Share

Bab 619

Penulis: Imgnmln
last update Terakhir Diperbarui: 2024-10-27 22:39:53

Dalam perjalanan dari Kota Vale menuju Kota Moniyan, Witan sedang duduk di kursi penumpang belakang dengan mata yang sedikit terpejam. Sedangkan Guyton mengemudikan mobil dan sesekali menatap Witan yang ada di belakang melalui kaca spion.

“Guyton, kalau ada yang ingin kamu katakan, katakan saja,” meskipun Witan tidak membuka matanya, dia sudah menyadari Guyton sedang mengintipnya. "Apa yang ingin kamu ketahui? Jangan menatapku seperti itu berulang kali."

“Hmm .... Tetua, meskipun Nathan sanggup membunuh Donovan, tapi kamu tidak perlu sesungkan itu padanya bukan? Di depan begitu banyak orang dari dunia bela diri, bukankah ini mempermalukan Saibu Care?” Guyton bertanya dengan bingung.

Mendengar perkataan Guyton, Witan membuka matanya dan berkata dengan senyuman di wajahnya. “Guyton, apakah kamu tahu keterampilan unik yang dimiliki oleh organisasi Matilda?”

“Organisasi Matilda?” Guyton mengerutkan kenignya mendengar nama itu. “Aku pernah mendengar organisasi itu, namun tidak terlalu spes
Lanjutkan membaca buku ini secara gratis
Pindai kode untuk mengunduh Aplikasi
Bab Terkunci

Bab terbaru

  • Kembalinya sang Dewa Perang   Bab 1316

    Nathan sendiri menatap Bonang dengan kekaguman yang tulus. Dia bisa membuat formasi ilusi, tetapi hanya dalam skala kecil. Menciptakan ilusi yang mampu menyembunyikan seluruh kompleks sekte seperti ini membutuhkan kekuatan mental dan penguasaan sihir yang luar biasa."T-Tuan Bonang," gagap Sheerena. "Bagaimana... bagaimana cara kami masuk sekarang?"Bonang tersenyum misterius. "Oh, itu bagian yang paling mudah."Dia mengangkat tangannya, lalu menjentikkan jarinya di udara.Tik! Tik! Tik!Tiga kali. Dengan setiap jentikan, udara di depan mereka bergetar. Setelah jentikan ketiga, pemandangan lereng gunung yang kosong itu seakan memudar seperti fatamorgana, dan gerbang Sekte Bloody kembali muncul di hadapan mereka, kokoh dan nyata. Formasi ilusi baru ini jauh lebih kuat dan lebih elegan daripada apa pun yang pernah mereka miliki sebelumnya."Tuan Bonang," kata Sheerena, suaranya tulus dan penuh rasa terima kasih yang mendalam. "Anda tidak hanya menyelamatkan nyawa Nathan, tetapi juga mel

  • Kembalinya sang Dewa Perang   Bab 1315

    "Makam kuno?" Nathan membelalak tak percaya. "Makam macam apa yang bisa menghasilkan energi spiritual murni secara terus-menerus? Bahkan jika di dalamnya terkubur artefak dewa sekalipun, energinya seharusnya sudah habis terkuras sejak ribuan tahun yang lalu, bukan?""Karena ini bukan sembarang gua," bisik Bonang, suaranya dipenuhi oleh rasa hormat yang mendalam. "Dan itu bukan sembarang makam kuno. Di baliknya adalah peristirahatan terakhir dari seorang Manusia Abadi, seorang Kultivator sejati dari zaman keemasan yang jasadnya masih utuh. Bayangkan apa yang terkubur bersamanya, senjata dewa, ramuan abadi, kitab-kitab kuno. Dengan sumber kekuatan seperti itu, tidak heran jika sisa-sisa energi spiritualnya masih merembes keluar hingga hari ini.""Makam manusia abadi?" ulang Nathan, kelelahan di wajahnya seketika tergantikan oleh keterkejutan yang tulus.Dia tahu legenda itu. Seorang Manusia Abadi adalah mahluk yang telah berhasil melintasi semua tahap kultivasi, berdiri di ambang pintu

  • Kembalinya sang Dewa Perang   Bab 1314

    Saat penutup kepala itu tersingkap, yang terlihat bukanlah wajah seorang pahlawan atau master agung. Wajah itu kurus, dihiasi oleh bopeng-bopeng bekas penyakit atau luka lama, memberikan kesan seseorang yang telah melalui banyak kesulitan. Itu adalah wajah Bonang, pria yang sama yang pernah memberikan jimat pelacak pada Sancho di Moniyan.Nathan mengamati pria itu dengan saksama, mencoba mencari ingatan apa pun tentangnya, namun hasilnya nihil. Dia sama sekali tidak mengenal orang ini. Keningnya berkerut. "Aku tidak mengenalmu," kata Nathan, Pedang Aruna masih mengarah dengan mantap. "Mengapa kau menyelamatkanku?""Tidak ada alasan khusus," jawab Bonang, sebuah senyum tipis yang penuh perhitungan tersungging di bibirnya. "Anggap saja aku ingin menawarkan sebuah kerja sama.""Kerja sama?" Nathan mendengus, kewaspadaannya justru meningkat. "Kerja sama apa? Di dunia yang kering kerontang ini, seorang Kultivator Abadi bertemu dengan yang lainnya. Itu bukan pertanda baik. Kita berdua adala

  • Kembalinya sang Dewa Perang   Bab 1313

    Pria berjubah hitam itu mengabaikan tatapan Nathan. Matanya terpaku pada badai sihir yang ia ciptakan, keningnya berkerut. Dia tahu kekuatan Arlot. Formasi Gerbang Pemusnah ini mungkin cukup untuk melukainya, tetapi untuk membunuhnya, kemungkinannya kecil.Benar saja.Tiba-tiba, sebuah raungan marah terdengar dari dalam formasi, diikuti oleh kilatan cahaya pedang yang begitu cemerlang hingga seolah mampu membelah malam. Formasi Gerbang Pemusnah itu pecah berkeping-keping seperti kaca.Arlot muncul dari sisa-sisa ledakan. Jubahnya compang-camping, wajahnya pucat pasi, dan noda darah segar menetes dari sudut mulutnya. Tatapan matanya yang tadi penuh kuasa kini meredup, menyimpan kemarahan dan rasa sakit. Dia terluka parah."Hmm, tidak kusangka kau punya penolong," desis Arlot, matanya yang penuh kebencian menatap tajam pada Nathan dan pria berjubah hitam itu. "Aku akan mengingat wajah kalian berdua. Dendam ini, cepat atau lambat akan kutagih."Setelah mengucapkan sumpahnya, Arlot melomp

  • Kembalinya sang Dewa Perang   Bab 1312

    ‘Apa itu? Jangan-jangan bocah itu masih belum mati?’Dengan ekspresi kesal, Arlot melambaikan tangannya. Angin kencang tiba-tiba bertiup, menyapu bersih semua asap dan debu, perlahan-lahan menampakkan pemandangan di pusat ledakan. Di sana, terlihat sebuah kawah yang aneh. Lebarnya sekitar tiga meter, dengan dasar dan sisi yang halus seperti mangkuk, seolah-olah sebuah bola baja raksasa baru saja ditekan ke dalam perut gunung.Dan di dasar kawah itu, sesosok bayangan berdiri. Berlumuran darah dari ujung rambut hingga ujung kaki. "Ternyata tidak mati?!" seru Arlot, matanya membelalak tak percaya."Hari ini," sebuah suara terdengar dari dasar kawah. Suara itu dingin, datar, dan kosong dari emosi apa pun. Nathan masih menundukkan kepalanya, menyembunyikan wajahnya dalam bayang-bayang. "Salah satu di antara kita, harus mati."Kata-kata itu, meskipun diucapkan tanpa nada, membuat hati Arlot tanpa sadar bergetar.Perlahan, Nathan menyeka darah kental di wajahnya dengan punggung tangannya. Di

  • Kembalinya sang Dewa Perang   Bab 1311

    Wajah Nathan berubah drastis. Kekuatan spiritualnya telah terkuras habis. Menahan serangan berikutnya dengan cara yang sama adalah hal yang mustahil. Dia menggigit ujung lidahnya dengan keras. Setetes darah merah yang berkilauan mengalir keluar.Dengan satu hembusan, Nathan menyemburkan darah itu ke udara, mengubahnya menjadi kabut darah. Lalu, dengan tarikan napas, kabut darah itu diserap kembali ke dalam tubuhnya. Itu adalah teknik terlarang: membakar esensi darah untuk mendapatkan lonjakan kekuatan sesaat. Seketika, auranya yang tadinya redup kembali melonjak, dan dia bisa merasakan darahnya sendiri mendidih di dalam pembuluh nadinya."TEBAS!"Nathan meraung marah. Pedang Aruna muncul di tangannya, bilah merahnya menyala begitu terang hingga menerangi seluruh lembah yang gelap. Dengan kilatan cahaya, sebuah tebasan pedang yang menyilaukan, membawa serta sisa-sisa kekuatan hidupnya, melesat untuk membelah pukulan Arlot yang sedang melaju.KREEK!Suara retakan yang nyaring terdengar

Bab Lainnya
Jelajahi dan baca novel bagus secara gratis
Akses gratis ke berbagai novel bagus di aplikasi GoodNovel. Unduh buku yang kamu suka dan baca di mana saja & kapan saja.
Baca buku gratis di Aplikasi
Pindai kode untuk membaca di Aplikasi
DMCA.com Protection Status