Share

Nisa 26

Malam berganti pagi, ayam berkokok menguatkan Indra pendengaran agar sang empu bangun. 

Kringgggg… kringgg. Jam alarm Nisa berbunyi keras, sampai-sampai Nisa kaget dari tidurnya. 

"Ya, ampun masih jam 5 ternyata, Masi ada waktu buat tidur lagi. Sebelum tidur mending sholat dulu deh." Lalu Nisa menuruni kasur dan menuju kamar mandi, untuk mengambil air di bilik, yang hanya tersisa sedikit, lalu melaksanakan kewajiban. 

Hampir 5 menit, nisa sangat khusyuk. Tidak lupa setelah sholat berdoa kepada sang pencipta. Agar doa-doanya dikabulkan.

"Aamiin." Setelah selesai sholat, mata dan pikiran sedikit tenang. Ia ingin melanjutkan tidur, tetapi tidak bisa. 

"Dek, bangun. Jangan tidur lagi kita ngambil air di sumur buat mandi." Gebyar ka chellyn membuka pintu dengan keras. 

"Ih kakak Nisa kaget, tadi Nisa mau tidur lagi tau. Ngantuk banget." 

"Ga ada tidur-tiduran. Perempuan perawan harus bangun pagi, biar rezekinya ga dipatok ayam. Biar dapet suami yang mapan. Nanti sekalian kita bikin sarapan ya." Tegas chellyn. 

"Emang ayam bisa ngambil duit ya ka? Terus suami emang yg nentuin ayam ya kak?. Mau bikin sarapan apa nih?." 

"Haduh ni anak, udah-ah jangan banyak tanya. Buruan ayo nanti telat ambil air ga jadi mandi." 

"Iya-iyaa berangkat" dengus kesal Nisa 

Mereka berdua keluar dari rumah, dan membawa jerigen untuk mengisi air, lumayan satu jerigen untuk mandi bersih.

Menuju sumur lumayan jauh, melewati alas dantanah basah, karena hujan dan ada kabut yang tersisa. Tapi tak perlu risau atau takut, semua orang-orang desa pun juga melewatinya. Kadang sesama tetangga berjalan bareng agaar suasana tidak mencekam.

"Masi jauh ya ka?" Tanya Nisa.

"Sebentar lagi, hati hati tanah basah jangan ke pinggir pinggir, jatuh kamu kejurang." Jelas chellyn.

"Iya-iya tenang aja."

"Nduk Lin, niku sinten loh? Adine sampean to? "Lin, itu siapa? Adik kamu ya?" Mbah marjo menyapa chellyn, ketika berpapasan. 

"Oh, nggih Mbah. Niki sing dari Jakarta niku. "Oh. Iya Mbah. Ini yang dari Jakarta itu." Tutur chellyn pada Mbah marjo.

"Oh, Songko Jakarta. ayu, Podo mbakyu. "Oh, dari Jakarta, cantik, seperti mbaknya." Canda Mbah marjo

"Nduk, Mugi Ning kene kerasan ya. Urip mung kene Rodok susah banyu, tapi nak panganan Ning kene nomor siji jos. Ogak usah tumbas, Karek metik." ( "Nak, semoga disini betah ya. Hidup disini emang susah air tapi kalo masalah makanan nomor satu, tinggal metik dibelakang rumah.") Jelas Mbah marijo, mengancungkan jempol, ditambah lekuk senyum yang keliatan gigi. 

Nisa hanya manggut manggut dan ditambah senyuman, ia sedikit paham tidak paham yang diomong Mbah marijo. Kebiasaan Nisa hanya menggunakan bahasa Indonesia dan Jawa kasar. 

Tujuan sumur sudah sampai, lumayan banyak orang yang menimba. Ada yang mandi secara langsung setelah mandi tinggal menimba untuk kebutuhan rumah. 

"Kak mending kita mandi disini aja gimana?"  Sahut Nisa agar tidak lama menanti.

"Husst, kamu ga malu? Tutupan badan cuman dari anyaman bambu yang udah patah? Jangan disamain sama nenek-nenek. Mereka sudah tua, jadi mereka tidak malu." Jelas chellyn.

"Tapi, ka. Kalo kita nungguin yang lain lama loh sampe rumah? Apalagi ngelewatin tanah basah." Keluh Nisa

"Udah, diem. Mending kamu ikut Kaka aja, gausah banyak omong!" Gertak chellyn agar adiknya tidak rewel. 

Nisa seketika diam, ia kaget dan menjadi kikuk. "Iya ka." 

Sekarang giliran mereka berdua yang ngambil air, menanti menimba. Hampir 4 ember timba, hampir penuh jerigen chellyn. Chellyn membantu Nisa untuk segera cepat selesai.

"Udah ka, jangan penuh-penuh. Nanti berat gabisa bawa." Jerigen Nisa hanya punya setengah.

"Yaudah, udah selesai. Jadi kita harus otw cepat, udah mau jam 6. Belom bikin sarapan juga." 

Mereka langsung menuju rumah, dengan pelan-pelan dan tertatih, agar tidak jatuh. 

Memakan waktu 20menit, apalagi melewati alas. Lumayan susah untuk berjalan.

Apalagi ada anjing yang menggogong, badan Nisa getar dan takut, bila anjingnya  mengigit. Ia penuh hati-hati agar si hewan tidak terganggu. 

Sempat sekali Nisa memikirkan bahwa anjing menggonggong ada hantu di sekitar. Ia bergidik ngeri dan meremang di lehernya.

Nisa mempercepat jalannya, agar tidak ketinggalan di belakang chellyn

Waktu memakan 20 Menit.

Tiba sampai di belakang rumah. 

Mereka berdua mendengus capek, dan kesal. 

"Haduh, capek juga ya ka." Nisa menepis keringat yang berada di keningnya. Padahal ia takut dengan hewan tadi.

"Gapapa dek, sesekali olahraga pagi. Tapi capek juga." Sambat chellyn.

"Udah yu, ka. Katanya mau bikin sarapan. Sekalian biar keringat cepet kering." Ajak Nisa. 

"Dek lauknya cuman tempe mendoan sama tahu terus bikin sambel kecap."

"Kukira roti selai. Hehe" gumam hati Nisa.

"Oh, gapapa Kak. Enak tau itu apalagi sama nasi anget." 

"Nasi udah masak di ricekooker sama bude marni" jelas chellyn, membuka bungkus tempe. 

"Dek, kamu ngupas bawang sama potekin cabe ya. Kaka motong tempe sama tahu, terus bikin adonan tepung." Perintah chellyn

"Iya kak siap," lalu nisa mengambil sejumput bawang dan cabai. 

Mereka berdua melakukan tugas masing-masing. Tak perlu lama, semua bahan-bahan sudah siap. Tinggal menggoreng didalam wajan yang panas. 

"Kamu mandi gih Nis, ini Kaka tinggal goreng." Suruh chellyn.

Tanpa aba-aba Nisa menuju kamar mandi yang bertutupan dengan bambu yang menjulang. 

Nisa mengambil handuk di kamar, dan peralatan mandi. Ia buru-buru karena jam sudah menepatkan 06:10. 

Nisa menuangkan air ke guci besar, yang terbuat dari tanah liat. 

Setelah itu Nisa melakukan ritual mandinya, ia tidak peduli berkali kali menyabuni badannya, cukup sekali dan wangi Nisa mengguyur air dibadannya. 

Lalu Nisa keluar dari kamar mandi,  angin menusuk relung tulangnya itu sampe ia menggigil. 

Nisa buru-buru ke kamar mengganti pakaian seragam. 

Dibalik itu chellyn sedang sibuk menggoreng bagian tempe tahu. Belom membuat sambal yang diulek yang cukup memakan waktu. 

Hampir 10menit Nisa dikamar, ia sudah siap dengan penampilan sekolah, tidak lupa menyisir rambut  dikucir satu, ditambah polesan wajah agar cantik dan lipblam tidak pucat. 

"Kak, Nisa sudah selesai. Bumbunya mending Nisa aja yang ngulek, Nisa bisa kok." 

"Bener kamu bisa ngulek?" 

"Bener kak, dah kakak mandi aja udah mau jam set7 belom lagi nanti sarapan." 

Lalu Nisa mengambil ulekkan, sebelum bumbu diulek, dicuci. Setelah itu Nisa menuangkan bawang dan cabe nya serta bumbu penyedap rasa. 

Ia mengulek sebisa mungkin meskipun sedikit susah di tangannya. 

"Hampir halus bumbunya. Sebentar lagi selesai. Tinggal tuang kecap sachet an." 

Nisa memindahkan cabai tersebut ke wadah mangkok kecil dan ia tabur dengan kecap tidak lupa di aduk. 

"Akhirnya selesai, tinggal ngambil nasi deh." 

Tidak menunggu lama Nisa mengambil piring dan nasi, lalu tahu tempe dan sambal seujung sendok. 

Ia memakan dengan lahap, betapa nikmatnya sarapan pagi itu, apalagi cuaca dingin seperti ini. 

"Widih, adek udah makan aja. Lape dek." Chellyn terkekeh kecil melihat adiknya sedang sarapan, yang mulut penuh tersimpul di pipi kanan kirinya. 

Nisa hanya mengacungkan jempol. 

Tak perlu waktu lama, untuk ia sarapan. Hanya mengambil sedikit, agar perut tidak kosong. 

 Sambil menunggu kakanya sarapan. Nisa membuka handphonenya itu sekilas. 

Pesan dari rain yang memenuhi logo hijau itu. 

"Cepetan berangkat Nisa."

"Bujed, lama amat ni anak. Oiyyy Cantika mantulitiii."

"Mau bel Nis, masa lu ga masuk." 

Nisa hanya menjawab pesan singkat, padat dan jelas, toh nanti ia bakal tukar cerita dengan rain. "iya Rain." Send

Tiba-tiba ada pesan asing, ia membuka pesan dari nomor asing yang misterius.

"Saya hari ini tidak melihat dirimu?" 

"Selamat, pagi nona? Apa kamu baik-baik saja?" 

"Hai nona cantik, jangan lupa melirik ku sekilas". 

Nisa tak menggubris pesan asing itu, ia hanya membaca pesannya tanpa harus membalas. 

 chellyn yang tengah asik menyatak sarapan. Ia melihat Nisa dengan raut wajah serius.

"Kenapa dek? Serius amat." 

Siapa orang ini? Padahal nomorku sangat privasi, yang mempunya nomor ku saja hanya ada 10. Bahkan kontakku tak genap 20. 

Aku hanya menyimpan nomor yang penting-penting saja. Bahkan teman sejoli Rain tidak mempunyai.

Bukan bermaksud sombong, aku tidak ingin menambahi nomor asing yang tidak ada urusannya denganku. 

Apa ini nomornya Marko? Aku sering sekali melihat sekilas, disaat banyak kegiatan. Tapi apa iya? Kalo Marko seharusnya ia melihat mataku dengan seksama disaat menatapnya sekilas. 

Mana mungkin Marko. Ah, sangat ke GR an. Dia kan cowok diam dan dingin. 

Astaga Nisa ngampain mikirin no asing ga jelas ini. Lebih baik aku memikirkan tugas ku yang segunung. Mana lagi semalem cuman 3 pelajaran doang. 

Huffftt, dengus Nisa. 

"Ayo dek berangkat, udah hampir masuk nih." Nisa mengeluarkan motor berwarna merah itu. 

"Oh, i-iya kak. Nisa ngambil tas dulu." 

Mereka berdua  tidak lupa berpamitan dengan orang tua, ya bude marni. Hanya ada bude marni saja, karena bapak  sudah pergi ke sawah. 

"Hati-hati nduk, jaga adikmu ya." Bude marni melambaikan tangan di samping itu. 

"Iya, buk sudah tenang aja." 

Menuju dan melaju ke sekolah dengan hati-hati, karena jam segini sudah padat orang yang mengendarai motor dan mobil, apalagi dijalan raya besar. 

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status