Share

Oke, Aku Terima Tantanganmu

"Plakk!"

“Papa! Kenapa papa tampar Alina! Salah Alina apa?” dengan suara lirih dan takut, Alina memberanikan diri untuk bertanya kepada Lesmana.

“Masih bisa bertanya kamu?” dada Lesmana naik turun, wajah dan telinganya memerah marah. “Baru satu hari kamu berkuliah, kamu sudah memalukan!” bentak Lesmana sambil menunjuk ke arah Alina.

“Kamu tahu Alina, Papa adalah alumni terhormat dan banyak kolega papa di sekolah itu. Bisa-bisanya kamu membuat papamu malu dengan merayu dosen!” mendengar hal itu, Alina langsung berani menatap kedua bola mata Lesmana. Di belakang papanya terdapat dua manusia terkutuk yang menahan senyum puasnya.

“Papa, papa harus percaya, bukan Alina yang melakukan itu, pa. Alina dijebak, itu semua perbuatan Seline!” air mata Alina sudah menggenang, siap jatuh. Seline tidak goyah, senyumnya hilang dan menampakkan wajah sedih.

“Alina, aku tau kamu ga suka dengan aku dan mama semenjak kami pindah ke sini. Tapi aku nggak sangka kamu nuduh aku kaya gitu di depan papa!” air mata buaya Seline melancarkan aksinya. 

“Seumur hidup aku ga punya papa, dan sekarang aku bahagia banget bisa punya papa Lesmana sebagai papa aku, apa itu salah Alina? Apa kamu ga rela papa Lesmana membagikan sedikit kasih sayangnya ke aku? Hiks.. hiks… hiks,” Seline memeluk Trisia dan tersenyum penuh kemenangan.

“Papa kecewa sama kamu Alina! Selama ini kamu sudah mendapatkan kasih sayang, kenapa kamu iri dengan Seline!” suara Lesmana rendah, namun menusuk hati Alina.

“Papa, kita sudah lebih dari tujuh belas tahun bersama, apa papa lebih percaya perkataan mereka daripada aku, pa?” kini, air mata Alina tumpah dengan sangat deras. Menambah luka-luka di hatinya.

“Tidak usah banyak alasan Alina. Besok papa harus terima laporan kalau kamu meminta maaf kepada David. Dengar kamu Alina?” Lesmana meninggikan kembali suaranya.

Alina menghela napas, tidak ada lagi yang bisa ia lakukan. Dirinya hanya mengangguk pasrah dengan hati yang berat. Percuma saja ia mengelak sekarang.

“Tapi sekarang, kamu harus minta maaf juga kepada Seline,” Alina dengan cepat mendongak melihat Lesmana? Apa katanya?

Seline hampir tertawa puas mendengarnya, kemudian kembali berkata “papa, sudah pa. Alina ga perlu minta maaf. Seline ngerti perasaan Alina, Seline udah maafin Alina kok,” Seline memegang tangan Lesmana dengan memelas.

Sungguh Alina semakin benci melihatnya. Hatinya panas, dadanya berkobar. Tapi hanya air matanya yang turun. Bibirnya tertutup rapat, tidak dapat mengatakan apapun.

“Kamu memang anak yang baik, Seline. Terima kasih ya, kamu sudah bisa mengerti,” jawab Lesmana dengan lembut.

“Mulai hari ini, untuk membalas kebaikan Seline papa akan buatkan ruang khusus alat musik untuk Seline,” perkataan Lesmana lagi-lagi membuat Alina tak habis pikir. Padahal, selama ini Alina sangat mencintai musik. Dia sangat jelas memenangkan banyak kompetisi berpiano dan tarik suara. Kenapa harus Seline yang mendapatkan semuanya?

Seline hampir berteriak kegirangan. Namun dengan wajah melasnya, dia menjawab “Ayah, terima kasih sudah mendukung mimpi Seline. Nanti ruangan itu Seline pergunakan untuk latihan dengan Alina. Ya kan, Alina?” Alina melihat Seline dengan geram.

Malam itu diisi dengan pertunjukan ular Seline dan Trisia. Pada akhirnya, Alina tetap harus meminta maaf kepada Seline walau dirinya tidak bersalah. Mulai detik ini, Alina mengibarkan bendera perang kepada Seline.

****

“Hazelnut latte, low sugar,” seorang pria tampan menyodorkan segelas kopi kepada Seline yang sedang duduk di kursi taman kampus.

Thanks Allen, you know me so well,” Seline tersenyum kepadanya dan menyuruh Allen duduk menemani. Mereka berdua memang sudah dekat sejak SMA. Begitu dekatnya, hingga saling mengikat janji untuk terus bersama, termasuk berkuliah di law school ini. Kalau ada Allen, pasti ada Seline, begitupun sebaliknya.

You’re so smart, Seline, why are you pushing yourself this hard?” Allen mengerutkan kening sambil menutup buku bacaan yang dibawa oleh Seline. Sejak SMA, Seline memang terkenal sangat ambisius, dan pintar. Tidak ada yang pernah bisa mengalahkan kepintarannya, ia juga cantik, berprestasi, dan populer.

I have to! Kalau nggak, gue ga akan dapat apa-apa di dunia ini, Allen. Kamu tahu sendiri maksudku,” tukas Seline membuka kembali bukunya dan menandai halaman yang telah dibacanya.

Okay, I understand. Kemarin gue dapat info dari BEM, katanya pendaftaran mereka akan ditutup by the end of this semester. Lu udah nyiapin berkas? Beberapa hari lagi kita udah ujian semester,” Allen mengeluarkan gawainya dan menunjukkan borang pendaftaran.

Seline mengangguk-angguk. Keduanya memang berniat untuk bergabung dengan BEM di semester kedua. Selama organisasi itu sehat, maka akan menambah deretan pengalaman yang mereka berdua miliki.

Dari kejauhan, Seline dan Allen terlihat seperti sepasang kekasih yang tengah merencanakan masa depan. Pemandangan ini sungguh membuat warga lingkungannya merasa iri dengan visual dan kepintaran mereka.

Sementara itu, dari kejauhan Alina berjalan mendekati mereka berdua. Kemudian Alina menyodorkan sebuah binder yang sedikit tebal kepada Allen. Sambil tersenyum, Alina berkata “Thanks Allen catetan lo membantu gue banget! Makasih juga udah bantuin gue ngisi form pendaftaran BEM kemarin,”.

 Alina kemudian mencondongkan kepalanya mendekati Allen “Dan jangan lupa, nanti malem gue ajak lo dinner sama keluarga gue sebagai tanda terimakasih. See you Allen,” Alina melangkah pergi meninggalkan Seline yang sedang menganga tak percaya.

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status