Share

Ketika berdua saja

Ketika berdua saja

"Ada apa bu? Mari silahkan masuk ke ruang dokter! Sudah girirannya," ucap Tante Naira dengan senyum manis nan ramah.

"Oh, iya. Terima kasih."

Segera tante Naira melayani dengan tulus dan penuh kasih. Ia berusaha agar sang ibu yang tadi sempat kecewa agar kembali ceria. Dengan kecerian dan semangat dari dalam diri berharap sang ibu ini bisa sembuh sakitnya. Serta semangat selalu dalam menjalani hidupnya.

Pasien itu tertegun dan merasa malu tadi sempat banyak protes. Sekarang dia diperlakukan sangat baik hingga membuatnya segan. Bahkan meminta maaf karena sudah emosi di depan para pasien yang lain. Ibu itu tetap senang berobat di klinik tempat Tante Naira yang juga saudaranya Clara ini bekerja.

Sementara itu Clara yang sudah kembali menelusuri jalan. Akhirnya sampai di depan rumahnya Clara. Di depan rumah sederhana namun rapih dan asri berpintu gerbang warna kuning tembaga ini, Clara turun dengan hati-hati. Untung kaki kirinya tidak ada luka yang terlalu sakit sehingga bisa untuk menjadi tumpuan.

Pintu gerbang yang tidak digembok itu segera dibuka. Roy menggandeng Clara dengan manja. Berjalan dengan pelan hingga ke ruang tengah setelah membuka pintu rumah dengan kunci lain yang dibawa Clara. Ada dua kunci pada pintu rumah ini. Yang satu dibawa orang tua untuk membuka sewaktu-waktu saat pulang bepergian.

Satunya lagi dibawa Clara untuk membuka pintu rumah ketika pulang sekolah dan tidak ada yang menjemput seperti sekarang ini. Sedangkan sang kakak tidak dibawakan kunci rumah karena biasanya sore hari saat pulang kerja Clara sudah ada di rumah.

Jarak rumah dengan sekolah sekitar hampir satu kilo meter. Sudah sering Clara berjalan kaki saat pulang di siang hari. Sedang pada pagi harinya ia ikut sang kakak, menumpang saat kakaknya berangkat kerja. Orang tua Clara sering bekerja diluar kota. Clara tinggal bersama sang kakak, jika orang tua tidak di rumah.

Jika tadi Tante Mirna cemas Clara terluka karena terkena salah sasaran sebuah perkelahian, bisa dimaklumi. Karena memang gadis manis ini sering melihat aksi itu di jalan yang ia lalui daat pulang sendiri. Tidak sekali atau dua kali. Tetapi memang sering, dan ia pernah melihat di depan mata saat aksi tawur berlangsung.

Ada seorang siswa yang tersabet clurit di pahanya , tak tega Clara melihat itu. Segera ia menepi dan menutup matanya. Ada juga aksi pengeroyokan dan yang diserang bisa menyelamatkan diri. Ia juga melihat senjata mereka yang tajam dan juga keras seperti bebatuan yang dilempar sesuka hati. Tentu perawat yang menangani luka Clara ini merasa cemas di situ.

Dan Tante Naira sangat lega setelah mendengar jika hari ini aman tidak ada aksi brutal. Hanya ingin diajak kenalan, namun Clara merasa takut serta segera berlari yang membuatnya tersandung hingga sepatu bagian jempol kaki sobek kena batu tajam yang juga merobek kuku ibu jari kaki itu. Terpaksa kuku itu dilepas juga dari pada membuat tidak nyaman bergerak. Karena tentu akan sakit jika tersenggol apapun sedikit saja.

Tante Naira sempat tertawa dalam hati saat mendengar, saudaranya ini berlari dan tersandung. Menurut Tante Naira, sikap Clara ini sangat kekanakan. Karena biasanya yang suka lari dan tersandung itu para anak kecil. Di kliniknya juga sering ada anak yang berobat karena kukunya lepas akibat tersandung batu yang biasanya tajam.

"Minumlah dulu Clara!" ucap Roy sesaat setelah ia mengambilkan air putih dari dispenser yang ada di ruang tengah ini.

"Terimakasih Roy, maaf jika merepotkanmu," ucap Clara.

Roy terdiam sambil memandangi seluruh sudut ruang rumah Clara. Sederhana? Iyalah. Rumah berlantai satu dengan ukurang tujuh dikali dua belas meter ini. Hanya ada tiga kamar dengan dua kamar mandi. Satu kamar mandi ada di dekat dapur dan yang lainya terdapat di kamar utama. Kamar milik mama dan papanya itu sengaja didesain dengan kamar mandi di dalam.

Sementara kamar Clara dan kakak masing -masing berukuran tiga kali tiga meter dengan desain interior yang sama. Dicat dengan warna sama pada dinding luarnya. Dinding dalam dihiasi dengan walkpaper bermotif bunga warna pink untuk Clara dan ungu bagi sang kakak. Kedua warna itu kebetulan adalah warna kesukaan kakak beradik ini. Di sudut rumah ada dapur dan sebelahnya ruang makan. Di depan ada ruang tamu dan teras serta halaman yang tanami berbagai bunga hias meski tidak terlalu luas ini.

Roy tertegun jika bertanfang ke rumah para temanya yang sederhana namun terasa sejuk fan damai di dalamnya. Roy merasa kerasan atau betah berlama tinggal di rumah Clara. Sejenak ia mengingat rumahnya yang tiga tingkat. Dengan kamar-kamar yang sangat luas. Karena satu kamar tidak hanya untuk ruang tidur saja.

Ada ruang uutuk bersantai atau kadang dipakai untuk ruang kerja yang mana di dalamnya terdapat lemari yang berisi berkas kantor dan meja komputer serta laptop. Ada ranjang kecil untuk berbaring jika lelah menghadap layar monitor. Dan diantara ruang santai dan ruang tidur ini ada kamar mandi dan wastafel untuk bersih muka atau sikat gigi.

Ruang tamunya juga luas, apalagi ruang tengah. Ruang untuk bersantai ini terdapat televisi yang cukup besar. Dan ada meja telepon rumah. Serta masih banyak ruangan luas lainnya. Namun Roy merasa damai di rumahnya Clara.

****

"Kapan aku harus melunasi hutangku Roy?" 

Pertanyaan Clara membuyarkan lamunan Roy. Baru saja duduk sudah diajuin pertanyaan yang menurut Roy tidak penting. Ia diam saja tidak ingin menanggapi pertanyaan Clara. Roy tifak peduli sambil menyeruput kopi yang ia buat sendiri atas saran Clara.

Sebagai tamu Clara ingin menghormati Roy dengan menjamunya, namun karena tidak ingin banyak menggerakkan kakinya yang ada beberapa perban. Akhirnya Clara meminta Roy untuk membuat teh, kopi atau susu. Mana yang menjadi seleranya. Dengan menunjukkan tempat minuman itu diletakkan. 

Tanpa pikir panjang Roy menerima tawaran itu, karena ia sudah merasa haus. Bahkan untuk Clara dibuatkan juga setelah sempat menawari mana yang perlu dibuatkan? Clara hanya minta teh hangat saja.Karena tadi juga sudah diambilkan air putih oleh Roy. Clara minta dibuatkan teh karena ingin minuman hangat. Sementara Roy ingin minum kopi.

"Bagaimana dengan hutangku Roy?" Clara bertanya lagi.

"Ya ampun Clara, sudah jangan ditanyakan lagi! Cuma berapa ratus saja, sudah kamu pikir dari sekarang. Enggak penting itu semua. Kesembuhanmu lebih utama. Yang penting juga kamu mau jalan denganku," ucap Roy sambil menggenggam tangan Clara.

Clara terdiam, kepalanya disandarkan pada bahu Roy. Membuat Roy ingin mendekap erat Clara. Bahkan hasratnya ingin menikmati kehangatan dari cinta sang kekasih yang disukainya itu. Namun Roy tahu kondisi Clara yang sedang banyak luka membuat dirinya menahan segala hasrat yang ada.

Roy seorang badboy, baginya wanita adalah hiburannya. Saat ini ada Clara dari beberapa perempuan yang disukainya. Di rumah yang sepi hanya mereka berdua. Naluri Roy untuk banyak menikmati kemesraan dengan Clara begitu menggebu namun apa daya kondisi sedang tidak mendukungnya. Hingga Roy teringat aktifitas yang belum Clara lakukan.

"Tidakkah kau ganti baju, Clara?" tanya Roy sambil melihat tubuh teman uang masih berbalut busana putih abu itu.

"Nanti tunggu kakak pulang, aku enggak bisa ganti baju sendiri dalam keadaan seperti ini," Clara berkata sambil melirik ke arah balutan disikunya.

"Mengapa harus menunggu kakakmu? Jika ada yang bersedia membantumu saat ini?" Roy bertanya lagi.

"Maksudmu, siapa? Kamu? Duh..aku malu nih," jawab Clara dengan wajah tersipu

"Kenapa harus malu? Aku suka kamu Clara dan aku..ingin menikmati cintamu," Roy mencoba mengutarakan keinginan hatinya.

"Tapi..kita masih remaja, jangan berpikiran nakal duhai Roy!"

Clara semakin tersipu, walau dirinua sebenarnya ingin juga menikmati cinta bersama Roy. Tetapi ia tidak ingin terlalu kebablasan dalam bergaul. Apalagi orang tua dan kakaknya selalu menasehati untuk bisa menjaga diri. Walau cunta dengan Roy ia tidak ingin bebas melakukan apa saja saat ini.

Sementara itu Roy begitu berhasrat, ditatapnya Clara dengan sepenuh hati. Wajah manis nan putih dengan hidung mancung membuat Roy terpesona. Tubuh ramping dengan balutan kemeja dan rok selutut yang membuat Clara tampak cantik. Tatapan Roy semakin nakal saat melihat bagian dada Clara yang menggodanya.

Sesuatu di bawah pusarnya semakin menegang dan ingin beraksi. Roy hampir pernah melakukan itu pada kekasih yang lain. Namun juga gagal karena belum ada kesiapan dari Sasa perempuan yang sering diajaknya kencan. Dan kini Roy inginkan Clara. Mumpung rumah sepi juga tetapi Clara sakit dan masih lugu. Perlu trik untuk mendapat perhatiannya.

Sementara itu Clara sedikit tahu apa yang diinginkan Roy. Clara juga menatap Roy tajam hingga ke bagian antara kedua pahanya yang tertutup celana panjang itu. Tatapan Clara membuat Roy semakin ingin menikmati kedekatan ini. Paling tidak menikmati kecupan dan dekapan yang mesra.

"Clara, rumah ini sepi alangkah syahdunya jika kita berdua beradu kasih," Roy semakin berkata sesuai isi hatinya.

"Roy kamu memang breng..."

Belum sempat Clara meneruskan ucapannya. Roy langsung membopong  lara dan langsung ditidurkan telentang pada kasur lantai warna biru yang ada di depan televisi. Roy lansung berada diatas tubuh Clara dan mendaratkan kecupan dibagian tertentu dari wajah Clara lalu melumat bibir merah alami gadis berusia tujuh belas tahun ini.

Clara ingin berontak tetapi ia juga tidak bisa memungkiri rasa ingin didirinya. Roy semaikn berani dengan memainkan tangan ke bagian sensitif pada tubuh atas perempuan ini. Roy bahkan melepas beberapa kancing untuk mengelarkan isi bagian dalam kedua gundukan itu untuk dihisap dengan lembut.

Clara menolak dan menutup kembali kancing bajunya hingga lupa sakit yang sedang ia derita. Roy sedikit kecewa, namun ia berusaha untuk tidak memaksa secara berlebihan. Meski hasratnya menggelora. 

"Cukup Roy, ini sudah keterlaluan. Kamu brengs.."

Lagi-lagi umpatan itu tidak bida dilanjutkan kata-katanya. Karena Roy menutup mulut Clata dengan tiga jarinya. Roy sudah tidak tahan ingin menempelkan tangan Clara pada batangnya dan ingin juga mengeluarkannya namun Clara menolak.

Roy kesal dan kini sedikit memaksa. Didekapnya erat tubuh Clara yang sudah mulai duduk itu dan Roy hanya menggesekan saja miliknya ditubuh belakang Clara tanpa membiarkan gadis ini berkutik. Clara merasakan kenyal milik Roy dan ingin berontak, namun Roy semakin mendekap hingga merasakan sesuatu keluar sambil memejamkan mata merasakan nikmatnya.

Masih lengkap baju yang mereka pakai. Namun Roy bisa mencapai klimaks dari hanya dekapan saja. Membuat Clara sedikit mengejek dalam hati jika Roy lemah dalam hal satu ini. Clara memandang ke arah Roy yang sedang mengatur napasnya. 

"Tok..tok!"

Terdengar suara pintu di ketuk membuat Clara dan Roy gugup. Segera merapihkan diri dan beranjak.

*oke..lanjut ceritanya ya reader!**

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status