Share

Saat di klinik

Pemuda itu segera naik bis yang lewat dekat jalan tempat mereka tadi bertemu dan beradu kata. Pemuda yang belum memperkenalkan namanya kepada Roy dan Clara itu, tadi bermaksud pulang ke rumahnya yang ia tempuh demgan naik bis.

Kadang diantar oleh keluarganya. Belum memiliki mobil sendiri. Dan sepeda motornya bergantian dengan sang adik.

Tinggal di area padat penduduk dengan fasilitas yang sederhana. Berstatus lajang dan ingin sekali menjalin cinta dengan gadis semanis Clara. Meski belum begitu tahu seluk beluk gadis itu.

Sang pemuda sudah memiliki ketertarikan sejak awal berjumpa. Karena tempat kerjanya masih sewilayah dengan Clara menimba ilmu.

Sang pemuda yang masih berjiwa labil ini, merasa dipermalukan oleh Roy yang tadi sempat menamparnya secara tiba-tiba.

Dihatinya penuh rasa dendam meski ingin dinetralkan tetapi sakit hatnya tetap ada. Bahkan yang paling membuatnya semakin merasa kesal saat sang adik mengetahui wajah kakaknya berubah.

Pemuda tadi bercerita tentang apa yang terjadi. Sang adik sangat tidak terima, apalagi ia tahu siapa itu Roy.

Selama ini mereka sering terlibat perkelahian dan temannya sering terluka oleh penampar pipi sang kakak itu. Tangan sang adik mengepal erat, ia menunggu saat yang tepat untuk membalas dendam terhadap para teman dan sang kakak.

Pemuda tadi tidak begitu tahu urusan adiknya. Ia juga tidak mengerti jika sang adik memiliki sifat amarah yang tinggi.

Dan tidak mudah melupakan kesalahan oramg lain. Sang pemuda itu sempat kaget saat sang adik tahu siapa yang membuat wajah kakaknya ini merah lebam. 

Sementara itu Roy dan Clara masih dalam perjalanan. Rumah Clara sebenarnya tidak begitu jauh dari sekolah, namun Roy ingin membawa berobat dulu. Ia tidak tega dengan hal yang menimpa Clara.

"Aku tidak punya uang cukup untuk ke klinik, antar ke rumah dulu saja," Clara sempat berpikir sesaat sebelum dibawa ke klinik.

"Tenanglah! Aku siap menolongmu," ucap Roy.

"Terlalu merepotkanmu Roy, kita ini pelajar. Memang berapa uang sakunya sih? Lagian aku hanya ada lima puluh ribu rupiah yang dibawa. Paling kamu juga berapa uang sakunya? Dan jika digabungpun mana cukup untuk membayar tindakan medis nantinya?" Clara masih bingung jika ke dokter.

"Hahaha, Clara..kamu ini kenapa sih? Orang tuaku milyader, mana mungkin anaknya hanya diberi recehan? Nih, lihat isi dompetku."

Sesaat setelah turun dari sepeda motor, ketika sudah sampai di klinik langganan Roy. Dan sepeda motor sudah diparkirkan.

Roy menanggapi ucapan Clara, sambil memberikan dompetnya kepada gadis itu. Roy ingin Clara melihat sendiri isi dari benda berwarna cokelat yang terbuat dari kulit hewan dan berkualitas itu.

Clara tercengang, ketika melihat isinya lembaran uang merah dan biru. Lumayan banyak jumlahnya. Quantitas yang tidak biasa bagi seorang pelajar.

Bahkan Clara sendiri tidak pernah membawa uang sebanyak itu, kecuali saat diajak belanja oleh mamanya. Jumlah yang cukup banyak bagi remaja sepertinya.

"Ini uang sakumu seharikah?" tanya Clara dengan penuh penasaran.

"Tidak juga sih, kebetulan hari ini mama memberi sejumlah itu," jawab Roy.

"Apa maksud mamamu memberi sebanyak ini? Kamu minta dengan paksa ya?" Clara masih belum percaya.

"Banyak tanya saja sih kamu? Mau dibantu apa tidak?" tanya Roy dengan sedikit meninggikan suaranya.

"Sebenarnya enggak enak merepotkan dirimu, tetapi aku sangat sakit menahan luka di kaki. Lagian aku cuma ingin tahu saja sih. Kok, bisa mama kamu memberi sebanyak itu? Pasti ada maksud tertentu," ucap Clara masih penasaran dengan uang saku Roy uang menurutnya cukup banyak itu.

"Ya sudah aku bantu berobatnya. Cepat kita masuk ke klinik ini! Hmmm, jika kamu penasaran dengan uang sakuku? Baiklah kuberi tahu jumlahnya. Mama biasa memberi lembaran merah tiga lembar setiap hari dan diakhir hari dalam seminggunya seperti saat ini, mama akan memberi lebih banyak," ucap Roy, sambil menjelaskan pada Clara.

"Ooh, senang ya, setiap hari Sabtu dikasih tiga juta rupiah?" ucap Clara dengan sedikit bertanya.

"Tidak pasti segitu juga sih. Tergantung mama mau memberinya. Kadang sampai lima juta jika aku meminta dengan sangat, dan nantinya akan dipakai untuk weekend bersama teman atau malam mingguan, begitu manis," jawab Roy sambil mencubit pipi Clara yang putih itu.

Clara terdiam, anganya melayang. Seandainya ia seperti itu, diberi uang saku yang lumayan dan setiap minggunya diberi tambahan. Betapa senangnya ia, bisa untuk shoping dan hura-hura.

Namun itu belum mungkin untuk saat ini. Mama dan papanya paling banyak memberi uang saku dua lembar merah. Hari libur sekalipun, kecuali jika ada acara baru akan memberi lebih dari biasanya.

Untuk Roy yang orang tuanya milyader, mungkin sejumlah biasa saja. Tidak begitu membebani orang tuanya. Untuk sekelas Clara, atau yang lebih di bawah lagi akan terasa banyak apalagi bagi para orang tua yang gajinya sesuai upah minimum regional.

Jumlah yang diberikan untuk Roy setiap minggu sama dengan gaji orang tua teman lain yang hidup sederhana.

****

"Clara, kamu di sini?" 

Seorang perawat yang sudah tidak asing dengan wajah gadis berambut lurus sebahu ini menyapa wajah penuh tanya.

Tidak biasanya Clara ke sini bahkan sejak awal dibuka sekalipun. Clara memandang ke arah wanita berseragam putih dengan kerudung pasmia plisket senada dengan warna seragamnya.

"Tante Naira? Kerja di sinikah?" tanya Clara.

"Iyalah, sudah lumayan lama loh, tapi tidak banget sih," jawab Tante Naira.

"Wah..wah rupanya sudah kenal dengan petugas medisnya ya?" tanya Rio.

"Iya, Rio. Dia masih saudara, anak adik ketiganya eyang dari papaku," jawab Clara.

"Hmmm, ananda yang menemanimu ini...?" tante Naira ingin bertanya, tapi mengingat lagi takutnya keliru dugaannya.

"Dia kenapa tante?" tanya Clara mulai penasaran.

Tante Naira terdiam dan hanya mengingat  sekilas jika Roy sering ke klinik ini. Dan tante sering menduga jika Roy terlibat dalam suatu perkelahian.

Dan tidak hanya siang hari kadang juga malam hari, ia datang dengan luka yang perlu dijahit. Bahkan kali ini tante Naira sedikit cemas karena Clara datang bersama Roy dan ada bagian tubuh Clara yang terluka.

"Tante, antriannya banyak nih," tanya Clara sambil melirik ke arah pasien yang lain.

"Iya, begitu. Mereka juga ingin berobat dan sudah sering ke sini," jawab sang tante.

Tante Naira yang tadi berhenti sebentar saat melihat Clara, kini pamit pasien yang masih saudaranya ini. Karena tante Naira akan melanjutkan tigasnya untuk menangani pasien uang terluka.

Sesaat setelah ia memasuki ruangannya. Beberapa pasien yang perlu medikasi dipanggil. Mereka segera mendapat penanganan.

Setelah lima pasien menerima resep obat secara bergantian. Kini Clara dipanggil untuk didahulukan. Hal ini tentu mengundang reaksi dari pasien lain yang antri dari tadi. Mereka ingin menyampaikan protes, karena sudah lelah antri tetapi tidak segera ditangani.

"Bu, mengapa dia duluan? Kami antri dari tadi loh?" 

Salah seorang pasien bertanya ketika perawat yang masih saudaranya Clara ini hendak masuk ke ruangan dokter. Ia merasa tidak terima dengan sikap sang perawat itu.

"Mohon maaf ibu, dia saudara saya dan kakinya sakit. Maafkan jika didahulukan, setelah ini akan dipanggil sesuai nomer urut."

Perawat yang dipanggil  tante Naira oleh Clara kini segera menutup pintu. Ia melanjutkan tugasnya.

Sedangkan para pasien yang sempat protes itu. Kini duduk kembali. Namun mereka masih menggerutu dan kurang terima.

"Ih, enggak adil. Mentang-mentang keluarga didahulukan. Dahlah, besuk enggak usah ke sini lagi," ucap seorang paaien ibu-ibu yang tadi protes.

"Sudahlah, enggak usah diperdebatkan! Mungkin mbak yang tadi didahulukan, karena bu Naira sangat kasihan. Kayaknya mbak tadi itu kesakitan pada jempolnya. Sepatunya saja sampai sobek loh," ucap pasien yang lain.

"Iya, kita terimain dulu. Paling cuma sekali ini. Lagian dokter dan perawat di sini baik. Obatnya juga cocok, aku sih mending berobat ke sini saja," ucap seorang ibu yang lain.

Pasien yang tadi sempat protes Kini terdiam. Ia juga merasa selama ini sudah cocok berobat di sini. Namun tetap sedikit kecewa dengan hal tadi. Tapi tetap melanjutkan berobat untuk proses kesembuhannya.. Dan tetap mengantri  untuk memeriksakan sakitnya.

"Cekrek!"

Bunyi suara pintu dibuka. Para ibu yang menunggu dari tadi, kini memandang ke arah Clara. Jempol kaki kanan, kedua siku dan lututnya tidak luput dari perban. Untuk mengurangi tekanan Clara dipapah oleh tante Naira dan Roy menuju ruang depan klinik.

"Lain kali hati-hati Clara! Tidak usah ikutan tawuran segala!" ucap Tante Naira.

"Ini juga tidak ikutan kok, " Clara berkata sambil memposisikan diri untuk duduk di kursi depan.

"Cepat pulang jika sudah waktunya! Agar tidak terjebak dan ikut berlarian di jalan!" Tante Naira berkata lagi.

"Ya ampun tante, semua ini tidak ada kaitannya dengan perkelahian. Tadi waktu mau pulang dengan jalan kaki, karena tidak ada yang menjemput. Eh, ada orang di jalan ngajak ngobrol di Taman dekat sekolah. Padahal aku ingin segera pulang, ya sudah lari deh. Enggak nyangka kalau akan kesandung."

Clara menjelaskan tentang hal yang menimpa dirinya hingga banyak luka seperti itu. Sang tante tentu khawatir dan tidak tega.

Karena saat ini sering ada perkelahian, baik dengan sesama pelajar atau kadang antar warga. Tante Naira tentu cemas jika Clara terluka.

Beberapa saat ini sering ada orang yang berobat untuk menjahitkan luka yang menganga ditubuhnya akibat perkelahian.

Awalnya klinik ini ingin menolak pasien yang brutal seperti itu. Tetapi petugas medis harus menolong siapa saja yang sakit. Dan untuk kemanusiaan, klinik tempat Tante Naira bekerja dan dokternya masih saudara ini membuka hati kepada siapapun.

Mereka menerima dengan wajah ceria dan senang hati, melayani dengan ramah dan mengobati dengan tulus sepenuh hati. Bahkan mendoakan kesembuhan bagi para pasiennya.

Di plastik pembungkus obat di beri tulisan semangat untuk sembuh dan doa yang perlu diamalkan bagi bagi yakin dan sering beramal dengan doa.

Sejak saat itu klinik ini ramai pengunjung, karena senang dengan keramahan dan semangat dari sang dokter. Meski tadi sempat ada sedikit kecewa mereka tetap berobat ke sini. 

"Duh..tadi didahulukan, sekarang diajak mengobrol lama banget?" tanya dang ibu yang tadj protes.

*Loh, ada pasien yang mengeluh lagi? Ikuti kisah selanjutnya ya reader!*

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status