Home / Pendekar / Keris Bunga Bangkai / 02 - Tumbal Nafsu Birahi

Share

02 - Tumbal Nafsu Birahi

Author: Rytíř
last update Last Updated: 2022-03-21 06:52:58

Ketika wanita itu sampai di pekarangan bagian belakang, dia melihat anaknya baru saja memasukkan hewan ternak ke kandang. Anaknya datang menghampiri sang ibu yang nampak gelisah dan ketakutan.

“Ada apa, Bu?” tanyanya. “Kenapa wajah Ibu pucat begitu? Padahal aku tidak terlalu lama. Ini semua sapi sudah aku masukkan ke kandang,” lanjut anak laki-laki tersebut, yang merasa wajah pucat ibunya itu karena mengkhawatirkan dirinya.

Namun sang ibu tak menjawab pertanyaan tersebut. Dia langsung menarik tangan sang anak untuk segera pergi meninggalkan rumah. Hanya saja, ketika dia hampir mencapai pagar samping rumah, tiba-tiba tanah yang mereka pijak bergetar seperti terjadi gempa yang dahsyat.

“Bu, ada apa ini?” tanya anak tersebut panik sembari memegangi pagar rumah. Namun tentu saja sang ibu sama tak tahunya dengan apa yang sedang menimpa mereka.

Gempa semakin kuat menghentak tanah. Kedua ibu dan anak tersebut duduk bersimpuh sembari memagut pancang kayu dari pagar halaman. Namun pagar itu pun roboh terkuak dari tanah.

Tiba-tiba tanah di sekitar rumah seperti terangkat. Anehnya lagi, tanah di sekeliling rumahnya itu mulai mengatup seperti sebuah kelopak bunga raksasa. Bahkan seluruh tanah mulai berubah seperti berbentuk daging yang hidup dan berdenyut-denyut, terus mengatup seperti sebuah bunga bangkai yang memerangkap mangsanya.

Tiba-tiba, beberapa sulur daging seperti tentakel iblis menyeruak dari dalam rumah begitu cepat. Sulur daging yang berlendir itu melilit tubuh kedua orang ibu dan anak tersebut. Sulur itu menyeret mereka untuk kembali masuk ke dalam rumah, di mana laki-laki misterius tadi masih menunggu di sana.

Laki-laki tersebut menatapi mereka, lebih-lebih ke arah sang ibu dengan seringai penuh nafsu. Sesaat kemudian, laki-laki itu terdiam seperti ada sesuatu yang terjadi dengannya. Tiba-tiba dia berbicara sendiri dengan ekspresi wajah yang mulai tampak gila seperti seseorang yang sedang kesurupan.

“Jadikan saja anak itu tumbalnya,” gumam laki-laki tersebut memegangi kepalanya.

Setelah itu dia kembali menyeringai, berjalan menghampiri wanita yang terlilit menggantung oleh sulur-sulur daging yang berlendir.

Gumamannya tak begitu keras, namun dia mengatakannya sesaat sebelum dia membelai lekuk dada sang ibu. Tentu saja hal tersebut membuat wanita itu semakin panik dan histeris. Namun dia tak bisa berbuat apa-apa karena sulur daging yang berlendir itu tak hanya melilit tangan dan kakinya, tapi juga leher dan mulutnya.

“Aku tahu sedari dulu kau tak pernah mau menerimaku, dan selalu melihatku dengan tatapan yang merendahkan,” ujar laki-laki tersebut sebelum menarik sulur daging yang menutupi bibir wanita tersebut.

Laki-laki itu mulai menjulurkan lidahnya dan menjilati dagu wanita itu. Nafasnya terdengar memburu karena nafsu yang tak tertahankan, membuat wanita tersebut semakin jijik dengannya

“Aku ingin melihat apa kau masih bisa melihatku dengan tatapan yang sama setelah aku membuatmu menjadi wanita hina,” ucapnya menyeringai, dan kemudian mulai melumat bibir merah muda wanita tersebut.

Setelah beberapa lama melumat bibir wanita itu penuh nafsu, laki-laki tersebut akhirnya menjauhkan bibirnya. Dia sengaja memberi wanita itu kesempatan untuk menangisi kondisinya yang begitu tragis. Jelas sekali dia tidak sekadar melampiaskan nafsunya, akan tetapi ingin menyiksa dan mempermalukannya begitu hina. Entah dendam kesumat apa yang disimpannya sampai mendorongnya berbuat sejauh itu.

“Dasar iblis laknat!” sumpah wanita itu setelah sempat meludahi wajah laki-laki tersebut. “Kau bisa melakukan apapun dengan tubuhku, tapi kau tak akan pernah mendapatkan kepuasan apa-apa dalam hidupmu.”

Laki-laki tersebut tertawa menerima makian dan ludahan yang diterimanya.

“Anakmu sudah nyaris menjadi santapan iblis, dan kau masih sibuk merendahkan laki-laki ini?” balasnya beretorika penuh tawa.

“Dan kau masih berlagak layaknya wanita suci yang terhormat di depanku,” ujarnya dengan lantang, dan setelah itu mencabik-cabik baju wanita tersebut dengan paksa.

Sementara itu, anak dari wanita tersebut menggantung terlilit sulur-sulur daging yang seperti tentakel iblis itu. Dia masih mencoba meronta-ronta dengan mulut masih terlilit. Salah satu sulur daging menjalar ke arah bawah.

Bagian ujungnya mulai menganga seperti mulut seekor belut. Bagian itu terus terbuka begitu lebar, dan mulai mencoba menelan anak itu begitu pelan dari bawah.

Continue to read this book for free
Scan code to download App
Comments (2)
goodnovel comment avatar
Heriyanto
cerita yg menarik.
goodnovel comment avatar
Arief Mixagrip
keris petir hahahaha
VIEW ALL COMMENTS

Latest chapter

  • Keris Bunga Bangkai   197 - Pendekar Misterius Di Daerah Perbatasan

    Dia terlihat menggerak-gerakkan tangannya seperti mencoba memeriksa apakah tangannya sudah bisa digunakan. Sesaat kemudian, Nyi Lorong menarik tenaga dalamnya, seperti berniat menghadapi pendekar misterius itu lebih serius.Namun tiba-tiba, potongan kepala pria yang bernama Mantir itu tergeletak di dekat kakinya. Sementara tubuh si Mantir masih berdiri dengan leher seperti terbakar oleh api. Begitu juga dengan bagian leher di potongan kepala tersebut, seperti terselubung oleh api.Anehnya, tubuh tak berkepala itu masih bisa berjalan ke arah Nyi Lorong seperti mencari kepalanya. Tubuh itu memungut kepala tersebut dan kembali menempelkannya.“Apa-apaan kalian ini?” guman salah seorang pendekar misterius itu.Nyi Lorong pun mulai tertawa seperti merasa begitu senang mempermainkan kewarasan mereka.Tiba-tiba, pendekar misterius lainnya berseru memanggil temannya itu untuk menjauhi Nyi Lorong.“Lindo Aji, menjauhlah!” panggilnya. “Sudah jelas mereka adalah sebangsa siluman. Pedang biasa ta

  • Keris Bunga Bangkai   196 - Ajian Peluruh Indra

    Sementara itu, kondisi di perbatasan antara wilayah Marajaya dan Telunggung masih belum juga reda seperti yang mereka kira. Memang, Benteng Kalaweji yang dijaga oleh Panglima Danadyaksa masih terlihat aman tanpa ada gangguan. Begitu juga dengan benteng perbatasan bagian utara dari Kerajaan Telunggung. Namun hutan-hutan belantara di antara kedua benteng itu mengalami kekacauan. Para genderuwo masih berkeliaran mengusik ketenangan hutan. Mayat-mayat dari sebagian mereka juga semakin bertambah bergelimpangan di tengah hutan tersebut. Sebagian dari prajurit yang menjaga Benteng Kalaweji memang menyadari kegaduhan itu. Mereka sering melihat burung-burung ataupun kelelawar di senja haru berterbangan seperti terganggu oleh sesuatu. Namun tak satupun dari mereka yang berani untuk pergi memeriksa, dan memang Panglima Danadyaksa tak sekali pun memberikan perintah. Sekelebat bayangan bergerak cepat di atara pepohon, dan sesaat kemudian dia pun bersuara begitu keras. “Saprol! Apa kau belum jug

  • Keris Bunga Bangkai   195 - Keputusan Rangkahasa

    Namun ternyata, apa yang mereka khawatirkan sedikit meleset. Ki Bayanaka tak pernah menolak permintaan orang yang ingin belajar padanya. Yang ada, hampir semua yang ingin berguru padanya memilih berhenti karena beratnya latihan yang diberikan. Sementara itu, Rangkahasa sendiri tak pernah sekali pun meminta berguru pada orang tua tersebut. Dia hanya mendirikan sebuah gubuk sederhana di tengah-tengah hutan, sedikit agak jauh dari padepokan Ki Bayanaka. Namun tempatnya tak juga terlalu jauh agar dia selalu bisa berkunjung menemui Dharma dan Indra. Sering kali dia datang hanya untuk mengganggu teman-temannya itu. Karena sudah memilih untuk hidup mengasingkan diri, dia tak sekalipun menyia-nyiakan waktu untuk tetap bersama selagi masih ada kesempatan. Malamnya, dia selalu pergi mengasingkan diri di gubuk yang dia bangun sendiri di tengah-tengah hutan. Sesekali Dharma ikut menemaninya, tapi tak juga terlalu sering karena harus meneruskan latihannya. Panglima Tarendra sendiri pada akhirnya

  • Keris Bunga Bangkai   194 - Perpisahan

    Setelah menyelesaikan kekisruhan di kekeratonan Marajaya, Tarendra memerintahkan Bayantika untuk membawa semua prajurit khususnya untuk kembali ke pusat kekeratonan. Sementara itu, Panglima Danadyaksa tetap bertahan menjaga daerah perbatasan di Benteng Kalaweji.Panglima Adji Antharwa pun diperintahkan kembali oleh Prabu Yashaskar menjaga wilayah bagian timur. Tarendra sendiri memilih kembali ke Gunung Saringgih. Seperti yang dikatakan oleh Ki Bayanaka, dia harus kembali mengulangi ujian Tapa Adi Luhur sebelum menerima tahta kerajaan dari Prabu Yashaskar.Seperti biasanya, Ki Bayanaka sudah pergi lebih dulu di malam hari tanpa memberikan kabar seorang pun. Tinggal Tarendra sendiri yang akan melakukan perjalanan itu bersama Dharma.“Apa akan lama?” tanya Bayantika pada Tarendra.“Ditambah dengan waktu yang harus kutempuh untuk perjalanan, serta waktu untuk persiapan sebelum melakukan ujian tersebut, paling tak akan sampai dua minggu. Ujian Tapa Adi Luhur sendiri hanya berlangsung tiga

  • Keris Bunga Bangkai   193 - Melepaskan Beban

    Melihat Tarendra yang murka seperti itu, semua yang ada di ruangan itu pun langsung bereaksi.“Lihatlah! Pada akhirnya, wajah aslimu pun akhirnya keluar,” sanggah Wisanggeni.Wisanggeni pun memegangi gagang pedangnya, langsung berteriak untuk memanggil semua prajurit kekeratonan untuk segera masuk melindungi sang Prabu.Semua prajurit kekeratonan yang baru saja dipanggil masuk oleh Wisanggeni sudah memenuhi ruangan tersebut. Tarendra pun melirik ke sekelilingnya, namun tak sedikitpun raut wajahnya berubah.“Kau pikir prajurit sebanyak ini bisa menyelamatkan lehermu dari pedangku, Wisanggeni?” tanya Tarendra dengan mata berbinar tajam.“Kau lupa, Panglima Adji Antharwa juga memiliki prajuritnya di kekeratonan ini. Tak peduli seberapa hebatnya kemampuanmu, kau tak akan bisa menghentikan semuanya,” balas Wisanggeni dengan sedikit senyum getirnya.“Adji Antharwa, segera keluar dan bawa pasukanmu ke sini!” seru Wisanggeni.Namun Panglima Adji Antharwa masih diam saja di sana. Hal itu membu

  • Keris Bunga Bangkai   192 - Kudeta

    Sementara itu, Panglima Adji Antharwa yang sudah sampai di kekeratonan langsung menghadap pada Prabu Yashaskar. Tentu saja dia mendapatkan teguran, dan hilangnya nyawa ratusan prajurit pun dipermasalahkan. Di situlah isu soal penyerangan segerombolan genderuwo pun mau tak mau mencuat kepermukaan.Tentu cerita itu sulit mereka terima. Namun, Putri Tanisha yang beberapa tahun sebelumnya diserang oleh para dedemit hutan ikut menambah keruhnya suasana.“Sebetulnya, kegagalan aku dulu menyerang benteng perbatasan Telunggung juga karena munculnya dedemit hutan ke perkemahan kami. Ayahanda bisa tanyakan langsung ini nanti pada Panglima Danadyaksa, ” sahut Tanisha memotong.Sontak semua yang hadir di hadapan Prabu Yashaskar terpancing oleh keterangan Putri Tanisha. Begitu juga dengan sang Prabu sendiri.“Kenapa kamu baru cerita sekarang, Tanisha?” tanya sang Prabu.“Kalau waktu itu aku cerita, memangnya tanggapan seperti apa yang akan Ayahanda berikan padaku?” balas Putri Tanisha beretorika.

More Chapters
Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status