Share

08 - Gerilya

Satu orang dari pasukan Panji Keris Bertuah yang terlihat sangat muda nampak berlarian ke arah gerbang. Dia adalah Rangkahasa, salah satu orang kepercayaan Mergo. Namun sepertinya Mergo tak berniat membawanya ikut serta bersama mereka.

“Mergo, kenapa aku tidak diizinkan untuk ikut serta?” tanya Rangkahasa.

“Apa kau masih meragukan kemampuanku?” lanjutnya bertanya.

“Bukan begitu, Rangkahasa. Diantara kami, kau satu-satunya yang tak pernah ikut dalam misi perampokan, bukan?” jawab Mergo sedikit beretorika.

“Aku tidak meragukan kemampuanmu dalam bertarung. Akan tetapi, misi kali ini bukan sesuatu yang sederhana. Kau masih terlalu muda untuk ini,” jelasnya.

“Tapi Mergo, kau tahu sendiri kalau aku tak mungkin bisa jauh-jauh darimu kalau sudah malam begini. Jika kau pergi, benteng ini jauh lebih berbahaya bagiku dibandingkan musuh-musuh itu,” sanggah Rangkahasa.

Mendengar penjelasannya itu, Mergo menjadi terdiam tak bisa berkata apa-apa. Begitu juga dengan keempat rekannya yang lain, seperti paham dengan kondisi Rangkahasa tersebut.

“Benar juga, Mergo,” ujar salah seorang rekannya yang bernama Yasa.

“Andai kita pergi sore tadi mungkin kita bisa meninggalkan Rangkahasa di sini. Tapi hari sudah malam, dan kita mungkin akan lama di luar sana. Kau pasti tahu, kau tak bisa meninggalkan Rangkahasa malam-malam,” jelasnya.

“Baiklah!” jawab Mergo.

“Tapi berjanjilah, kau tidak boleh terlalu bernafsu dan sembrono seperti yang biasa kau lakukan saat peperangan. Kita ke sana bukan untuk berperang,” jelas Mergo pada Rangkahasa.

Mendengar jawaban itu, Rangkahasa langsung memacu larinya bergegas mengambil senjata dan jubah lusuhnya. Setelah itu, pergilah mereka berenam menuju ke arah selatan dengan berjalan kaki.

Mereka berangkat diam-diam di antara semak-semak, jauh dari jalan utama untuk menghindari kecurigaan dari mata-mata yang mungkin saja mengintai.

Setelah beberapa lama melakukan perjalanan, sampailah mereka di salah satu tebing di dekat pantai. Dari sana mereka mencoba mengamati posisi-posisi penjaga yang patroli, serta susunan perkemahan dari prajurit musuh.

“Apa rencana kita, Mergo?” tanya Yasa.

“Kita tidak mungkin sekadar membuat keributan saja. Kalau tahu ini hanya keributan kecil, itu tidak akan mencegah mereka jika memang ingin menyerang besok,” jelasnya.

“Yah, setidaknya kita akan pulang membawa kepala satu orang pimpinan mereka,” jawab Mergo.

“Untuk itu, kalian berlima alihkan perhatian mereka.”

“Apa kau tahu di mana pimpinannya?” tanya Rangkahasa.

“Aku sudah mengintai mereka sore tadi,” jawab Mergo.

“Rangkahasa, kamu ikut saja dengan mereka. Biar aku lakukan ini sendiri.”

“Tapi Mergo...” jawab Rangkahasa nampak keberatan jika harus berpisah dari pimpinannya tersebut. 

Namun Mergo langsung menepuk bahu Rangkahasa, berusaha menghilangkan kekhawatirannya itu.

“Tidak apa-apa. Justru bagus kalau mereka datang lagi mengganggumu,” jelas Mergo dengan sedikit senyum.

Setelah itu, Mergo berpisah dari teman-temannya. Dia menuruni tebing itu sendirian mengendap-endap di kegelapan. Setelah dia memastikan tak ada siapa-siapa di sana, Mergo memberikan kode pada teman-temannya untuk ikut turun.

Namun setelah itu dia langsung pergi tanpa menunggu mereka menyusulnya. Mergo langsung bergerak ke arah kanan, sementara teman-temannya pergi ke arah kiri.

Dari semak-semak itu, Yasa menyiapkan satu panah yang ujungnya berapi, dan menembakkannya ke salah satu tenda. Anak panah itu menyulut kebakaran, serta menyulut kepanikan di antara prajurit yang berjaga.

“Sekarang saatnya, kalian keluarlah!” seru Yasa sang pemanah tersebut.

Baru setelah itu keempat orang lainnya keluar, berteriak keras-keras sengaja memancing keributan. Sementara Yasa si pemanah sedikit menjaga jarak dari mereka.

Tidak semua prajurit yang keluar karena tahu yang menyerang hanya lima orang. Sementara itu, sebagian dari prajurit yang berpatroli masih sibuk memadamkan api.

Setelah berhasil membunuh beberapa orang prajurit, kelima orang itu berlagak seperti terdesak mundur. Secara bertahap mereka memancing prajurit-prajurit musuh menjauhi perkemahan tersebut menuju tepi hutan.

Meski sudah berhasil memancing perhatian begitu banyak prajurit, mereka sadar bahwa ternyata masih terlalu banyak prajurit lain yang bersiaga di perkemahan.

“Yasa, apa rencana ini akan berhasil?” tanya Rangkahasa.

“Jangan pikirkan itu!” bentaknya.

“Jika kau sudah ikut, lakukan saja sesuai perintah Mergo,” jelas rekannya itu.

Orang yang bernama Yasa itu kembali memilih menjauhi pertempuran. Hal itu cukup wajar karena dia adalah seorang ahli pemanah. Dia butuh ruang untuk tetap efektif melakukan serangan jarak jauh.

Di saat Yasa sibuk melepaskan anak panahnya, tiba-tiba sesuatu yang begitu asing melesat dari arah hutan di belakangnya. Seakan tahu apa yang sedang menghampiri mereka, Yasa langsung berteriak memperingatkan temannya.

“Rangkahasa, mereka datang,” teriaknya sembari berhamburan dari semak-semak itu.

Melihat beberapa roh jahat melayang ke arahnya, Rangkahasa mulai panik. Tak peduli sehebat apapun kemampuannya, dia tahu bahwa dirinya tak pernah bisa menyerang mereka.

Rangkahasa pun berlarian diburu oleh roh-roh jahat tersebut. Sementara teman-temannya yang lain menyusul, memastikan prajurit-prajurit musuh tidak melukai Rangkahasa yang sedang ketakutan itu.

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status