"Clara, sudah sore. Bangunlah bersih diri segera!" Lira, sang kakak mendekati adiknya di kamar bernuansa merah muda ini. Ia membangunkan sang adik.
"Nanti saja kak, aku masih mengantuk," Clara berucap sambil menggeliatkan tubuhnya, kemudian memejamkan matanya kembali.
"Sejak kapan kamu jadi malasan begini, bangunlah kita makan dulu! Itu kakak sudah buatkan bubur kesukaanmu!" Lira sedikit memaksakan agar adiknya mau membuka mata.
"Uuuhhh, baiklah."
Clara meregangkan kedua tangannya. Sesekali ia menguap. Dipandanginya jam dinding di kamar yang ia gunakan untuk istirahat sehari-hari.
Jarum panjangnya berada diangka tiga dan pendeknya diangka lima. Lima belas menit telah berlalu dari pukul lima sore.Dengan sedikit malas Clara turun dari ranjang dan membiarkan kasurnya berantakan.
Segera menuju ke ruang wastafel, mencuci muka dengan sabun wajah merek terkenal. Clara sudah lupa dengan sakitnya.
Tangannya sudah leluasa bergerak, bahka
Kembali ceria Sore ini tante Naira sengaja datang ke rumah Clara sang keponakan. Ada sesuatu yang ingin disampaikannya. Saat tiba di depan pintu gerbang rumah Clara, sebenarnya ingin mengucap salam, namun karena mendengar suara kedua kakak beradik yang meninggi ini, Tante Naira cemas dan segera menghampiri Lira dan Clara. Rasa kaget dan penasaran juga menghiasi hati kedua anak putri yang masih saudaranya Tante Naira. Manakala sang tante mengucap salam, mereka berdua menjawab serentak juga seperti tadi saat mengucap sapaan untuk perawat klinik tempat Clara berobat tadi. Mereka berdua segera beranjak dari tempat duduknya dan mempersilahkan tante Naira untuk masuk ke rumah. Saudara kakak beradik ini sebenarnya tadi ingin pulang ke rumah. Namun dalam perjalanan, ia berjumpa dengan seseorang. Niat istirahat di rumah keluatga diurungkannya setelah sempat ke klinik lagi. Ada hal yang ingin meminta pertimbangan kepada keponakannya itu. Sekaligus nantinya ingin mengaj
Di ruang makan Tante Naira masih melanjutkan aktifitas di ruang makan. Sementara Clara sudah selesai dan kini kembali asyik melihat postingan teman-temanya di sebuah jejaring sosial. Karena sudah mau makan, Lira menyiapkan obat yang harus dikonsumsi oleh adiknya itu. Clara agak malasan untuk minum obat, karena itu sang kakak yang selalu memperhatikan. Sementara Lira menyiapkan obat, Clara malah asyik bermain handphone. Chatingan ria dengan beberapa teman termasuk salah satunya Roy. Ia lupa bahwa setelah makan masih ada tugas minum obat. Dalam chatinganya Roy sebenarnya ingin mengajak Clara ke club, malam minggu ini. Namun melihat kondisi temannya yang penuh luka rasanya tidak mungkin untuk bermalam mingguan. "Serius sekali menanggapi pesan para temanmu, duhai adikku?" tanya sang kakak yang kini sudah selesai aktifitas di ruang makan itu. "Iya mbak, penting sih." Clara menjawab dengan tenang dan santai, sambil meneruskan ketikan pesan untuk mem
Menolong Roy.Karena kondisi yang kurang sadar betul akibat banyak minum, Roy kehilangan kendali pada dirinya. Tidak bisa fokus saat mengendarai sepeda motornya hingga oleng dan menabrak trotoar, tubuhnya jatuh dan kepalanya membentur bagian tepi yang tidak rata bahkan ia berguling mengenai beberapa batu kasar yang ada didekat tempat pejalan kaki ini.Hendra yang berada di dekatnya jadi panik. Ketika tahu temanya ini jatuh terguling bahkan kepalanya terbentur benda kasar tanpa pelindung. Karena suasana malam hari dan lokasi tidak begitu jauh dari rumahnya. Roy tidak memakai helm warna hitam yang sempat dikenakan saat berangkat tadi.Pelindung kepala ini seharusnya tetap melekat di anggota tubuh bagian atas ini. Namun Roy merasa agak gerah dan lebih nyaman tanpa helm serta berpikir suasana malam jalanan lengang tidak semacet saat siang hari. Juga ingin merasakan semilir angin malam dan Roy pikir perjalanan tidak memakan waktu lama terlebih saat lengang bisa sedik
Di Klinik lagi.Roy mendapat pertolongan dengan segera dijahit luka pada kepalanya. Kebetulan jika malam hari, klinik tidak terlalu ramai pasien yang berobat. Hanya sesekali jika ada pasien baru yang membutuhkan pertolongan gawat darurat.Untuk pasien yang dirawat inap ada beberapa hingga hingga bangsal hampir penuh. Mereka tinggal dipantau infus dan penjagaan jika ada keluhan yang membutuhkan pertolongan perawat. Ketika Roy dan Hendra membutuhkan pertolongan. Segera bisa ditangani, kebetulan tante Naira sedang di klinik.Tante Naira bisa langsung menangani penjahitan dan lainnya. Dokternya sedang keluar sebentar dan sudah tahu jika tante Naira sudah terampil dan ahli menjahit luka. Sehingga untuk intruksi penanganan selanjutnya sudah selesai penjahitan luka. Hendra sendiri mendapat jahitan di kaki dan tangan, karena benturan dengan tepi trotoar yang kasar permukaannya.Karena Roy sampai pinsan akan ada rujukan untuk CT Scant di rumah sakit untuk Ro
Kesan dari Hendra."Roy, diakah tante?" Clara bertanya dengan nada cemas dan sedikit gemetar. Roy teman yang tadi siang menolongnya, kini berada di ruang perawatan. Sungguh kenyataan yang tak pernah disangkanya. Begitulah memang adanya kehidupan."Sepertinya iya, dari kartu identitas dan sekilas wajah yang masih tante ingat," jawab tante Naira."Dia kenapa tante?" Kali ini Clara bertanya dengan mata berkaca. Rasa penasaran semakin menghiasinya."Kepalanya ada beberapa luka dan orangnya masih belum sadarkan diri."Clara tak kuasa menahan air matanya agar tidak menetes. Sedih dan kasihan mendengar berita ini. Siapa sangka lelaki yang tadi siang membersamainya, menemaninya. Kini matanya terpejam dengan luka yang harus dijahit."Bolehkah aku menjenguknya Tante?" tanya Clara dengan suara yang semakin serak."Boleh. Itu di ruang sebelah. Dia bersama dua temanya. Yang satu sakit juga, mana keluarganya belum ada yang datang." Tante Naira memp
Pesan dari Roy."Kenapa kalian menangis sih? Aku baik-baik saja kok." Walau sebenarnya sedih karena ada luka serius di kaki dan membutuhkan perawatan lebih di rumah sakit, Hendra tetap berusaha menghibur kedua adiknya yang tampak bingung dan kecewa."Kakak bohong, kata dokter kaki kakak perlu di rongtsen, ada hal yang perlu ditangani lebih lanjut." Sang adik berkata sambil terisak. Hendra sempat kaget setelah mendengar ucapan adiknya."Hah, dari mana kalian tahu? Bukankah belum ketemu dokternya?" tanya Hendra"Iya sih kak, jangankan ketemu dokter, petugas jaga saja kita gak lihat," jawab adiknya Hendra."Terus kamu tahu dari mana?" Hendra bertanya lagi. Ia sangat tidak ingin adiknya larut dalam kesedihan serta berpikir keras dengan apa yang sedang ia alami."Tadi mamanya mas Roy sempat cerita saat di mobil," jawab adiknya lagi.Sejenak Hendra memandang ke arah Roy yang kini sedang diperhatikan oleh orang tuanya. Hendra paham betul jik
Ke rumah sakit."Apa permintaanmu Roy?" tanya mamanya."Tolongin biaya berobatnya Hendra ma!" jawab Roy dengan suara terbata."Oh, begitu ya? Itu perkara mudah, hanya apakah dia bersedia kita bantu? Mama cemas ia akan merasa direndahkan." Mamanya Roy menatap ke arah Hendra yang sedang bercengkerama dengan adik-adiknya.Membantu orang bagi mamanya itu perkara mudah dan ia sukai. Karena kesempatan ini jarang sekali. Namun kadang memang timbul rasa ragu. Akankah niat tulus untuk menolong diterima dengan baik? Atau malah sebaliknya akan dikira menghina atau mengejek pihak yang dibantu?."Aku tahu siapa Hendra, dia sedang ada masalah keluarga. Takutnya tidak ada yang mau membantu biaya berobatnya. Tadi dia bersamaku, sudah selayaknya kita membantunya, iya kan ma?" Suara Roy sudah mulai jelas, namun ia mulai merasa berat lagi kepalanya, hingga kembali terpejam cukup lama."Roy..Roy," sang mama memanggilnya saat anaknya ini tak bicara lagi.
Saat kembali dari Warung.Malam berlalu, hari berganti pagi. Sebelum mentari terbit dalam suasana setelah subuh, Clara bersiap pulang. Setelah sebelumnya melihat kondisi seorang anak jalanan yang ditemukan tantenya itu. Seperti sang tante, ia juga merasa iba dan sedih melihat kondisi sang anak tadi.Jika saat ini Clara kadang ditinggal pergi orang tua hingga hampir setiap harinya Clara hanya berdua dengan kakaknya di rumah. Tidak ada satpam atau asistant rumah tangga apalagi tukang kebun yang bekerja di rumahnya. Tidak seperti rumah Roy yang memiliki semua pekerja tadi sehingga saat kedua orang tuanya tidak ada di rumah, suasana ramai dan tifak hening.Sedang di rumah Clara, jika ia hanya bersama kakaknya. Rumah akan terasa hening dan sepi, beda saat ada mama dan papanya. Meski begitu mereka tetap bersyukur terlebih saat seperti ini. Melihat anak yang ditolong tante Naira, semakin membuatnya untuk bersyukur.Saat ini mereka berdua bisa makan enak, t