Home / Romansa / Kesalahan yang Tak Terhindarkan / Ch 10. Selamat datang, Novan

Share

Ch 10. Selamat datang, Novan

Author: Amethystia
last update Last Updated: 2021-08-29 21:37:51

Bunyi alarm di Hp Ana pagi itu sudah mulai berdering. "Sial gue belum tidur dari semalam!" Rutuk Ana pada dirinya sendiri.

Dia hanya menangis semalaman dibalik selimut tebalnya. Dengan langkah gontai Ana menuju kamar mandi. Dia berfikir lebih baik melupakan masalahnya dengan Rico terlebih dahulu dan fokus terhadap projeknya kali ini.

Setelah selesai mandi, dia bergegas melihat Hp nya. Belum ada satu pun pesan dari Rico membuatnya menjadi lebih sakit.

Dengan sisa tenaganya dia mulai memakai baju dan bersiap-siap untuk pergi ke taman kota.

Kali ini Ana pergi dengan ojek online, karena merasa bahwa dia tidak akan bisa mengendarai motornya dengan baik.

Tak berbeda jauh dengan Ana, Novan yang baru terlelap setelah lewat tengah malam. Bangun dengan sedikit lemas dan lebih murung.

"Gue harus minta maaf kali ini sama Ana." Dia sudah sangat membulatkan tekadnya untuk mengakhiri permainannya. Dia merasa tidak enak bila terus membuat Ana menjadi tidak nyaman.

Dilain tempat terlihat Rico yang masih tertidur diantara teman-temannya. Sepertinya semalam mereka melakukan pesta kecil-kecilan.

Terlihat dari beberapa minuman dan makanan yang berserakan dilantai.

Saat itu juga didekapan Rico tengah tertidur seorang wanita yang berbeda lagi dari kemarin.

Sudah bisa dipastikan bahwa itu adalah salah satu dari para wanitanya Rico.

***

Satu persatu anggota sanggar hadir dipertemuan tersebut.

“Van, kamu lesu banget gitu kenapa?” ucap Fitri. Dia sedikit khawatir ketika Novan datang dengan mata yang kurang tidur.

“Biasa fit, abis main game kemarin malam begadang.” Novan tersenyum kecut. Dia sudah sangat capek hanya untuk berpura-pura tersenyum.

Dia berbohong pada fitri. Novan tidak mau menyebarkan rumor yang merugikan Ana nantinya.

Ana pun tiba dengan penampilan yang sangat lesu. Dia menyapa dengan sangat lemas. “Pagi semua!”

Mendengar suara Ana, Novan pun segera berbalik. Dia melihat Ana begitu berantakan, matanya bengkak seperti habis menangis semalaman.

Tatapan mereka sempat bertemu namun Ana langsung mengalihkan pandangannya dan duduk.

“Pagi kak,” jawab Fitri semangat. Dia mengerutkan keningnya dan kembali bertanya. “Sekarang kak Ana pun datang dengan sangat lesu. Jangan bilang kak Ana main game juga sama dengan Novan?”

Mendengar ucapan Fitri membuat Ana menoleh kepada Novan. Dilihatnya penampilan Novan pun tidak lebih baik darinya.

“Pagi semua, sorry telat nih gw,” sapa Izal. Dia adalah orang yang terakhir datang.

Melihat Novan dan Ana yang sama-sama dalam keadaan muram membuat izal bertanya-tanya. ‘Nanti siangan deh gw tanya mereka kenapa.’ Dia pun duduk dan mulai membuka diskusi.

“Membahas pertanyaan yang kemarin. Untuk photographer nya, kita nanti bakal collab sama komunitas foto yang Ana kenal yah.” Izal mulai menerangkan perlahan tentang konsep project mereka.

Ana mengangguk pelan. Dia membalas dengan lemah. “Ah iya Zal, tar gw keep in touch lagi sama mereka buat mastiin lagi.”

“Sip Na santai, anak-anak juga masih dipersiapan awal kan?” tanya Izal.

“Iya kak, aku aja malah masih bingung milih perannya yang mana.” Novan menggaruk-garuk kepalanya yang tidak gatal.

“Tenang Van, santai aja rata-rata ini project pertama kalian. Jadi pastiin pilih yang bener-bener kalian suka yah.” ucap Izal. Dia pun melanjutkan perkataannya. “Oh iya kita break dulu yah satu jam, makan dulu.”

“Nanti jam tiga kumpul lagi disini yah,” ucap Ana.

Novan yang hendak mendekati Ana harus mengurungkan niatnya terlebih dahulu. Novan pun pergi meninggalkan mereka untuk membeli makan siang.

Terlihat Izal sedang mencoba bertanya pada Ana. “Na, lu kenapa. Abis nangis semalam?”

“Gapap Zal, gw lagi banyak pikiran aja.” Ana tersenyum pada Izal. Berusaha menyembunyikan perasaannya.

Izal menepuk bahu Ana pelan. “Lu kalau ada apa-apa ngobrol aja. Gw kan juga temen lu.”

“Iya Izal, udah yuk cari makan. Gw mau beli makan banyak buat naikin mood.” Ana kemudian berdiri mengajak Izal pergi.

Dia membeli banyak sekali makanan manis. Benar-benar terlihat seperti orang yang patah hati. Itulah yang ada dibenak Izal saat itu. Namun dia tidak berani menanyakan hal yang lebih pada Ana.

Izal adalah teman yang sangat menghargai privasi orang. Maka dari itu dia akan tetap diam dan menunggu sampai temannya itu bercerita.

Waktu istirahat sudah berakhir mereka pun kembali bertemu untuk membicarakan kesimpulan akhir. Tidak begitu lama akhirnya semua selesai pada jam enam sore.

Satu persatu anggota kelompok mulai berpamitan untuk pulang. Akhirnya Izal memberanikan diri bertanya pada Ana. “Na lu pulang sendiri? Gak dijemput Rico?”

Mendengar nama Rico, membuat raut wajah Ana yang tadinya mulai membaik menjadi muram kembali. “Gak Zal, gw balik sendiri.”

“Yaudah lu hati-hati yah gw duluan,” ucap Izal.

Novan masih menunggu kesempatan yang pas untuk berbicara dengan Ana. Kini hanya tinggal Novan dan Ana yang tersisa.

Novan merasa ini waktu yang pas untuk menyelesaikan semua nya. Dia pun mendekati Ana. “Kak Ana aku mau ngom.” Belum sempat Novan menyelesaikan perkataannya.

Ana segera menyela perkataan Novan. “Van, bisa kita bicara berdua?”

Novan kaget. Dia sudah sangat pasrah dengan apa yang akan terjadi. “Oke kak, mau dimana? Disini aja?”

Ana melihat sekeliling. “Kita cari tempat yang agak sepi, disini terlalu rame.”

“Oke kak kalau gitu,” jawab Novan lesu.

Mereka pun pergi ketempat yang lebih sepi berdua. ‘Apa kelakuan ku kemarin membuatnya berantem dengan pacarnya yah. Aku harus benar-benar minta maaf telah menganggu hubungan mereka, ’ pikir Novan.

Setelah menemukan tempat yang pas kini mereka berdua duduk dibangku taman. Tidak ada dialog apapun diantara mereka berdua.

Sambil menarik nafas panjang dan mendongakan kepalanya keatas, Ana mulai memejamkan matanya. Dia seperti sedang meyakinkan dirinya dengan apa yang akan dia katakan pada Novan.

Novan hanya bisa menatap Ana dalam-dalam. Novan berfikir, mungkin ini adalah momen terakhir mereka bisa duduk berdua bersama menikmati sore hari yang begitu damai ini.

Sama seperti awal mereka bertemu. Akhirnya Ana pun terlihat sudah yakin dengan apa yang dia pikirkan sejak tadi. Kini Ana berbalik dan menatap Novan.

Dia yang sedari tadi menatap Ana pun terlihat seperti maling yang baru saja kepergok. Melihat hal itu tanpa sadar Ana tersenyum tipis.

“Sebenarnya,” ucap Novan dan Ana berbarengan. Mereka kemudian terdiam sejenak.

“Kamu dulu Van,” sambung Ana.

Novan memainkan jari-jari tangannya. Itu adalah kebiasaan ketika dia sedang gugup. “Aku mau meminta maaf sama kak Ana. Kayaknya aku selama ini udah bertingkah keterlaluan. Terutama saat terakhir kita ketemu. Aku udah lancang sama kakak, aku siap kok kakak maki saat ini.”

Ana menatap Novan yang sedang tertunduk lesu. “Apa kamu beneran nyesel Van?”

“Iya Kak, aku gak akan lakuin itu atau ganggu kakak lagi.” Novan tertunduk. Dia tidak berani menatap Ana.

“Kalau gitu coba angkat kepalamu. Ucapin itu sekali lagi sambil lihat aku,” pinta Ana.

Novan pun mengangkat kepalanya, dia kaget dengan pandangan Ana padanya.

Tidak ada sedikitpun kemarahan nampak diraut muka Ana. Kini mereka saling bertatapan satu sama lain.

Ana mulai mengangkat tangannya, dia mengelus muka Novan pelan. Sangat lembut, membuat seluruh tubuh Novan memanas.

Tepat ketika sentuhan tersebut berhenti dibibir Novan, Ana mulai berbicara. “Apa tawaranmu yang kemarin masih berlaku Van?”

Mendengar hal itu mata Novan membulat tak percaya.

Ditengah keputus asaannya, Ana malah memberikan jawaban yang benar-benar dia harapkan. “Udah gak bisa yah?”

Alih-alih menjawab. Novan bertanya kembali kepada Ana. “Aku boleh mencium mu kak?”

“Eh, kenapa kamu,” belum sempat Ana menyelesaikan perkataannya.

Novan telah mencium bibir Ana dengan sangat cepat. “Apa itu bisa menjadi jawaban kak?”

Dia segera menggenggam kedua tangan Ana. Mereka saling berpandangan satu sama lain. Seakan tahu apa yang sedang diinginkan masing-masing.

Ana mulai menutup matanya ketika Novan mendekatkan dirinya.

Kini bukan lagi ciuman lembut seperti tadi. Tangan Ana mulai merangkul leher belakang Novan, begitupun Novan yang mulai mendekap tubuh Ana.

Seakan tak memberi kesempatan untuk Ana bernafas. Dia mulai menjejalkan lidahnya kedalam mulut Ana dalam sekejap.

“Haaa, hmmmm,” erang Ana pelan.

Novan terus menghisap mulut Ana, membuat mereka benar-benar terlarut dalam ciuman.

Dia terus melumat lidah Ana seakan-akan bahwa itu hanya untuknya. Tangan Novan yang satu kini menangkup pipi Ana, sedangkan yang satunya mulai mengelus punggung Ana.

Itu adalah ciuman terdalam dan terlama yang mereka lakukan dan terjadi terus menerus berulang kali.

Pintu neraka pun telah benar-benar terbuka dihadapan mereka kali ini.

***

Continue to read this book for free
Scan code to download App
Comments (1)
goodnovel comment avatar
Rainfall
gaboleh ditiru ya tolong
VIEW ALL COMMENTS

Latest chapter

  • Kesalahan yang Tak Terhindarkan   Ch 33. Aku yakin, kamu masih milikku

    “Sudah tenang?” Novan segera menyambut Ana yang baru masuk ke dalam mobil.Ana mengangguk pelan, “keluar bentar yuk, biar lebih enak ngobrolnya.”Mereka pun duduk berdua dibawah pohon yang rindang.Ana menarik nafas panjang, “Novan, I love you. Really loving you. Tapi kita harus sadar, kadang tidak semua yang kita inginkan bisa kita dapatkan.” Ana mulai meraih tangan Novan, “maafkan aku terlalu pengecut untuk memilih bersama kamu. Aku pun sadar kita sangat berbeda baik dari keluarga dan lainnya, hal itu akan menyusahkan kamu kedepannya.”Novan menggenggam tangan Ana dengan kuat. “Me too, Ana. Aku dari awal menyerahkan semua pilihan padamu. Maafkan aku telah menempatkan kamu ke dalam situasi yang rumit ini.” Omongan Novan sedikit tertahan, “andai, maksudku aku berharap kamu selalu mendapat yang terbaik.”Dengan cepat Ana menggelengkan kepalanya, “tidak Novan, aku bisa memilih untuk menolakmu dari awal. Tapi aku tetap bersama mu pada akhirnya. Terimakasih telah memberikan ku kepercayaan

  • Kesalahan yang Tak Terhindarkan   Ch 32. Penyesalan

    “Aaaargh gila lu Rico, gue belum mau mati!” Vania memegang seat beltnya erat-erat.Rico tetap tidak memperhatikan sepupunya tersebut. Kini dia hanya ingin melampiaskan emosinya dengan melaju mobilnya secepat mungkin.“Anj*ng Rico! Lu kalau mau mati jangan ajak-ajak gue tolong!” kali ini dia mengerahkan sekuat tenaganya untuk berteriak dan berhasil menyadarkan Rico.‘Kriieeeeet….’ Rico menginjak rem mobilnya mendadak membuat bunyi deritan yang cukup panjang.“Sumpah yah lu gak ada otak!” Vania terus saja berteriak, meluapkan kekesalannya.“Sorry gue gak sadar Van,” dengan gelagapan Rico menjawab.Vania menarik nafas dalam, mencoba mengatur emosinya. “Okee.. Sekarang lu tenang dulu, abis itu baru cerita sama gue yah.”Rico mengangguk lemas, dia sudah sangat kalut dan tenggelam dalam pikirannya. Tak terasa air matanya mengalir.“Gila gue nangis cuman gara diselingkuhi si Ana. Bangsat emang tu cewek!” Rico memukul dasboard depan mobilnya.Vania mengelus punggung Rico pelan. Mencoba menena

  • Kesalahan yang Tak Terhindarkan   Ch 31. Awal kepedihan

    Kembali ke masa SMA di tahun dua ribu lima belas. Rico tengah berjalan santai menuju ruang OSIS untuk menemui Ana sore itu. “Astaga dia bisa tertidur dengan pulas ditempat seperti ini.” Rico bergumam pelan. Dia tersenyum melihat Ana, pacarnya yang merupakan kakak kelas sekaligus ketua Osis disekolahnya. “Teledor banget sampai gak nyadar ada orang yang membuka pintu,” dengan pelan dan hati-hati Rico mendekati Ana. Dia terus menatap Ana penuh kasih. ‘Memang cantik banget cewekku ini!’ batinnya. Kini tangan usilnya tengah memainkan ujung rambut Ana pelan. Membuat kening Ana mulai berkerut dan membuka matanya perlahan. “Aaaaawww..” rintih Rico saat dengan cepat Ana malah memelintir tangannya. “Rico!” Ana lekas melepaskan tangannya begitu menyadari pria yang dihadapannya adalah kekasihnya. “Maaf, habisnya kamu mengagetkan aku sih salah siapa coba!” dengan kesal Ana menggembungkan pipinya. Melihat Ana yang begitu lucu, Rico pun tidak tega untuk memarahi Ana. “Kamu yang budeg sayang, a

  • Kesalahan yang Tak Terhindarkan   Ch 30. Akhir dari semua

    Di lain tempat Nisa tengah sibuk mempersiapkan kepergiannya menemui Rico. Dia bersemangat sekali untuk bertemu dengan lelaki pujaannya itu. ‘Sayang aku kesana yah minggu depan!’ tulis Nisa dalam pesan singkatnya. Namun pesan tersebut ternyata bertanda ceklis satu. “Apa dia lagi sibuk yah?” pikir Nisa dalam hatinya. Namun dia segera menepiskan kecurigaannya tersebut dan lebih memilih untuk fokus terhadap barang yang akan dia bawa nanti. ***”Kak, kita makan disini aja yuk!” Novan mengelus pundak Ana pelan. Ana pun duduk mengikuti permintaan Novan. “Kakak mau pesen apa? Aku yang traktir deh kali ini!” “Terserah kamu aja Van,” jawab Ana lemas. Ana terus tertunduk lesu. Pikirannya sedang kacau saat ini. Kenapa dengan mudahnya dia percaya ucapan lelaki dihadapannya saat ini. “Kak… kak Ana!”, panggilan lembut Novan tidak dapat menyadarkan Ana dari pikirannya. Seketika Novan menangkup kedua pipi Ana, membuat Ana sedikit tersentak dan tersadar dari lamunannya. “Ah Van, maaf aku sedang me

  • Kesalahan yang Tak Terhindarkan   Ch 29. Sepasang mata yang Cemburu

    “Habis ini kita langsung pulang yah Ric, aku udah capek.” Ana berdiri dan membereskan barang bawaannya. Rico memberikan buket bunga yang tertinggal pada Ana. “Iya aku antar kamu pulang langsung, yuk!” “Makasih yah.” Ana langsung pergi begitu menerima buket dari Rico. Saat didalam mobil terjadi keheningan diantara mereka berdua. Tidak ada satupun yang memulai percakapan. Mereka terlarut dalam pikiran masing-masing. “Ana, sebenarnya ada hubungan apa kamu dengan Novan?” Seperti tersambar petir, pertanyaan Rico tersebut membuat Ana tidak bisa berkutik. Matanya melirik ke kanan dan kiri. Terlihat sedang mencari alasan yang terbaik untuk menjawab pertanyaan Rico. “Hmmm.. Aku tidak ada hubungan apapun dengan Novan. Kenapa kamu nanya kayak gitu?” Rico tahu dengan pasti gelagat Ana ketika berbohong. Penyangkalan Ana semakin membuatnya penasaran. Ini pertama kali Ana melakukan hal seperti itu padanya. “Kamu yakin? Aku merasa kalian memiliki sesu

  • Kesalahan yang Tak Terhindarkan   Ch 28. Jalan Keluar?

    “Nia, kamu kenal sama Novan?” tanya Rico. Dia mulai curiga dengan kecanggungan yang terjadi diantara mereka berdua. Rico terus memperhatikan Ana dengan sangat lekat. Dia melihat wajah Ana semakin memucat. Vania segera melepas gandengan tangannya dari Rico. Dia mulai mendekati Novan dan merangkulnya. “Iya kak, ini yang tadi sempet aku ceritain pas mau kesini. Beberapa minggu ini aku lagi deket sama dia. Seneng deh ternyata kalian semua udah saling kenal, jadi aku tidak perlu memperkenalkannya lagi.” Ana hanya bisa memandang mereka dengan tatapan sendu. Dia terus berusaha untuk tersenyum dan menyembunyika perasaan yang sesungguhnya. “Kakak dukung kok Nia hubungan kamu sama Novan. Dia ini anak yang baik pasti bakal jagain kamu dengan baik.” Rico mulai menerka-nerka situasi yang terjadi. Dia langsung memamerkan kemesraan didepan Novan. Rico mulai merangkul pinggang Ana dan mencium pucuk kepalanya sekilas. “Makasih yah, kalian udah datang ke wisuda Ana. Habis ini

More Chapters
Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status