Seorang pelayan kurus dengan sigap menghampiri. "Nona, ingin pesan apa?"Sienna mengangkat tangan, sebuah gestur anggun yang menghentikan pelayan itu. "Kami sedang menunggu teman," ujarnya, suaranya merdu seperti madu. "Kami akan memesan nanti."Senyumnya begitu menawan hingga si pelayan hanya bisa mengangguk linglung lalu pergi.Peran telah dimainkan. Umpan telah dipasang.Bargas dan Kunto, yang sejak awal sudah memperhatikan, merasakan tatapan kedua gadis itu. Ego mereka, yang dipupuk oleh kekuatan dan status Keluarga Winaya, membengkak. Saling bertukar pandang, seringai predator yang sama merekah di wajah mereka. Ini adalah malam yang beruntung."Lihat itu, Kunto," Bargas menyeringai, menyikut rekannya. "Dua merpati tersesat di sarang serigala."Tanpa menunggu lebih lama, mereka bangkit, membawa mangkuk arak mereka, dan dengan langkah angkuh menghampiri meja Sienna dan Rebecca. Mereka membanting mangkuk mereka ke atas meja kayu."Adik-adik manis," Bargas memulai, suaranya dibuat se
Zephir segera berdiri menahan. "Beverly, jangan... bahkan Nathan pun tak mampu mengalahkan Lucas. Kalau kamu pergi, kamu hanya akan menyusulnya.""Kalau aku tidak bisa membalas dendamnya, maka aku akan mati bersamanya.""Aku tidak akan membiarkannya sendirian di bawah sana!"Tekad itu tak tergoyahkan. Bahkan langit pun tampak membeku mendengarnya.Sienna menatap Beverly dan berkata tanpa ragu. "Aku akan ikut."Lalu Rebecca, dengan suara pelan namun tegas. "Aku juga."Zephir menatap mereka bertiga. Dadanya sesak, tapi tak bisa membantah. "Baiklah. Kita akan ke Kota Moniyan. Tapi bukan dengan kekerasan membabi buta. Jika kalian ingin membalas dendam kematian Nathan, kita harus melakukannya dengan cara yang benar."***Organisasi Matilda.Nelson menggenggam erat berita kematian Nathan di tangannya. Tangannya gemetar dan matanya membara. “Tuan Nathan… aku akan membalaskan dendammu. Ini janjiku!”Foto-foto itu menghancurkan kepercayaannya, tapi juga membangkitkan sesuatu yang lebih gelap.
Kepolisian Kota Moniyan. Di dalam ruang utamanya yang tenang namun penuh tekanan, Ryujin duduk di kursi utama dengan wajah kelam.Di sampingnya berdiri Milan dan beberapa tetinggi kepolisian. Suasana di dalam ruangan terasa amat mencekam. Udara seakan menebal karena tekanan dari tatapan kosong Ryujin.“Tidak mungkin, Nathan tidak seharusnya mati semudah ini. Aku tidak mungkin salah menilai dia,” gumam Ryujin lirih.Milan melangkah maju dan membuka forum bela diri, menampilkan beberapa foto yang disebarkan oleh Lucas sendiri. Foto-foto itu menggambarkan Nathan dalam kondisi yang mengenaskan. Tubuh hangus, darah mengering, wajah nyaris tak dikenali.“Lucas yang menyebarkannya sendiri. Dengan kekuatan dia sebagai Villain senior, rasanya Tuan Nathan memang belum bisa mengalahkannya,” ucap Milan hati-hati.Ryujin menatap foto-foto itu.Lama~Sesuatu dalam dirinya tidak percaya. Dia menoleh ke arah salah satu tetinggi kepolisian—Paul. “Apa yang kamu temukan akhir-akhir ini?”Paul menjawab
Dari kehancuran muncul kelahiran kembali.Cahaya keemasan dari tahap Surga di dalam tubuhnya memancar lebih terang dari sebelumnya. Tubuh Nathan mulai terbentuk kembali, bersinar samar dari dalam kulitnya sendiri, seperti giok murni yang menyala.Kesadarannya menyatu dengan tubuh barunya, dan ia dapat merasakan jelas aura tahap Surga, aura dari tahap yang hanya didambakan segelintir orang di dunia ini."Ini... Tahap Surga?" bisik Nathan. Dua matanya bersinar tajam seperti pedang suci yang baru ditempa.Tubuhnya kini sebening kristal, selembut giok dan setangguh logam surgawi. Manusia yang telah melampaui batasnya.Di saat itu juga, awan gelap menghilang, menandakan badai telah berakhir.Sheerena segera berlari keluar, matanya mencari Nathan dalam kepanikan.Nathan tersenyum dan menghapus teknik kamuflase yang menyembunyikannya. Dalam sekejap, ia muncul di hadapan Sheerena, berdiri gagah tanpa sehelai benang pun.Wajah Sheerena memerah. Dia melemparkan pakaian ke arahnya tanpa berkata-
KRAAK!Satu kilat lagi mengoyak langit, menghantam Nathan yang duduk bersila di bawah awan kelam. Petir itu bukan sekadar kilat, itu adalah palu surgawi, penuh dengan kekuatan langit dan bumi. Energinya begitu besar hingga Sheerena terlempar ke belakang, terhempas ke dinding.“Cepat! Masuk ke kamar!” Teriakan Nathan menggema seperti raungan guntur itu sendiri.Sheerena, walau bingung dan gemetar, patuh, berlari masuk ke dalam kamar menyaksikan dengan mata kepalanya sendiri tubuh Nathan disambar tanpa ampun.Kulit Nathan menghitam. Asap mengepul dari tubuhnya. Luka terbuka, daging mengelupas. Namun dia tidak roboh.Karena di dalam tubuhnya, tahap Surga memancarkan cahaya keemasan yang semakin terang. Lapisan hitam yang menyelimuti tubuhnya retak dan rontok. Kulit baru mulai muncul, putih bersinar seperti giok murni. Darah mengalir lalu menguap, digantikan cahaya hidup yang memancar dari dalam.Sheerena menatap dari celah pintu. Matanya membelalak. Tubuh Nathan kini bersinar, berdiri p
Nathan mencoba tersenyum. Ia ingin mengangkat tangannya, menyentuh pipi Sheerena yang basah oleh air mata, namun tak bisa.Matanya membelalak. Ia mencoba duduk, namun gagal.Kakinya? Tak terasa.“Apa yang terjadi?” pikirnya cemas. Dia mencoba mengumpulkan energi—namun seluruh tubuhnya tak bergerak sedikit pun. Hanya kepalanya yang bisa digerakkan.Rasa panik menghantui seluruh pikirannya.Nathan segera memusatkan kesadarannya ke dalam tubuh. Apa yang dia temukan?Di pusat dantiannya… bukan sebuah batu mata naga.Melainkan sesosok manusia kecil berwarna emas, duduk bersila dengan mata tertutup—persis dirinya sendiri. Hidup, berdenyut trerang.Nathan nyaris berteriak. “Ini… apakah ini… tahap Surga?”Tak disangka. Di balik kehancuran dan sekaratnya, dia telah menembus batas manusia!Nathan teringat saat terakhir bertarung dengan Lucas. Dantian dan batu mata naganya dihancurkan. Harusnya dia binasa.Namun justru kehancuran itu membuka jalan menuju pencerahan.“Jadi… untuk masuk ke tahap S