Sudah tiga hari Ario pindah dari rumah Sulastri, kini Lasmini merasa hatinya kosong. Dia merasa kesepian yang membuatnya sering melamun dan tidak fokus belajar.
Biasanya setelah dia selesai belajar, hal yang di lakukannya sebelum dia tidur adalah mengobrol dengan Ario di teras rumah. Tapi kini tidak ada lagi orang yang diajaknya bercerita dan bertukar pikiran, Lasmini merasa hidupnya membosankan dan dia jadi malas untuk belajar.
Sama seperti halnya dengan Lasmini, di rumah kontrakannya Ario merasa ada yang hilang dari hidupnya, walaupun ada beberapa temannya di rumah kontrakan itu tapi dia merasa kesepian. Bayangan gadis itu selalu memenuhi kepalanya.
"Apa ini yang dinamakan rindu? besok aku akan menemuinya," gumamnya bermonolog.
***
Besok sore, Ario pergi ke rumah Sulastri untuk menemui Lasmini yang selama tiga hari ini sosoknya memenuhi pikirannya.
Senyumnya merekah saat mendapati gadis pujaannya ada di teras rumah. Lasmini tersenyum lebar saat Ario telah berdiri di hadapannya.
"Apa kabar, Mini?" sapa Ario saat telah duduk di samping gadis itu.
"Baik, Mas Ario sendiri baik juga kan." Balasnya dengan tersenyum manis.
Senyuman Lasmini itu membuat jantung Ario bertalu-talu.
"Kamu sedang sibuk sore ini?" tanyanya.
"Tidak." Ucap Lasmini malu-malu.
"Kalau tidak sibuk kita jalan-jalan yuk!" ajak Ario.
"Yuk." Lasmini menyetujui ajakan Ario untuk jalan-jalan dan tanpa pamit dengan ibu nya dia menerima tangan Ario.
Mereka berjalan bergandengan tangan ke arah perkebunan teh yang terhampar luas, dan disana Ario tidak tahan untuk mengutarakan isi hatinya yang dia rasakan selama ini pada Lasmini.
"Mini..." Ario menjeda ucapannya.
"Iya, Mas." Lasmini menengok ke arah Ario yang sepertinya sedang berpikir untuk mencari kata-kata yang tepat yang akan disampaikan pada Lasmini.
"Aku...aku jatuh cinta sama kamu, Lasmini." Ario merasakan hatinya plong setelah mengutarakannya.
Lasmini tersipu mendengar ucapan pria yang ada disampingnya saat ini, dan menggenggam tangannya dengan erat. Dia tidak bisa berkata apa-apa karena jantung nya berdegup kencang, karena rasa yang selama ini ada di hatinya dan sepertinya itu adalah cinta yang mulai bersemi dihatinya.
"Kamu mau jadi kekasih aku, Mini?" Ario bertanya tanpa melepaskan genggaman tangan mereka.
Lasmini mengangguk sambil tersenyum dan tersipu, membuat wajah cantiknya bersemu merah dan itu membuat Ario menggigit bibirnya sendiri untuk menahan gejolak hatinya.
Tanpa aba-aba Ario merengkuh tubuh Lasmini kedalam pelukannya. Dielusnya punggung Lasmini naik turun selama beberapa saat, lalu ditatapnya wajah cantik itu dengan tatapan memuja. Wajah Lasmini terasa menghangat kala ditatap oleh seorang pria dengan tatapan yang memuja yang sebelumnya belum pernah dia rasakan.
Ario menyentuh bibir merah alami yang terasa lembab, ingin rasanya dia merasakan manisnya bibir itu tapi dia masih menimbang antara ingin menciumnya sekarang atau menundanya di lain waktu.
Akal sehatnya mengatakan agar menunda keinginan untuk mencium Lasmini, akan tetapi hasratnya mengatakan bahwa sekarang saatnya yang tepat untuk menikmati manisnya bibir itu, karena saat ini Lasmini sudah menjadi kekasihnya dan juga dia sangat merindukan gadis ini.
Maka tanpa berpikir panjang lagi Ario langsung menyambar bibir indah Lasmini dan merangkumnya dengan lembut. Bibir Ario bergerak perlahan dan memancing Lasmini untuk membuka mulutnya.
Akhirnya Lasmini membuka mulutnya dan mempersilahkan lidah Ario untuk menjelajahi apa yang ada didalam sana. Lidah Ario bergerak lincah begitu juga dengan bibirnya yang mencecap rasa manis bibir merah gadis polos itu.
Lasmini merasakan tubuhnya lemas menghadapi serangan demi serangan dari Ario, dia pasrah saat Ario membawa nya ke pangkuan. Bibir Ario mulai bergerak kemana-mana membuat gadis itu mulai merintih nikmat. Tidak hanya sampai disitu, tangan Ario mulai bergerilya di dada Lasmini yang membuat gadis itu mendesah.
"Mas, ahhh." Desahan Lasmini semakin membuat Ario bersemangat, dan dengan lincah tangannya mulai menelusuri seluruh tubuh Lasmini yang membuat gadis itu bergerak gelisah.
Keadaan Lasmini sekarang terlihat sudah kacau balau. Tubuh bagian depannya yang mulus, terpampang bebas membiarkan Ario menjelajah sesuka hati. Ario meninggalkan beberapa tanda di dada Lasmini dan seketika dada mulus nan putih itu dipenuhi oleh tanda yang Ario ciptakan.
Lasmini memejamkan mata merasakan nikmat yang belum pernah dia rasakan sebelumnya. Ario masih bermain dan memanjakan dirinya di dada Lasmini, rasanya dia enggan meninggalkan benda yang kini menjadi favoritnya.
Gadis itu pasrah akan ulah Ario, sama halnya dengan bibirnya, kini tangan Ario mulai merambat kemana-mana yang membuat gadis itu semakin bergerak gelisah dan merintih dibuatnya.
Ario merasakan tubuhnya yang mulai menegang, dan gemuruh didadanya mulai tidak terkendali karena gairah yang mulai menyelimutinya. Dia melihat kearah Lasmini yang wajahnya tampak sayu dan keadaan tubuhnya yang porak-poranda akibat ulahnya, dia tersenyum sambil mengecup bibir gadis itu yang terbuka karena terengah-engah.
"Sayang boleh ya mas cobain, hm." Rayu Ario sambil membelai pipi Lasmini yang merah merona.
Lasmini hanya mengangguk karena dia sendiri merasakan hal yang sepertinya sama dengan Ario, ingin merasakan sesuatu yang lebih.
Ario tersenyum puas mendapatkan ijin dari gadis itu. Dilepaskannya jaket miliknya untuk menjadi alas tubuh Lasmini, tangan nya bergerak lincah melepas kain penutup inti tubuh Lasmini.
Kini dia mulai mencoba menerobos masuk ke inti tubuh Lasmini dengan perlahan, tapi pertahanan gadis itu masih kokoh sehingga gagal untuk pertama kali. Dicobanya lagi dengan sedikit keras yang membuat Lasmini memekik pelan, "auw sakit, Mas."
"Tenang sayang pertama memang sakit, tapi saat aku berhasil masuk akan hilang sakit nya diganti dengan rasa nikmat yang belum pernah kamu rasakan." Dikecupnya bibir gadis itu agar merasa nyaman, dan dibawah sana Ario mulai lagi dengan serangan nya yang kini berhasil menerobos dinding pertahanan Lasmini.
Senyum merekah terbit dibibir Ario saat ini, karena dia menjadi yang pertama dalam hidup Lasmini, sang ‘Kembang Desa’.
"Terima kasih, sayang." Ucap Ario setelah aktivitas panas yang mereka lakukan dan dikecupnya kening Lasmini dengan lembut.
"Mas, aku takut akibat dari perbuatan yang baru saja kita lakukan." Lasmini menggigit bibirnya, dia baru menyadari akibat yang mungkin akan terjadi setelah ini. Dia bangkit sambil merapikan pakaian dan rambutnya yang acak-acakan.
"Tenang, aku akan bertanggung jawab dan setelah ini aku akan menemui ibumu untuk melamar kamu." Ucap Ario mantap dan berdiri sambil merapikan pakaiannya.
“Tapi aku masih sekolah Mas, ibuku pasti tidak akan setuju, beliau juga pasti akan bertanya kenapa tiba-tiba mas Ario mau menikahiku?” ujar Lasmini yang seketika menyesali perbuatannya yang baru saja dia lakukan.
“Memang aku akan berterus terang pada ibumu agar kita segera menikah,” ucap Ario santai.
Lasmini membelalakkan matanya seolah tak percaya kalau Ario akan berterus terang pada ibunya.
Ario tersenyum sambil menggandeng tangan Lasmini dan meninggalkan perkebunan teh yang menjadi saksi bisu perbuatan mereka.
Setelah acara makan malam, para tamu undangan memberikan selamat kepada pasangan suami istri yang tengah berbahagia itu. “Selamat atas hari jadi pernikahannya Pak Ario, Bu Lasmini,” ucap salah seorang pria yang datang bersama istrinya . “Terima kasih atas kedatangannya di acara kami ini, Pak, Bu,” sahut Ario pada pasangan suami istri yang merupakan rekan bisnisnya. Setelah para tamu undangan mengucapkan selamat padanya dan juga istrinya secara bergantian, kini giliran Ario dan Lasmini mengucapkan sepatah dua kata di acara tersebut. “Terima kasih untuk para tamu undangan yang telah bersedia hadir di acara kami. Hari ini, satu tahun yang lalu saya telah membuat keputusan paling penting dalam hidup saya. Saya telah berjanji dengan wanita yang ada di sebelah saya ini, untuk selalu berjalan bersama di hari-hari yang terbentang di depan. Dan wanita yang ada di sebelah saya ini juga telah memberikan saya kebahagiaan. Membuat hidup saya menjadi berwarna dan dia juga telah memberikan saya d
Lima bulan kemudian.Lasmini bingung saat bangun tidur, dia tidak mendapati Ario ada di sampingnya. Biasanya suaminya itu masih tertidur pulas di jam seperti ini. Lasmini melihat waktu menunjukkan pukul lima pagi. Dia bangkit dari tidurnya dan melangkah ke arah kamar bayi yang ada di sebelah kamarnya. Dia tersenyum saat melihat Anisa masih tertidur pulas. Lasmini lalu berjalan ke kamar mandi untuk mengambil air wudhu dan menunaikan sholat subuh.Selesai menunaikan sholat subuh, Lasmini berjalan keluar kamar. Dia berencana untuk mencari keberadaan suaminya pagi ini.“Apa Mas Ario sedang olahraga? mungkin dia sedang lari pagi di luar rumah. Aku buatkan dia kopi saja kalau begitu. Jadi saat dia pulang, Mas Ario bisa langsung minum kopinya,” gumam Lasmini bermonolog.Lasmini melangkahkan kakinya menuju ke arah dapur. Di sana dia melihat asisten rumah tangganya tengah sibuk menyiapkan sarapan.
Tiga bulan kemudian.Lasmini melihat penunjuk waktu di dinding dengan perasaan kesal yang menyelimuti dirinya. Sudah jam sembilan malam tetapi Ario dan Bima belum tampak juga batang hidungnya di rumah. Saat ini Bima seharusnya sudah bersiap untuk tidur, tetapi Ario yang membawa anak sulungnya itu pergi dari tadi sore belum kembali ke rumah.Lasmini menyesal menuruti perintah Ario agar tetap berada di rumah menjaga Anisa. Ario meminta Lasmini untuk tidak ikut serta dengan mereka, karena Anisa yang rewel sepanjang sore hari tadi. Waktu terus berjalan dan Lasmini sudah bolak-balik melihat ke luar rumah tapi tidak ada tanda-tanda mereka akan datang.Dia mencoba menelepon suaminya itu untuk mengetahui keberadaan mereka saat ini. Namun, Ario sama sekali tidak mengangkat teleponnya, bahkan pesan yang dia kirim hanya dibaca saja.‘Kenapa aku telepon tidak dia angkat, ya? kemana sih mereka sampai sekarang belum pulang? awas saja nanti kalau sudah sampai di r
“Mimpi kalau aku tidak disayang lagi sama Bunda dan Ayah. Aku duduk sendiri. Ayah sama Bunda mencium Dedek Nisa.” Bima kemudian menangis kala dia mengingat mimpinya itu.Lasmini tersenyum mendengar ucapan anak sulungnya itu. Dia lalu memeluk tubuh bocah itu seraya berkata, “Itu hanya mimpi, sayang. Jangan diambil hati. Bunda sama Ayah tetap sayang sama Bima, kok, walaupun sudah ada Dedek Nisa.” Lasmini lalu mencium pipi gembil Bima dengan penuh kasih sayang.Namun, tiba-tiba saja Bima menarik wajahnya dari wajah ibunya seraya berkata, “Beneran kalau Bunda tetep sayang sama aku?” tanya Bima dengan suara perlahan menatap Lasmini lekat.Lasmini kembali tertawa dan mencolek hidung mancung anaknya. “Benar dong sayang. Masak Bunda bohong.”Lasmini lalu mencium pipi anaknya gemas. Bima rupanya merasa lega dengan jawaban ibunya. Dia terkekeh kala ibunya terus mencium wajahnya. Hingga suara tangisan Anisa menghentika
“Sayang, sudah siap belum?” tanya Ario sambil mengetuk pintu kamar mandi. Istrinya tadi pamit padanya hendak ke kamar mandi sebentar sebelum mereka mulai ‘olahraga malam’ yang sudah ditunggu oleh Ario selama dua bulan.“Sebentar, Mas. Tunggu saja di tempat tidur, nanti juga aku keluar!” jawab Lasmini dari dalam kamar mandi. Ario kemudian kembali melangkah ke arah tempat tidur. Dia merebahkan tubuhnya di atas tempat tidur sambil menatap langit-langit kamar.Tak lama kemudian pintu kamar mandi terbuka dan menampilkan sosok Lasmini yang memakai lingerie merah. Dia berjalan perlahan mendekati suaminya yang sudah siap di atas tempat tidur. Lasmini tersenyum menggoda ke arah suaminya yang kini menatap ke arahnya dengan tatapan takjub dan tanpa berkedip sedikitpun.“Jadi ini yang membuat kamu lama di kamar mandi, hm. Dan ini lingerie merah kapan belinya?” tanya Ario mulai menggoda
“Mini, ganti baju kamu!” ujar Ario saat akan mengantar istrinya ke rumah sakit, dengan tujuan ke dokter anak karena bayinya akan melakukan imunisasi tahap awal.“Kenapa memangnya, Mas. Sepertinya baju yang aku kenakan ini sopan.” Lasmini memindai lagi pakaian yang dia kenakan hari ini. Dan dia tidak menemukan ada yang salah pada pakaiannya itu.“Itu pakaiannya menggoda iman, sayang. Aku saja tergoda apalagi orang lain. Dan aku tidak mau kalau dokter anak itu menjadi sainganku,” sungut Ario yang mulai dengan mode sebagai suami posesif.Lasmini merotasi matanya dengan malas. Dia melepas pakaiannya di depan suaminya, yang seketika membuat Ario menelan saliva, saat melihat tubuh istrinya yang semakin menggoda setelah melahirkan anaknya. Lasmini kemudian mengenakan pakaian lainnya dan memperlihatkan penampilannya kini di depan Ario untuk meminta pendapat suaminya itu.“Ba