Share

Orang Baru

last update Last Updated: 2024-03-15 16:45:27

Drrt.. drt..

Ponsel Alina bergetar singkat, menampakkan pesan dari nomor tak dikenal. Sang pemilik sedang enggan membukanya. Dirinya sedang serius menorehkan cat ke kanvas. Menggambar lukisan abstrak, dengan gabungan warna-warna neon yang cerah.

Saat melihat torehan cat itu, Alina membayangkan bentuk abstrak dari mimpi. Ketika seseorang berkata bahwa mereka memiliki mimpi, seperti apakah mimpi itu? Apakah berwarna cerah, atau pastel, bahkan abu-abu? Mungkin akan langsung tergambar situasi dan kondisi yang manusia itu harapkan.

Alina tentu juga punya, mimpi yang diinginkannya. Warnanya cerah seperti tone cat yang berada di hadapannya sekarang. Setelah menjual beberapa lukisan kemarin, perasaan hatinya mulai ringa. Karena, berarti karyanya dapat dinikmati oleh orang lain.

Kemudian, Alina teringat dengan salah satu lukisan yang menurutnya cukup kontroversial. Ada seorang anonim yang sengaja membeli lukisan itu darinya. Mungkinkah mereka berdua memiliki musuh yang sama? Atau malah, karya itu dijual lagi dengan harga yang lebih tinggi? Ah biarlah, yang penting Alina sudah menorehkan nama panggungnya di lukisan tersebut.

Setelah empat jam lamanya Alina melukis, badannya terasa pegal. Diliriknya ponsel yang tidak bergeming. Bertanya-tanya, siapakah yang mengirim pesan padanya. Alina bangkit dan meraih ponsel tersebut. Setelah melihat pesan di benda tersebut, Alina berdecak kesal dan menaruh hpnya dengan kasar.

“Hai Alina. Ini gue, Ronald”

“Ada apa ya kak?”

“Kaki lo, ga kenapa-kenapa kan?”

“Gue tau lo mau modus kak,”

“Wah, lo bisa nebak pikiran gue? Lo tertarik sama gue ya?”

“Apaan sih kak, ga jelas!”

“Bagian mana yang kurang jelas, sini gue jelasin,”

Alina makin malas menanggapi, kemudian menutup ponselnya dan melemparnya ke kasur. Alina memejamkan mata, entah kenapa dunia ini terasa semakin sulit untuk ditinggali. Alina rindu mamanya. Terbayang wajah Sinta yang selalu cemas ketika melihat Alina murung. Mamanya yang membuat sup ayam kesukaan Alina. Mamanya yang marah kalau Alina bermalas-malasan. Mamanya yang sangat cantik dengan senyum yang membahagiakan.

Lagi-lagi Alina meneteskan air matanya. Alina tidak tau, kapan kesedihan akan kehilangan mamanya ini usai. Apakah Alina sedih karena mamanya tidak ada, ataukah sedih karena merasa kesepian? 

Terkadang Alina tegar melupakan segala kesedihannya. Namun di waktu yang lain, Alina tersedu mengingat kerinduannya. Alina menatap langit-langit. Berharap mamanya sedang bersembunyi di suatu tempat dan hadir di depannya sekarang juga. Tapi itu mustahil, Alina melihat sendiri mamanya dikubur.

Terlebih, Lasmana yang tampak sama sekali tidak memiliki minat memperhatikannya sekarang. Alina pun sudah enggan merebut perhatian papanya. Yang Alina ingin hanyalah keluar dari rumah ini dan hidup mandiri. Alina tidak peduli dengan kekayaan dan kekuasaan yang dimiliki oleh keluarga ini lagi.

Alina kemudian mengingat satu nama yang mungkin bisa membantunya. Alina mengambil kertas dan pulpen, menuliskan sesuatu di sana dan menyimpannya. Alina yakin, ini cukup untuk membantu Alina hidup mandiri. 

***

Setelah pengumuman rekrutmen BEM, para anggota Bem yang baru diminta untuk berkumpul di Aula. Terdapat dua puluh anggota terpilih yang berdiri bersama Alina di jajaran anggota baru BEM Law School. Dua diantaranya sudah tidak asing lagi, Allen dan Seline. Sebenarnya Alina berharap sekali kalau mereka berdua tidak lolos. Tapi sepertinya tidak mungkin, mengingat mereka berdua adalah kesayangan dosen di kampus ini.

Ronald terlihat berjalan dari ujung ruangan, menghampiri para anggota baru itu. Memberikan pidato singkat dan ucapan selamat kepada teman-teman yang telah lolos. Kemudian datang beberapa kating lainnya untuk memanggil nama-nama yang akan bergabung di divisinya. Alina masuk ke dalam divisi kastrat, atau kajian strategis. Setelah dipanggil namanya, Alina mengikuti seseorang dari belakang, Ronald. Kemudian diikuti dengan satu orang menyebalkan lainnya, Allen. Mengapa penderitaannya sangat sempurna?

Setelah berkumpul di ruangan khusus kastrat, Ronald memberikan narasi singkat tentang apa yang harus mereka lakukan selama satu tahun kepengurusan. Divisi kastrat dibagi menjadi 2 bidang, yakni bidang internal yang akan membahas tentang isu-isu di dalam kampus, dan bidang eksternal yang membahas isu-isu di luar kampus. Alina memutuskan untuk memilih bidang eksternal. Tulisan-tulisannya akan mampu membantu karirnya, dan lagi-lagi ia bersama dengan Allen dan Ronald. Apa memang sesusah ini rintangan untuk sukses? 

Sejak hari pertama, mereka sudah dituntut untuk mengulas dan mengkaji tentang isu di negeri Millanesia ini. Alina memilih topik tentang pembunuhan berencana yang menewaskan seorang perempuan demi melanjutkan hubungan perselingkuhan. Alina sangat menyukai topik kekerasan seksual. Menurutnya, moral manusia semakin hari semakin menurun. Kekerasan seksual adalah bukti nyata bahwa manusia kehilangan pengendalian diri. Para korban tidak memiliki keberanian untuk melawan karena saat kekerasan itu terjadi, tubuhnya terasa tegang dan kikuk. Hal ini tentu perlu dilatih dan disosialisasikan kepada seluruh warga Millanesia. Tidak hanya kepada korban, tetapi juga kepada saksi yang melihat tindak asusila itu terjadi.

Alina dengan cepat tanggap menyelesaikan ulasannya. Ketika menulis, Alina menumpahkan seluruh pengetahuannya, kemudian mengelaborasikan dengan isu yang sedang terjadi. Setelah bagiannya selesai, Alina segera mengirim e-mail kepada Ronald untuk melalui proses Review. 

Setelah mereka semua menuntaskan ulasannya, mereka boleh melakukan aktivitas lain. Ronald memanggil Alina, dan berkata bahwa tulisna Alina sangat bagus dan bisa diunggah pada website kastrat tanpa melalui revisi. Ronald kemudian mengajak Alina untuk bertemu dan berdiskusi mengenai isu-isu yang harus dibahas di kastrat.

Alina mengiyakan, mereka berdua pergi ke sebuah kafe dekat kampus. Kafe tersebut sangat menyenangkan dan nyaman. Mereka bisa duduk di kursi bantal, setiap meja terdapat terminal dan ada kucing-kucing yang sangat suka dimanja. Ronald tersenyum dan meraih salah satu kucing yang ada di sana. 

Semenit kemudian, Alina seperti melupakan bagaimana ia merasa terganggu dengan hadirnya Ronald. lina mulai membuka diri, ikut membelai kucing yang dipeluk Ronald. Kucing tersebut menggeliat manja. Mengerjap-ngerjapkan matanya yang indah dan menggeleng-gelengkan kepalanya. 

“Ini kucing jenis Ragdoll, dia memang jenis kucing yang manja banget,” Ronald terkekeh. Selanjutnya ia menjelaskan tentang tipe-tipe kucing dan betapa kucing sangat memerlukan banyak perhatian dan banyak biaya dalam perawatannya. “Dia belum punya nama, apa lo mau namain dia?” tanya Ronald.

“Hmmm, gimana kalau Suroto?” wajah Alina serius mengatakannya. 

Sementara Ronald terbelalak “Woi, kucing udah keren begini, lu namain Suroto?”

“Emang kenapa, kan keren?”Alina tertawa terbahak-bahak.

Melihat tawa itu, Ronald terdiam sejenak. Mengagumi keindahan ciptaan Tuhan yang ada di hadapannya saat ini. “Yaudah, mulai sekarang namanya Suroto, dan lu yang bakal ngerawat kucing ini!” ujar Ronald.

“Apa? Tapi gue ga bisa rawat kucing, gue belum pernah-” sanggah Alina.

“Gapapa, entar gue bakal sering jengukin Suroto, kok. Tenang aja,” ujar Ronald memotong pembicaraan Alina dengan tersenyum.

“Modus lo, kak!” Alina tersipu mendengar hal itu. Alina berpikir bahwa tidak buruk juga menambah teman lawan jenis. Mungkin Ronald bisa banyak membantunya di masa depan.

Diskusi panjang telah usai, Ronald mengantar Alina pulang dengan motor Harley Davidson Nightster miliknya. Setelah sampai di depan Rumah Alina, Ronald membantunya turun dari sepeda. “Ga usah mampir ya, gue capek,” ujar Alina.

Kalimatnya yang spontan membuat Ronald tertarik “Waduh, padahal gue pingin ketemu camer gue nih,” candanya.

“Gausah mimpi lo! Udah cepet pergi sana. Makasih ya, Surotonya!” Alina tersenyum.

“Hahaha sama-sama cantik. Yaudah gue pulang dulu,” Ronald menyalakan motornya. Namun tiba-tiba Ronald membuka helmnya dan mencium pipi Alina, kemudian cepat-cepat pergi melajukan motornya. 

“Woi Ronald brengsek! Awas ya lo, kalau ketemu!” Alina melompat-lompat memarahi Ronald. Namun, ia tidak dapat mengingkari bahwa jantungnya mengalami anomali. Berdegup lebih kencang dari biasanya. 

Continue to read this book for free
Scan code to download App

Latest chapter

  • Kemenangan sang Nona Muda   Laki-laki di sekitarku

    Alina berdiri di depan pintu apartemen dengan hati yang berdebar. Dia mengambil napas dalam-dalam, menguatkan dirinya sebelum akhirnya membuka pintu dan masuk. Di dalam, pemandangan yang mengejutkan menantinya: Marco, setengah sadar dan terikat di kursi, dengan wajah penuh kebingungan dan ketakutan. Cahaya lampu yang redup membuat bayangan tubuhnya tampak suram, menambah kesan dramatis di dalam ruangan itu.Alina mendekati Marco dengan langkah tenang, tatapannya dingin. "lo bodoh banget, Marco," katanya dengan nada sinis, "Lo ga inget gimana gue bisa lolos dari gudang itu? Gue tau, lo yang bawa gue ke sana! "Marco tersentak, ia tak menyangka Alina akan mengetahui itu. Marco tidak dapat mengelak, ia mencoba menggerakkan tubuhnya, tetapi tali yang mengikatnya terlalu kuat. "Lo mau apa sekarang?" tanyanya dengan suara serak.Alina tertawa kecil, memperlihatkan senyum puas. "Lo dan Jade udah menyabotase gue selama ini. Dan gue punya bukti kuat untuk itu," katanya sambil mengeluarkan pons

  • Kemenangan sang Nona Muda   Yang terlewat

    Felix berhasil memotret mereka berdua, tidak lupa dengan penyadap suara tingkat tinggi. Fellix bisa mendengar dengan jelas apa yang mereka rencanakan dan siapa dalang di balik semua ini. Laki-laki itu segera menemui Alina dan memberitahu semuanya.Alina merasa semakin aneh, apa yang ia lakukan sampai Seline dan Trisia membencinya sampai seperti ini. Selama ini Alina belum menemukan jawabannya. Tapi Alina yakin, dirinya akan bisa mengatasi ini semua. Ia dan Felix mulai bekerja di tempatnya masing-masing. Felix harus kembali ke Santanu sesegera mungkin untuk mempersiapkan rencana mereka dengan matang. Selama persiapan, Marco dan Alina sama-sama saling mendekatkan diri. Keduanya memiliki rencana. Setiap hari dan setiap detik, Marco selalu melaporkan apapun yang terjadi kepada Jade. Di lain sisi, Jade juga melatih nyanyiannya. Ia tidak sadar, bahwa pianist yang sedang berlatih bersamanya adalah suruhan Felix untuk memata-matai Jade.Jade juga orang yang dianggap berada di sekolah ini. Dir

  • Kemenangan sang Nona Muda   Smile!

    FLASHBACKAlina berpikir keras, ia dan felix harus tahu siapa dalang dibalik penculikan Alina kali ini, serta cara apa yang mungkin membuat mereka semua kapok untuk menyakiti Alina. Alina dan Felix mulai satu persatu menyebut kemungkinan-kemungkinan nama yang muncul berdasarkan kebencian, atau musuh keluarga Santanu. Mereka juga menambahkan Seline dan Trisia.“Felix, gue inget badan orang yang nyulik gue! Dia tinggi, besar, otot tangannya kuat banget dan kasar!” Alina mencoba mengingat-ingat.“Hmm, kalau begitu gak mungkin dia cewe. Berarti kita harus nyari dia di kelas musik klasik bass dan tenor, atau seni musik. Nanti kita bagi ke orang-orang yang berkemungkinan punya postur tubuh sama seperti yang lo bilang,”Alina dan Felix bergegas menilik foto penerimaan siswa baru di The Castle. Mereka memilah orang-orang yang berpostur tubuh tinggi dan besar. Setelah menemukan lima kandidat, Alina dan Felix cepat-cepat mencari tahu latar belakang orang-orang tersebut. Kemudian mereka menemuka

  • Kemenangan sang Nona Muda   Tamparan Keras

    Alina terhuyung sedikit ke belakang. Betapa semua kejadian ini bercampur menjadi satu. Memang salah Alina apa, sampai mereka berbuat setega ini dengan Alina. Pewara meminta mereka kembali ke ruangan belakang panggung. Kemudian panitia meminta para peserta untuk menonton di kursi penonton. Felix, Alina jadi teringat pada laki-laki itu. Ia adalah satu-satunya orang yang dapat menenangkannya saat ini. tangan Alina bergetar, wajahnya menahan tangis. Saat giliran Jade maju, Alina semakin menganga. Penampilan, dan aransemen Jade sama persis dengan miliknya. Jade menyanyikan Mi chiamano mimì karya Puccini dengan baik. Alina menggelengkan kepalanya. Sungguh dunia ini penuh dengan hal yang tidak disangka-sangka. Setelah Jade Selesai, Alina dipanggil menuju panggung. Marco duduk di depan pianonya, bersiap. Alina menundukkan kepalanya, sedikit membungkuk memberi hormat. Matanya lurus menatap tajam ke arah Seline, dan Ronald. Seline tersenyum kearahnya, senyum yang palsu. Alina mengangguk pada

  • Kemenangan sang Nona Muda   Semuanya Hancur

    Mulai sekarang, Alina dan Marco terlihat sering bersama. Bahkan, Marco sampai menjemput Alina di gerbang asrama putri. Keduanya berlatih siang malam. Dengan begitu, Marco akhirnya tahu, mengapa Alina bisa lebih baik dibandingkan penyanyi lainnya. Alina sangat pandai mengatur tubuhnya. Waktu berlatih, waktu istirahat, dan waktu untuk bersantai. Alina juga menjaga makanan dan minuman, serta berolahraga. Ketika berlatih, Alina sama sekali tidak membuat celah, ia ingin tampil sempurna meski pada saat latihan. Hal ini membuat Marco sangat kagum.Dari empat hari yang tersisa, mereka hanya memiliki dua hari untuk latihan sebelum berangkat ke medan perang. Alina mengatur strategi, agar mereka bisa tampil semaksimal mungkin. Alina dan Marco sama-sama anak yang ambisius. Walaupun tidak memenangkan kompetisi, target mereka adalah mengambil hati para juri dan tamu. Alina sangat fokus mendengarkan suaranya sendiri yang direkam, teliti memperhatikan apa yang kurang dari nyanyian tersebut. Marco me

  • Kemenangan sang Nona Muda   Gotcha

    etelah acara itu selesai, Alina mulai didekati oleh anak-anak dengan ekonomi menengah dan bawah. Mereka senang sekali dengan kekuatan Alina yang digunakan untuk membantu orang lain. Alina juga sangat senang apabila sedikit demi sedikit keadilan bisa ditegakkan. “Lo keren Al,” seorang wanita duduk di kursi yang sama dengan Alina. Sejenak, suara desingan angin melewati mereka berdua, gemeretak ranting yang menaungi ikut memecah kesunyian. Saat ini Alina sangat waspada dengan wanita yang ada di sampingnya ini. “Bukan gue,” kata-kata singkat itu seperti jawaban atas pertanyaan yang berputar-putar di kepala Alina. Delancy kemudian beranjak dan pergi meninggalkan Alina. Alina tertegun, apakah memang kejadian yang menimpa Alina banyak yang mengetahui, tapi mereka menutup mana soal ini? Atau bahkan, para penjahat itu menggunakan kekuasaan mereka untuk menutupi kejadian ini? Alina tidak boleh percaya begitu saja pada Delancy. Kini Alina lebih awas dengan sekitarnya. Ia tak mau lagi bersika

More Chapters
Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status