Share

Kemenangan sang Nona Muda
Kemenangan sang Nona Muda
Penulis: Roslinda Az Zahro

Siapa yang Lebih Berkuasa?

 Plakk

Satu tamparan mendarat di pipi mulus Alina. Perempuan itu  mendesis kesakitan. Ia kira, jika sudah mengalaminya berulang kali, rasanya tidak akan sakit lagi. Air matanya dengan sekuat tenaga bertahan agar tidak jatuh. Dia harus kuat, tinggal sedikit lagi, rencananya akan sempurna.

“Kenapa kamu sangat egois Alina, papa tidak menyangka,” pria itu menghela nafas, “Walau tidak sedarah, kalian itu saudara, tidak seharusnya kamu berbicara seperti itu!”. Dengan wajah merah padam, Lesmana berjalan pergi, meninggalkan tiga wanita di ruang makan.

Salah satunya tersenyum, Seline. Sebagai anak baru di rumah ini, dia cukup pintar mengambil hati papa Alina . Rupanya, sedari kecil ibunya mengajarkan ilmu playing victim. Oleh karena itu, keduanya sangat mirip. Pemandangan itu mengiris hati Alina.

Seline, masih dengan senyum yang melengkung di bibirnya berkata, “Alina yang cantik, makanya ga usah sok deh jadi orang, pake cara mau ngaduin gue ke papa, hahahahah,” gelak tawanya terdengar menjengkelkan. 

“Alina, lo udah bukan anak kesayangan lagi di sini, tahta itu udah turun ke gue! lebih baik lo tau diri ya,” cercanya dengan congkak.

Alina tahu dan sadar akan hal itu, dan membenci fakta bahwa dirinya tidak bisa melakukan apapun. Alina enggan bersuara, lalu beranjak dan pergi ke kamarnya dengan tenang. Pikirannya kalut, dilihatnya foto perempuan cantik mengenakan maxi dress yang sedang tersenyum ke arahnya. 

“Mama, Alina kangen, apa mama ga bisa kembali?” air mata yang sejak tadi ditahan akhirnya turun juga. Alina terisak, dunia ini sungguh tidak adil baginya, semua jahat. 

Setelah menangis beberapa saat, Alina tersadar. Untuk keluar dari situasi yang menyesakkan ini, dia harus terus menjalankan rencananya. Alina beranjak, duduk di atas kursi belajarnya dan mulai menorehkan cat di kanvasnya. Dengan tekad yang penuh, tangannya mantap menggenggam kuas. Di atas kanvas itu, di ruangan kamarnya, Alina menciptakan “Dendam”.

                                                                                   *****

“Papaaaa, guru biola Seline kemarin bilang, kalau Seline mungkin bisa coba alat musik lainnya, Seline mau kursus main piano dong papa,” Seline bergelayut manja di lengan sang Papa. 

“Seline, sudah jelas kamu punya bakat bermusik, bukannya kamu sudah memenangkan banyak kontes main biola, ya?” Lesmana tersenyum hangat. 

“Iyaa sih paa, tapi Seline tetap mau kursus piano pah, biar nambah skill Seline, bukannya papa malah bangga ya, punya anak yang multitalent?” Seline mengerucutkan bibirnya, lebih merayu.

“Tentu papa bangga, sayang. Tapi apa nggak mengganggu kuliahmu? Kamu kan, baru masuk di Law School yang sama dengan papa dulu, dan itu berat,” jawab Lesmana.

Alina mengernyit, rasa-rasanya Seline lebih mirip papanya. Hal itu membuatnya terganggu, kenapa bukan dia yang mirip papanya, malah orang lain. Lagi-lagi Alina menghela napas, merasa asing dan terkucilkan di keluarga ini. 

“Ah enggak dong, pa Seline kan pinter. Seline yakin bisa berprestasi saat menjadi pianis, tapi juga excellent di kelas, you should trust me, pa!” sanggah Seline meyakinkan.

“Bener kata Seline mas, dia memang anak yang pintar dan berbakat di dunia musik, tapi di pelajaran pun dia selalu juara satu. Gimana Kalau kamu masukin dia ke private course-nya Alina?” Trisia menambahkan.

“Bener tuh kata mama, pa. Seline mau kok private bareng sama Alina. Alina pasti juga seneng, ya kan Alina?” ujar Seline dengan senyum smirk yang mengganggu.

Ingin sekali Alina mengatakan tidak. Seni adalah salah satu caranya untuk healing. Jika Seline ada di sana, pasti membuatnya semakin terganggu. Ah, tapi apakah papanya akan lebih mendengarkan ucapan Alina daripada Seline?

“Papa, Alina sudah dalam tingkatan expert karena udah main piano sejak lama, apa Seline bisa mengikuti Alina? Apalagi kalau Seline sama sekali belum tau caranya,” balas Alina, mungkin memang sia-sia, tapi Alina lelah selalu mengalah di setiap keadaan.

“Aku pernah main piano kok! Aku tau aku ga semahir kamu, tapi aku janji akan belajar sungguh-sungguh. Kan, aku juga pingin lebih deket sama kamu,” balas Seline dengan wajah memelas dan suara yang sedih.

Alina bergidik ngeri, benar-benar kemampuannya menjadi anak manja sangat menjengkelkan. Padahal sifat sebenarnya tidak demikian. “Pah, Alina sibuk. Alina ga bisa ngajarin Seline, papa cari guru private baru aja,” timpal Alina.

“Alina, kamu keterlaluan. Sekarang kalian berdua sudah bersaudara, dan Seline punya niat baik untuk dekat dengan kamu,” ujar Lesmana dengan nada tinggi. 

“Sepertinya papa terlalu memanjakan kamu, kalau kamu tidak mau mengajari Selina, uang bulanan kamu, papa potong!”.

Alina melongo tidak percaya dengan apa yang dikatakan papanya, air matanya hampir tumpah. Papa yang selama ini sangat mencintai dan memanjakannya, bisa berubah 180 derajat karena kehadiran dua makhluk yang jahat ini.

“Sayang, kamu ga boleh kasar dengan Alina. Aku dan Seline memang masih orang asing bagi Alina. Kami paham dan ngerti kalau alina belum menerima aku dan Seline,” Trisia mengelus pundak Lesmana menenangkan.

Alina sudah terlanjur muak dengan sifat ular ibu anak yang ada di depannya saat ini. Ia berdiri dan mendorong kursinya dengan penuh amarah, “Alina berangkat!” sambil menghentak-hentakkan kakinya keluar dari ruang makan.

“Alina! Alina! Kembali ke sini Alina!” teriak sang papa tanpa gubrisan dari Alina. Lesmana merasa bersalah kepada Seline dan Trisia. Lesmana berjanji akan memasukkan Seline ke tempat private course  yang sama dengan Alina.

                                                                                   *****

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status