Raut wajah Hideo, Zenix, dan Seihun berubah menjadi pucat pasi. Keringat dingin sebesar biji jagung mengucur deras di kening mereka saat mereka mati-matian merapal mantra apa pun yang terlintas di benak, mencoba memperlambat pedang raksasa itu. Namun, semua sia-sia."MUNDUR! CEPAT MUNDUR!" raung Hideo, menyadari kengerian yang akan datang.Mereka tidak pernah membayangkan ilmu sihir Nathan bisa sehebat ini.BAM!Pedang raksasa itu akhirnya menghantam tanah, tepat di tempat mereka berdiri beberapa detik sebelumnya. Tanah terbelah, menciptakan sebuah celah besar yang dalam dan panjang. Meskipun mereka berhasil menghindar dari tebasan langsung, gelombang kejut dari hantaman itu melemparkan mereka bertiga dengan keras. Mereka terbanting ke tanah, tulang-tulang mereka berderak, tampak sangat menyedihkan.Debu kembali mengepul, dan pedang golem itu hancur, kembali menjadi tumpukan reruntuhan biasa.Setelah debu perlahan menghilang, Nathan, yang masih memeluk Sheerena, menatap ketiga pria ya
Di sisinya, Hideo merapal segel dengan kecepatan tinggi. Udara di depannya terasa panas, lalu bola-bola api seukuran bola sepak mulai terbentuk, berputar-putar dengan inti yang membara dan lidah api yang menjilat-jilat.Seihun mengambil kuda-kuda, mengumpulkan energi di Dantian-nya. Dia mengucapkan mantra dengan suara rendah, dan di belakangnya, puluhan bayangan tinju transparan muncul, masing-masing memancarkan aura tajam dan siap menembus apa saja.Melihat persiapan ritualistik itu, sudut mulut Nathan terangkat. "Oh, jadi keluarga Himalaya ternyata juga ahli dalam ilmu sihir, ya? Kalau begitu, aku akan menemani kalian bermain."Setelah selesai berbicara, dia tidak mengaktifkan kembali zirah emasnya. Zirah itu hanya akan melindunginya, bukan Sheerena. Sebaliknya, dia mengangkat satu tangan bebasnya. Tanpa mantra yang terdengar, sebuah perisai energi transparan yang berkilauan seperti kristal muncul dari udara tipis, membentuk kubah yang sempurna menyelimuti dirinya dan Sheerena. Peri
Hideo dan kedua pengawalnya, yang masih terpaku di tempat, tidak memiliki sepersekian detik pun untuk bereaksi. Mereka dihantam oleh dinding kekuatan tak terlihat itu dan terlempar ke belakang seperti daun kering, menabrak sisa-sisa dinding dengan bunyi gedebuk yang mematahkan tulang.BRAAKK! KRAAKK! BAAANNGGG!Gelombang kejut itu tidak berhenti. Pilar-pilar penyangga yang sudah retak kini hancur berkeping-keping. Langit-langit runtuh. Seluruh bangunan kediaman mewah itu ambruk ke dalam dirinya sendiri dalam sebuah simfoni kayu yang patah, batu yang remuk, dan kaca yang pecah berderai.Di tengah kekacauan itu, Nathan berdiri tak terpengaruh. Dia memejamkan mata sejenak, menyebarkan kesadaran spiritualnya seperti jaring laba-laba, dan langsung menemukan sumber kehidupan yang dicarinya di dalam salah satu kamar yang kini terkubur. Sosoknya melesat, menjadi kilatan emas yang menembus awan debu dan puing yang berjatuhan.Dalam sekejap, dia sudah tiba di depan Sheerena.Gadis itu terbaring
"Pukulan palung beku!" Pada saat yang bersamaan, Zenix menyerang dari sisi kiri. Telapak tangannya memutih, diselimuti lapisan es setajam silet. Gelombang hawa dingin yang menekan menyebar, berusaha membekukan gerakan Nathan.Di sisi kanan, Seihun melompat, tubuhnya berputar di udara. "Sepakan sabit perak!" Ujung sepatunya bersinar dengan cahaya perak yang tajam, membelah udara dengan siulan melengking saat mengarah ke leher Nathan.Tiga serangan. Tiga arah. Tiga elemen.Diluncurkan secara serempak, tiba di hadapan Nathan dalam waktu yang bersamaan.Irarki, yang menonton dari kejauhan, wajahnya pucat pasi. Kekuatan gabungan ini sudah cukup untuk menghancurkan seorang ahli tingkat tinggi. Ini adalah bukti kekuatan sejati keluarga Himalaya.Namun, di hadapan badai serangan itu, Nathan tidak bergerak. Senyum sinisnya tidak memudar. Dia bahkan tidak mengangkat tangannya untuk bertahan.Tepat saat Irarki bertanya-tanya apakah Nathan sudah gila, sebuah cahaya keemasan yang menyilaukan meled
Nama itu keluar dari bibir Irarki bukan sebagai sebuah kata, melainkan sebagai hembusan napas yang dipenuhi akan teror. Dia tidak tahu bagaimana, atau sejak kapan. Satu detik yang lalu dia sendirian dalam kekalahannya, detik berikutnya, sang malaikat maut berdiri di belakangnya.Mendengar nama itu, Hideo yang baru saja berbalik dengan angkuh tersentak. Dia memutar tubuhnya dan matanya membelalak. Di pintu masuk aula yang remang-remang, Nathan berdiri. Wajahnya setenang dan sedingin permukaan danau di musim dingin, namun di bawah ketenangan itu, ada badai yang siap mengamuk."Irarki," suara Nathan memecah keheningan, nadanya rendah dan tanpa emosi, yang justru membuatnya berkali-kali lipat lebih menakutkan. "Kamu benar-benar hebat sekali."Tatapan Nathan terkunci pada Irarki. Setiap suku kata yang diucapkannya terasa seperti belati es yang menusuk langsung ke jantung Baginda Sekte itu. Niat membunuh yang tak terbatas—murni, pekat, dan tanpa ampun—memancar dari Nathan, membuat udara di
Air mata keputusasaan mulai menggenang di sudut mata Sheerena. Dalam benaknya yang kalut, bayangan Nathan muncul—bukan sebagai penyelamat, melainkan sebagai pengingat akan kekuatan sejati, tentang kehormatan yang kini sedang diinjak-injak. Bayangan itu memberinya kekuatan terakhir untuk menatap Hideo dengan kebencian murni, bukan ketakutan.Tok! Tok! Tok!Suara ketukan pintu yang tiba-tiba terdengar begitu kasar dan tidak pada tempatnya.Hideo membeku, lalu raut wajahnya berubah menjadi amarah yang buas. Dia bangkit dengan geram. "Bajingan! Apa kau tidak mendengarku tadi?! Kau ingin mati, hah?!" raungnya ke arah pintu."T-Tuan Muda Kedua..." Suara bawahan dari luar terdengar gemetar ketakutan. "Baginda Irarki dari Sekte Herbivor datang. Katanya, ada urusan yang sangat mendesak."Hideo mengernyit. "Sialan! Untuk apa orang tua itu kemari selarut ini?""Beliau tidak mengatakannya, Tuan Muda. Tapi wajahnya... wajahnya terlihat sangat panik!"Hideo mendengus keras. Dia melirik Sheerena yan