Sehari sebelumnya
Kesalahpahaman antara dirinya dan David membuat hubungan mereka semakin kaku. David sama sekali tidak menerima pesan dan pertemuan pribadi dari Alina. Padahal Alina sudah meminta maaf dan mengatakan bahwa itu bukan salahnya. Alina sering menghubungi David karena ia sangat menyukai Hukum Pidana dan ingin mendiskusikan terkait hal itu.
Setelah empat bulan, David akhirnya kembali mau membuka diskusi antara dirinya dan Alina. Akan tetapi, masih sebatas bertukar pesan. David juga tidak ingin membuat Alexa salah paham dengan dirinya dan Alina.
Sekarang, Alina sangat membutuhkan surat rekomendasi dosen untuk mendaftar sebagai anggota BEM. Alina berusaha untuk menghubungi david untuk bertemu dan mendiskusikan surat rekomendasi, namun David menolak untuk bertemu.
Setelah kelas usai, Alina berniat untuk mengejar David. Hasilnya tetap nihil, David sama sekali tidak mau bertemu secara personal dengan Alina. Alina kemudian terduduk lesu di depan kelasnya. Rasanya lelah dan ingin menyerah, lalu ia melihat Allen berjalan melaluinya.
“Allen!”
“Allen!”
Alina bangkit dan mengejar Allen, kemudian berjalan sejajar dengannya. Allen berhenti dan menatap Alina penuh tanya.
“Gue butuh bantuan lo, gue harus ketemu Mr. David buat surat rekom. Tapi dia ga mau nemuin gue samsek,” ujar Alina dengan wajah sedih.
“Lu bisa gak, tolongin gue. Bilang ke blio kalo lo bakal temenin gue, jadi kita bertiga. Plis plis plis Allen. Gue bakal berterimakasih banget sama lo!” Alina menyatukan kedua tangannya, berharap Allen mau membantu.
Allen terdiam, terlihat seperti berpikir. Kemudian ia mengeluarkan Hpnya dan menelepon David. Allen mengatakan sesuai permintaan Alina, lalu terdengar suara David yang menyetujui rencana tersebut.
Alina melonjak senang kegirangan dan hampir memeluk Allen “Hehehe.. maaf kelepasan, kita berangkat sekarang pake mobil gua yuk!” Allen hanya mengangguk tidak bersuara.
Setibanya di tempat yang telah dijanjikan, David dan Alina kemudian berdiskusi. David dengan cepat membuat surat rekomendasi untuk Alina karena paham betul kemampuan dan kegigihan Alina. Setelah selesai, David pamit undur diri.
“Hah, akhirnya selesai juga. Semua berkas siap, tinggal gue submit!” Alina tersenyum senang, jemarinya sibuk memainkan ipad di hadapannya.
Seline kemudian teringat dengan mata kuliah Hukum Tata Negara, dirinya merasa kurang bisa memahami mata kuliah itu. “Emm, Allen. Apa gue boleh minta bantuan lo sekali lagi?” tanya Alina takut-takut.
Allen menghela napas, “apalagi?’sambil menyilangkan tangannya di dada.
“Minta tolong ajarin gue matkul HTN dong, gue kesulitan banget. Tapi kalau lo sibuk, boleh ga, gue pinjem catetan lo?” nada kalimat Alina semakin rendah.
“Nih!” Allen mengeluarkan buku yang cukup tebal bertuliskan “Allen’s Magic Book” dengan tambahan “Constitutional Law”.
“Pfft!” Alina menahan tawa melihat tulisan itu. “Sorry! Gue ga nyangka lo punya ssi jenaka kaya gini! Makasih banyak ya, Allen. Lo mau bantuin gue!” ucap Alina dengan senyumnya yang amat manis.
Melihat senyum itu, Allen terkesima dan salah tingkah, untuk menyembunyikannya Allen kemudian berdiri untuk pamit, namun ditahan oleh Alina “Lo ga mau makan dulu?”. Allen menggeleng, ingin segera pergi menutupi rasa malunya.
“Huft, pasti lo udah tau ya hubungan gue dan Seline ga baik, makanya lo sedingin ini sama gue,”Alina nampak sedih.
“Tapi, Allen please. Gue boleh ya bales kebaikan lo? Ya, walau nggak langsung hari ini sih,” Alina menatap Allen dengan mata yang berbinar.
“Okey, kabarin aja ya. See you later!” ucap Allen lekas-lekas melangkah pergi.
Alina sedikit tidak percaya kalau Allen mau membantunya sampai sejauh ini, dan mau menerima ucapan terima kasihnya. Alina takjub, mungkin ini adalah salah satu kemampuannya untuk mempersuasi orang. “Seline, tunggu pembalasan gue,”
***
“Seline!”
“Seline!”
Seline terkaget dengan tepukan di pundaknya. Sejak tadi tangannya sibuk menekan tuts piano, tetapi pikirannya melayang jauh, sehingga nada yang ia buat salah semua. Setelah tersadar ia meminta maaf kepada guru private-nya kemudian melanjutkan course dengan fokus.
Semua ini karena Allen. Setelah Alina menghampiri Allen dan dirinya pagi tadi di taman, Seline mencerca Allen, kenapa ia membantu Alina? Bukankah selama ini Allen tau kalau Alina dan Seline sangat tidak akur. Bahkan Seline sangat membenci Alina.
Seline sangat marah hingga meninggalkan Allen sendiri di taman. Ketika Seline marah, biasanya Allen akan langsung berlari dan meminta maaf kepada Seline. Namun kali ini tidak. Allen tetap duduk di bangku taman itu, tidak bergerak sedikitpun.
Seline bingung dan kembali melamun. Apa yang telah diperbuat Allen dan Alina kemarin? Sejak kapan mereka berdua jadi akrab? Setelah semua yang hilang dari dirinya, apakah Allen juga akan hilang dan menjauh?
Ah, lagi-lagi Seline kehilangan fokus. Hal ini membuatnya sangat marah. Alina sudah berani main-main dengannya. Alina harusnya menjadi anak yang tersingkir dan terpojok selamanya. Karena semua kekayaan, popularitas, kemewahan, dan kasih sayang yang ia miliki sekarang, seharusnya sudah ia miliki sedari dulu. Alina merebut semua kehangatan itu. Seline tidak akan tinggal diam. Dia akan membalas Alina secepatnya.
“Seline! Kenapa kamu terus tidak fokus dari tadi? Kalau begini, bagaimana kamu bisa menyusul Alina? Dia sangat hebat dan fokus pada pekerjaannya!” perkataan gurunya itu membuat darah Seline semakin mendidih dan mukanya memerah.
Seline berdiri dan menunjuk gurunya “Anda dibayar untuk mengajari saya, bukan untuk mencemooh saya! Kalau anda tidak ingin, saya bisa berikan pekerjaan ini untuk orang lain!”
Guru itu kemudian berdiri marah, “Seline, saya adalah pemain profesional, bukan guru biasa. Jika anda mau mencari guru lain, silakan. Tapi saya pastikan tidak ada yang lebih baik dari saya! Permisi,” guru tersebut kemudian melangkah pergi dengan marah.
“Arghhhh sialaaan!” Seline membuang semua kertas dan catatan yang ada di depannya, sambil menendang-nendang udara. Dada Seline naik turun penuh amarah. Ia merapatkan giginya, lalu tersenyum.
"Let's do this, Alina!"
Alina berdiri di depan pintu apartemen dengan hati yang berdebar. Dia mengambil napas dalam-dalam, menguatkan dirinya sebelum akhirnya membuka pintu dan masuk. Di dalam, pemandangan yang mengejutkan menantinya: Marco, setengah sadar dan terikat di kursi, dengan wajah penuh kebingungan dan ketakutan. Cahaya lampu yang redup membuat bayangan tubuhnya tampak suram, menambah kesan dramatis di dalam ruangan itu.Alina mendekati Marco dengan langkah tenang, tatapannya dingin. "lo bodoh banget, Marco," katanya dengan nada sinis, "Lo ga inget gimana gue bisa lolos dari gudang itu? Gue tau, lo yang bawa gue ke sana! "Marco tersentak, ia tak menyangka Alina akan mengetahui itu. Marco tidak dapat mengelak, ia mencoba menggerakkan tubuhnya, tetapi tali yang mengikatnya terlalu kuat. "Lo mau apa sekarang?" tanyanya dengan suara serak.Alina tertawa kecil, memperlihatkan senyum puas. "Lo dan Jade udah menyabotase gue selama ini. Dan gue punya bukti kuat untuk itu," katanya sambil mengeluarkan pons
Felix berhasil memotret mereka berdua, tidak lupa dengan penyadap suara tingkat tinggi. Fellix bisa mendengar dengan jelas apa yang mereka rencanakan dan siapa dalang di balik semua ini. Laki-laki itu segera menemui Alina dan memberitahu semuanya.Alina merasa semakin aneh, apa yang ia lakukan sampai Seline dan Trisia membencinya sampai seperti ini. Selama ini Alina belum menemukan jawabannya. Tapi Alina yakin, dirinya akan bisa mengatasi ini semua. Ia dan Felix mulai bekerja di tempatnya masing-masing. Felix harus kembali ke Santanu sesegera mungkin untuk mempersiapkan rencana mereka dengan matang. Selama persiapan, Marco dan Alina sama-sama saling mendekatkan diri. Keduanya memiliki rencana. Setiap hari dan setiap detik, Marco selalu melaporkan apapun yang terjadi kepada Jade. Di lain sisi, Jade juga melatih nyanyiannya. Ia tidak sadar, bahwa pianist yang sedang berlatih bersamanya adalah suruhan Felix untuk memata-matai Jade.Jade juga orang yang dianggap berada di sekolah ini. Dir
FLASHBACKAlina berpikir keras, ia dan felix harus tahu siapa dalang dibalik penculikan Alina kali ini, serta cara apa yang mungkin membuat mereka semua kapok untuk menyakiti Alina. Alina dan Felix mulai satu persatu menyebut kemungkinan-kemungkinan nama yang muncul berdasarkan kebencian, atau musuh keluarga Santanu. Mereka juga menambahkan Seline dan Trisia.“Felix, gue inget badan orang yang nyulik gue! Dia tinggi, besar, otot tangannya kuat banget dan kasar!” Alina mencoba mengingat-ingat.“Hmm, kalau begitu gak mungkin dia cewe. Berarti kita harus nyari dia di kelas musik klasik bass dan tenor, atau seni musik. Nanti kita bagi ke orang-orang yang berkemungkinan punya postur tubuh sama seperti yang lo bilang,”Alina dan Felix bergegas menilik foto penerimaan siswa baru di The Castle. Mereka memilah orang-orang yang berpostur tubuh tinggi dan besar. Setelah menemukan lima kandidat, Alina dan Felix cepat-cepat mencari tahu latar belakang orang-orang tersebut. Kemudian mereka menemuka
Alina terhuyung sedikit ke belakang. Betapa semua kejadian ini bercampur menjadi satu. Memang salah Alina apa, sampai mereka berbuat setega ini dengan Alina. Pewara meminta mereka kembali ke ruangan belakang panggung. Kemudian panitia meminta para peserta untuk menonton di kursi penonton. Felix, Alina jadi teringat pada laki-laki itu. Ia adalah satu-satunya orang yang dapat menenangkannya saat ini. tangan Alina bergetar, wajahnya menahan tangis. Saat giliran Jade maju, Alina semakin menganga. Penampilan, dan aransemen Jade sama persis dengan miliknya. Jade menyanyikan Mi chiamano mimì karya Puccini dengan baik. Alina menggelengkan kepalanya. Sungguh dunia ini penuh dengan hal yang tidak disangka-sangka. Setelah Jade Selesai, Alina dipanggil menuju panggung. Marco duduk di depan pianonya, bersiap. Alina menundukkan kepalanya, sedikit membungkuk memberi hormat. Matanya lurus menatap tajam ke arah Seline, dan Ronald. Seline tersenyum kearahnya, senyum yang palsu. Alina mengangguk pada
Mulai sekarang, Alina dan Marco terlihat sering bersama. Bahkan, Marco sampai menjemput Alina di gerbang asrama putri. Keduanya berlatih siang malam. Dengan begitu, Marco akhirnya tahu, mengapa Alina bisa lebih baik dibandingkan penyanyi lainnya. Alina sangat pandai mengatur tubuhnya. Waktu berlatih, waktu istirahat, dan waktu untuk bersantai. Alina juga menjaga makanan dan minuman, serta berolahraga. Ketika berlatih, Alina sama sekali tidak membuat celah, ia ingin tampil sempurna meski pada saat latihan. Hal ini membuat Marco sangat kagum.Dari empat hari yang tersisa, mereka hanya memiliki dua hari untuk latihan sebelum berangkat ke medan perang. Alina mengatur strategi, agar mereka bisa tampil semaksimal mungkin. Alina dan Marco sama-sama anak yang ambisius. Walaupun tidak memenangkan kompetisi, target mereka adalah mengambil hati para juri dan tamu. Alina sangat fokus mendengarkan suaranya sendiri yang direkam, teliti memperhatikan apa yang kurang dari nyanyian tersebut. Marco me
etelah acara itu selesai, Alina mulai didekati oleh anak-anak dengan ekonomi menengah dan bawah. Mereka senang sekali dengan kekuatan Alina yang digunakan untuk membantu orang lain. Alina juga sangat senang apabila sedikit demi sedikit keadilan bisa ditegakkan. “Lo keren Al,” seorang wanita duduk di kursi yang sama dengan Alina. Sejenak, suara desingan angin melewati mereka berdua, gemeretak ranting yang menaungi ikut memecah kesunyian. Saat ini Alina sangat waspada dengan wanita yang ada di sampingnya ini. “Bukan gue,” kata-kata singkat itu seperti jawaban atas pertanyaan yang berputar-putar di kepala Alina. Delancy kemudian beranjak dan pergi meninggalkan Alina. Alina tertegun, apakah memang kejadian yang menimpa Alina banyak yang mengetahui, tapi mereka menutup mana soal ini? Atau bahkan, para penjahat itu menggunakan kekuasaan mereka untuk menutupi kejadian ini? Alina tidak boleh percaya begitu saja pada Delancy. Kini Alina lebih awas dengan sekitarnya. Ia tak mau lagi bersika