Share

My Other Half

last update Last Updated: 2024-02-25 16:05:11

Good morning class, this is your lecturer, David. I will teach and share my knowledge in this class for this semester. The terms and conditions would be shared in your chat room, any questions?” Pria berusia 30-an itu sedang berkacak pinggang, menelisik ke seluruh ruangan. Atmosfer terasa sangat tegang, karena sekolah hukum terkenal dengan dosen yang kaku dan tidak bersahabat. 

If there are no questions, let’s jump to the next section. Who wants to volunteer as the head of this class?” David berusaha menemukan tangan yang terangkat di antara dua puluh mahasiswa yang hadir dalam ruangan tersebut.

I volunteer, sir!” suara itu memecah keheningan kelas. 

David melempar pandangan ke arah anak tersebut, “Okay, great. what’s your name?

Its Allen. Allen Astro Hasibuan, sir!” mendengar nama tersebut, seluruh mahasiswa di kelas ramai berbisik “pasti dia pure blood!”.

“Thanks, Allen. Now I need the vice, who wants to volunteer?” David kembali melihat dan menunggu siapa yang akan mengangkat tangan.

Me, sir. Seline Prima Danuarta,” Seline mengangkat tangannya. Lagi-lagi seluruh pandangan kelas tertuju padanya.

Okay Allen and Seline, meet me after class at the library.” David meminta agar kedua orang tersebut dapat membantunya mengurus kelas dan mengumpulkan tugas. 

“Then, for the rest please give me your opinion about the murder case Ferdy Sambo to Yoshua Hutabarat,”

Pertarungan opini dalam kelas tersebut cukup sengit, diantaranya terdapat Seline yang cukup menonjol dengan argumentasinya, membuat David mengangguk-angguk senang. “I appreciate your opinion Ms. Danuarta, that’s excellent,”

I also have to give much appreciation to this class, especially for Alina. Both of you really make me satisfied,” David juga terkesan dengan kemampuan Alina walau tidak sebaik Seline.

In the 3rd semester, I will hire an intern program, and help me with real cases. I hope you are all interested. See you next week class,” David pergi meninggalkan ruang kelas, diikuti oleh Allen dan Seline.

“Hah… gila gak? baru hari pertama diskusinya udah kek gini? Buat gue yang gada basic soshum sama sekali, bingung banget,” ucap perempuan muda yang duduk di sebelah Alina.

Perempuan cantik dengan rambut dan mata cokelat terang itu menghela nafas dan melanjutkan keluhannya. Selama di kelas, dirinya hanya diam dan tidak melontarkan opini apapun dalam diskusi kelas. Mendengar keluhan yang terus menerus itu, Alina tersenyum kecil dan sesekali terkekeh.

“Oiya, gue udah bicara panjang lebar, tapi gue lupa kenalan,” ia menjulurkan tangan yang terbalut kemeja putih bergaris hitam halus. Kulitnya kuning langsat, tubuhnya tinggi dan proporsional. “Hai, gue Namira,” ujaran itu keluar dari bibir indahnya dengan lesung di bawah matanya. 

“Alina,” cepat-cepat Alina menjabat tangan dan ikut tersenyum, menampakkan giginya yang rapi dan apple cheeks yang menonjol.

“Whoa, jujur, gue kira lu orang yang serius dan kaku. Lu kalo senyum cantik banget,” ucap Namira yang terpukau dengan wajah Alina.

“Yah, gue tau sih kalau gue cantik, lu ga usah repot-repot muji,” balas Alina seraya terkekeh bercanda.

“Sialan juga ya lo, emang boleh sesombong itu?” lagi-lagi keduanya terkekeh. Mereka tahu, mungkin saat itu adalah awal persahabatan dari mereka berdua. Sedang orang-orang yang masih berada di kelas tersebut tertegun. Sungguh kombinasi persahabatan yang menyilaukan mata.

“Kantin yuk, otak gue butuh asupan makan!” Namira memegangi kepalanya, pusing.

“Okay, gue juga ga bisa banget nahan laper. Yuk,” ajak Alina.

Mereka berdua berjalan menuju kantin dengan tatapan kagum dari orang-orang yang mereka lewati. Betapa tidak? Dua makhluk dengan visual model sangat jarang ditemukan di sekolah ini. Rata-rata diantaranya berpenampilan kaku dengan warna-warna monokrom. Alina dan Namira tampil dengan warna pastel dengan paduan senada, namun dengan nuansa formal.

Dari arah yang berlawanan, terdapat Seline dan Allen yang berjalan berdampingan. Visual mereka tak kalah menawan, sangat harmonis. Allen, pribumi dengan wajah eurasia dan badan tegap berwibawa. Melangkah kecil mengikuti irama Seline dengan kulit putihnya dan vibes imut menggemaskan. 

 Alina dan Seline bertatapan, seperti saling siaga satu sama lain. Alina kira, Seline akan mengatakan hal-hal tidak berguna yang menyakitinya. Di luar dugaan, Seline hanya berjalan melaluinya tanpa mengucap sepatah katapun. Alina menoleh ke belakang, Seline sungguh pemain yang tidak dapat ditebak.

Sesampainya mereka di kantin. Tiba-tiba ada seorang mahasiswi yang berjalan ke arah Seline dan Namira.

byur

Perempuan itu menumpahkan segelas air ke wajah Alina.

You b*tch!” ujar perempuan itu dengan wajah memerah marah.

                                                                                  *****

“Bu, kami sudah menyortir lukisan-lukisan yang mungkin anda suka,” pegawai tersebut sedikit membungkuk sopan. Di seragamnya terdapat bordir tulisan “Trisia Art Gallery”.

“Baik, terima kasih Sam. Temani saya untuk melihat-lihat hasil karya itu,” Trisia langsung berdiri dan menghampiri tempat lukisan-lukisan tersebut berada. Menurutnya kegiatan ini sangat mendebarkan dan penuh dengan semangat.

“Hari ini, saya menemukan lima lukisan. Terdapat dua lukisan karya pendatang yang saya soroti karena memiliki judul yang sama,” Samuel menunjuk ke dua lukisan yang sama-sama berjudul “Dendam”.

Trisia melihat dengan detail dan cermat. Digunakannya kacamata The Jewel, sambil meraba tekstur keduanya. Trisia mengangguk-angguk dan tersenyum. Lukisan-lukisan selalu membuat ia larut dalam interpretasinya sendiri.

“Karya milik Pigeon selalu menarik perhatian saya. Seperti karyanya yang berjudul “Alone”. Tapi kali ini, Ranum Rampani memukau dengan cara yang berbeda” Trisia kembali memandangi lukisan tersebut dengan penuh kekaguman.

“Pajang lainnya di ruang pendatang. “Dendam” Ranu Rampani pasang di ruang kerja saya, kirim surel padanya dan bilang saya ingin bertemu,” ujar Trisia tanpa mengalihkan pandangan dari lukisan tersebut.

“Baik Bu,” Samuel undur diri untuk memanggil pekerja lainnya dan membawa lukisan-lukisan tersebut.

Ponsel Trisia berdering, menampakkan nama Lesmana di layarnya. Trisia mengangkat telepon itu dan tersenyum, mengatakan hal-hal rayuan dan indah. Keduanya seperti sedang kasmaran, merangkai cinta lama.

Setelah menutup ponsel, raut wajah Trisia berubah. Senyumnya telah surut, tergantikan dengan wajah jijik yang jengkel. “Lesmana, jangan kamu kira semudah itu menghapus kesalahanmu di masa lalu,” Trisia melangkah pergi, meninggalkan “Dendam”.

Continue to read this book for free
Scan code to download App

Latest chapter

  • Kemenangan sang Nona Muda   Laki-laki di sekitarku

    Alina berdiri di depan pintu apartemen dengan hati yang berdebar. Dia mengambil napas dalam-dalam, menguatkan dirinya sebelum akhirnya membuka pintu dan masuk. Di dalam, pemandangan yang mengejutkan menantinya: Marco, setengah sadar dan terikat di kursi, dengan wajah penuh kebingungan dan ketakutan. Cahaya lampu yang redup membuat bayangan tubuhnya tampak suram, menambah kesan dramatis di dalam ruangan itu.Alina mendekati Marco dengan langkah tenang, tatapannya dingin. "lo bodoh banget, Marco," katanya dengan nada sinis, "Lo ga inget gimana gue bisa lolos dari gudang itu? Gue tau, lo yang bawa gue ke sana! "Marco tersentak, ia tak menyangka Alina akan mengetahui itu. Marco tidak dapat mengelak, ia mencoba menggerakkan tubuhnya, tetapi tali yang mengikatnya terlalu kuat. "Lo mau apa sekarang?" tanyanya dengan suara serak.Alina tertawa kecil, memperlihatkan senyum puas. "Lo dan Jade udah menyabotase gue selama ini. Dan gue punya bukti kuat untuk itu," katanya sambil mengeluarkan pons

  • Kemenangan sang Nona Muda   Yang terlewat

    Felix berhasil memotret mereka berdua, tidak lupa dengan penyadap suara tingkat tinggi. Fellix bisa mendengar dengan jelas apa yang mereka rencanakan dan siapa dalang di balik semua ini. Laki-laki itu segera menemui Alina dan memberitahu semuanya.Alina merasa semakin aneh, apa yang ia lakukan sampai Seline dan Trisia membencinya sampai seperti ini. Selama ini Alina belum menemukan jawabannya. Tapi Alina yakin, dirinya akan bisa mengatasi ini semua. Ia dan Felix mulai bekerja di tempatnya masing-masing. Felix harus kembali ke Santanu sesegera mungkin untuk mempersiapkan rencana mereka dengan matang. Selama persiapan, Marco dan Alina sama-sama saling mendekatkan diri. Keduanya memiliki rencana. Setiap hari dan setiap detik, Marco selalu melaporkan apapun yang terjadi kepada Jade. Di lain sisi, Jade juga melatih nyanyiannya. Ia tidak sadar, bahwa pianist yang sedang berlatih bersamanya adalah suruhan Felix untuk memata-matai Jade.Jade juga orang yang dianggap berada di sekolah ini. Dir

  • Kemenangan sang Nona Muda   Smile!

    FLASHBACKAlina berpikir keras, ia dan felix harus tahu siapa dalang dibalik penculikan Alina kali ini, serta cara apa yang mungkin membuat mereka semua kapok untuk menyakiti Alina. Alina dan Felix mulai satu persatu menyebut kemungkinan-kemungkinan nama yang muncul berdasarkan kebencian, atau musuh keluarga Santanu. Mereka juga menambahkan Seline dan Trisia.“Felix, gue inget badan orang yang nyulik gue! Dia tinggi, besar, otot tangannya kuat banget dan kasar!” Alina mencoba mengingat-ingat.“Hmm, kalau begitu gak mungkin dia cewe. Berarti kita harus nyari dia di kelas musik klasik bass dan tenor, atau seni musik. Nanti kita bagi ke orang-orang yang berkemungkinan punya postur tubuh sama seperti yang lo bilang,”Alina dan Felix bergegas menilik foto penerimaan siswa baru di The Castle. Mereka memilah orang-orang yang berpostur tubuh tinggi dan besar. Setelah menemukan lima kandidat, Alina dan Felix cepat-cepat mencari tahu latar belakang orang-orang tersebut. Kemudian mereka menemuka

  • Kemenangan sang Nona Muda   Tamparan Keras

    Alina terhuyung sedikit ke belakang. Betapa semua kejadian ini bercampur menjadi satu. Memang salah Alina apa, sampai mereka berbuat setega ini dengan Alina. Pewara meminta mereka kembali ke ruangan belakang panggung. Kemudian panitia meminta para peserta untuk menonton di kursi penonton. Felix, Alina jadi teringat pada laki-laki itu. Ia adalah satu-satunya orang yang dapat menenangkannya saat ini. tangan Alina bergetar, wajahnya menahan tangis. Saat giliran Jade maju, Alina semakin menganga. Penampilan, dan aransemen Jade sama persis dengan miliknya. Jade menyanyikan Mi chiamano mimì karya Puccini dengan baik. Alina menggelengkan kepalanya. Sungguh dunia ini penuh dengan hal yang tidak disangka-sangka. Setelah Jade Selesai, Alina dipanggil menuju panggung. Marco duduk di depan pianonya, bersiap. Alina menundukkan kepalanya, sedikit membungkuk memberi hormat. Matanya lurus menatap tajam ke arah Seline, dan Ronald. Seline tersenyum kearahnya, senyum yang palsu. Alina mengangguk pada

  • Kemenangan sang Nona Muda   Semuanya Hancur

    Mulai sekarang, Alina dan Marco terlihat sering bersama. Bahkan, Marco sampai menjemput Alina di gerbang asrama putri. Keduanya berlatih siang malam. Dengan begitu, Marco akhirnya tahu, mengapa Alina bisa lebih baik dibandingkan penyanyi lainnya. Alina sangat pandai mengatur tubuhnya. Waktu berlatih, waktu istirahat, dan waktu untuk bersantai. Alina juga menjaga makanan dan minuman, serta berolahraga. Ketika berlatih, Alina sama sekali tidak membuat celah, ia ingin tampil sempurna meski pada saat latihan. Hal ini membuat Marco sangat kagum.Dari empat hari yang tersisa, mereka hanya memiliki dua hari untuk latihan sebelum berangkat ke medan perang. Alina mengatur strategi, agar mereka bisa tampil semaksimal mungkin. Alina dan Marco sama-sama anak yang ambisius. Walaupun tidak memenangkan kompetisi, target mereka adalah mengambil hati para juri dan tamu. Alina sangat fokus mendengarkan suaranya sendiri yang direkam, teliti memperhatikan apa yang kurang dari nyanyian tersebut. Marco me

  • Kemenangan sang Nona Muda   Gotcha

    etelah acara itu selesai, Alina mulai didekati oleh anak-anak dengan ekonomi menengah dan bawah. Mereka senang sekali dengan kekuatan Alina yang digunakan untuk membantu orang lain. Alina juga sangat senang apabila sedikit demi sedikit keadilan bisa ditegakkan. “Lo keren Al,” seorang wanita duduk di kursi yang sama dengan Alina. Sejenak, suara desingan angin melewati mereka berdua, gemeretak ranting yang menaungi ikut memecah kesunyian. Saat ini Alina sangat waspada dengan wanita yang ada di sampingnya ini. “Bukan gue,” kata-kata singkat itu seperti jawaban atas pertanyaan yang berputar-putar di kepala Alina. Delancy kemudian beranjak dan pergi meninggalkan Alina. Alina tertegun, apakah memang kejadian yang menimpa Alina banyak yang mengetahui, tapi mereka menutup mana soal ini? Atau bahkan, para penjahat itu menggunakan kekuasaan mereka untuk menutupi kejadian ini? Alina tidak boleh percaya begitu saja pada Delancy. Kini Alina lebih awas dengan sekitarnya. Ia tak mau lagi bersika

More Chapters
Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status