rasanya ia tak merasakan bagaimana tertawa dengan lebar, Karena hal yang lucu.Tuan Cana mendekati Dokter Jarl dan memintanya untuk berbicara empat mata. "Siapa yang ingin membunuhmu, dok? Aku hanya ingin memintamu duduk dan kita bicara empat mata. Aku rasa ada hal yang harus kita bicarakan penting."Merasa malu dengan tingkah lakunya seperti anak kecil, Dokter Jarl pun menurut keinginan orang tua itu. Melihat raut wajah pria tua yang ada dihadapannya begitu berbeda dengan pria yang sudah menjebak dirinya itu. Dokter Jarl menundukkan wajahnya seraya berbisik, "Baiklah, Ka … kalau begitu. Ta … tapi … aku mohon jangan jebak aku lagi. Aku sudah tua, dan keluargaku sangat bergantung padaku.""Tenang saja, kau tak perlu khawatir. Justru aku ingin m
“Wow … wow … ada apa ini, kalian ingin membunuhku ? Aku hanya membawa pesanan untuk pasien di kamar, kenapa kalian menodongkan senjata begitu. Apa salahku?” tanya pemuda berkulit coklat.Kelima anak buah Connan terus saja memeriksa makanan, serta bagian seluruh kereta kecil pengantar makanan. Entah apa yang diperiksa oleh kelima pria berkacamata hitam itu saat memeriksa makanan, mengambil makanan dengan sendok lalu memakannya satu per satu.“Hey … kalian sangat tidak sopan sekali, makanan ini bukan untuk kalian!” seru pemuda berambut keriting dengan volume besar.Kelima pria itu langsung menghentikan suapan mereka. Dengan kompaknya mereka mengernyitkan kening serta tatapan mata yang begitu tajam, selayaknya sebilah golok yang akan menyambar lehernya.“Kami hanya memeriksa apakah makanan ini kau racuni atau tidak. Kalau sampai ada racun dimakanan ini, kami tak akan segan membawamu ke kantor polisi, serta melaporkan langsung pada pemilik rumah sakit ini,” tantang seorang pria bertubuh
“Hey kau, cepat berdiri di sini. Lalu peganglah jarum suntik ini, dan arahkan padanya,” ucap salah seorang perawat. “Tunggu, kau harus memegang jarum suntik ini sama persis dengan cara Dokter Jarl memegang jarum suntik. Dokter Jarl, apakah anda bisa mengajari pemuda ini agar memegang jarum suntik sama persis dengan cara anda,” pinta si perawat.Pria itu tampak terlihat sangat kaku, dan tidak menjawab baik itu berbicara sepatah katapun ataupun sekedar anggukan saja. Dokter Jarl berusaha memajukan langkah kakinya tiga centimeter dari jarak ranjang pria pemilik saham di berbagai industri seluruh dunia.Namun, saat Dokter Jarl ingin memajukan satu langkah, salah satu anak buah Tuan Cana sudah mencegahnya. Hanya dengan menarik lengan kekarnya, kakinya sudah bergeser selangkah ke belakang.Pemuda dan perawat itu langsung melangkahkan kakinya menuju tempat Dokter Jarl berdiri. Dokter Jarl pun mengajari bagaimana cara dirinya memegang jarum suntik, yakni menggunakan tangan kiri. Selain itu ke
“Kerja bagus, Dokter Jarl. Sekarang saatnya aku membayar lunas bayaranmu, atas kerja kerasmu. Hahahahaha,” ucap seorang pria dengan suara tawanya yang begitu kencang.Pria yang diketahui bernama Connan Dawson tengah menikmati perjalanan bisnisnya menuju Las Vegas dengan pesawat Jet pribadinya.Tak lupa, pria pemilik perusahaan tambang di wilayah Indonesia ini, mengirimkan pesan singkatnya pada seluruh anak buahnya yang bertugas memata-matai Dokter Jarl di rumah sakit, yakni segera membawa lari Dokter Jarl pergi dari daerah kota besar menuju desa terpencil yang jarang penduduknya.Pesan pun di terima dengan baik oleh seluruh anak buahnya. Dan kini mereka sedang mencari keberadaan Dokter Jarl untuk mereka habisi nyawanya.salah target"Terima kasih atas waktu dan tenaga yang telah kau berikan. Aku yakin, teman-temanmu akan mencarimu,"ujar perawat berambut coklat.Pria yang penampilannya sangat mirip dengan dokter Jarl ini di bawa oleh perawat berambut coklat ke ruang kerja Dokter Jarl.