Home / Romansa / Kesalahan yang Tak Terhindarkan / Ch 9. Malam yang sama, penyesalan dan pengkhianatan

Share

Ch 9. Malam yang sama, penyesalan dan pengkhianatan

Author: Amethystia
last update Last Updated: 2021-08-29 15:04:45

Hal pertama yang Rico lihat saat keluar kamar mandi adalah pemandangan seorang wanita yang masih ditutupi selimut hangatnya.

Setelah menemukan Ana tidak ada dikantornya kemarin malam. Rico kembali menghabiskan malamnya dengan wanitanya tadi siang.

Dia mendekat dan mengelus pelan kepala wanitanya itu, “Aku pulang dulu yah. Siang ini aku ada janji dengan yang lain,” ucap Rico setengah berbisik.

Wanita tersebut hanya mengangguk pelan yang disusul dengan Rico yang keluar dari kamar kosan temannya tersebut.

Alasan sebenarnya dia menolak bertemu dengan Ana hari ini, karena dari kemarin dia memang belum pulang. Saat dia hendak menaikin motornya, “Rico, kamu kemana aja dua hari ini?”

Terlihat pesan masuk di Hp nya. Dia pun membalas singkat pesan tersebut. “Sorry Nis, aku sibuk 2 hari kemarin. Ada apa?”

“Aku kangen tau, kamu gak ada kabar dua hari ini,” balas Nisa.

Rico mendecik pelan. Dia sangat tidak menyukak ketika ditanya seperti itu. “Nanti aku hubungi lagi yah. Aku mau pergi dulu ini.”

Kemudian dia mulai mengendarai motornya, menuju ke tempat pemberhentian selanjutnya.

***

Sambil menikmati suasana sore-sore, Ana tengah duduk di cafetaria kampusnya. Dia kemudian dikejutkan oleh sapaan temannya. “Eh Na, kenapa lu bengong sendirian disini?”

“Gw lagi agak kesel sebenernya.” Ana sambil memainkan sedotan didalam minumannya.

“Kesel kenapa?” Dia pun duduk disamping Ana. 

“Biasa itu. Padahal gw udah ijin dari kantor buat Acc skripsian, eh dosennya gak ada.” Ana menaikan setiap nada perkataannya. 

“Lah kita senasib. Gw juga udah berkali-kali di php sama dosen.” Teman Ana mulai memilih pesanannya. Dia pun melanjutkan perkataannya. “Btw Na, kayaknya kemarin gw sempet lihat cowok lu deh di bioskop.”

“Lu salah lihat kali. Kemarin dia bilang lagi sama emaknya.” Raut mukanya berubah. Dia yakin bahwa Rico kemarin bersama ibunya. 

“Masa sih, cowok lu kan mudah banget dikenalin. Badannya yang tinggi itu bikin dia mudah ditemukan,” sanggah temannya.

“Kan yang badannya tinggi banyak.” Ana masih berusaha untuk menyanggah pernyataan temannya tersebut. 

“Tapi yang tinggi  item manis kek oppa-oppa korea kan cuman cowok lu,” sambung temannya.

Ana hampir tersedak mendengarnya. “Oppa korengan yang ada, hehe.”

“Yaudah gw pulang dulu yah bye,” jawab Ana melanjutkan. Dia pun berdiri dan bergegas untuk pulang.

Pernyataan temannya tersebut sedikit mengganggu pikiran Ana. Namun kali ini dia sudah memutuskan untuk mempercayai Rico kembali dan menghiraukan ucapan temannya tersebut.

Malam pun tiba, tapi Rico masih belum menghubungi Ana. ‘Dia masih sama temannya gitu yah? Apa aku telpon saja’ pikir Ana.

Tidak ada jawaban dari Rico yang membuat ana sedikit khawatir.

Untuk menghindari pikiran-pikiran negatifnya bermunculan, Ana mulai membuka grup chat sanggarnya.

 ‘Besok aku harus bersikap seperti apa yah sama Novan.' Dia mempelajari beberapa pertanyaan di grup chatnya. Seketika pikiran itu melintas dibenak Ana. ‘Setidaknya aku harus memberikan jawaban yang pasti untuknya.’

Tengah asik menggulirkan layar hp nya, ada telpon masuk dari papanya Rico. “Halo Ana. Om mau tanya apa Rico sama kamu?” 

Ana menyipitkan matanya. “Gak om. Tadi siang Rico bilang kalau dia ada urusan sama temen-temennya.”

“Gitu yah, kamu tahu gak dengan siapa. Dari kemarin Rico gak pulang. Mamanya khawatir,” terang papanya.

Mata Ana terbelalak. Dia merasa aneh dengan pernyataan ayah Rico barusan. "Bukannya kemarin Rico sama tante ya om seharian?”

“Enggak kok Ana. Dari kemarin siang Rico pergi. Dia bilang akan makan malam dengan kamu. Jadi om kira dia nginep dirumah kamu.”

Alangkah terkejutnya Ana, bila apa yang diucapkan papanya benar berarti Rico sudah membohonginya kembali. Tapi Ana sekuat tenaga berusaha untuk tetap sopan didepan papanya Rico. “Kemarin emang mau makan malam Ana tadinya. Cuman gak jadi om, nanti coba Ana tanya sama temen-temennya ya om.”

Suara Papa Rico sedikit tercekat. “Oke Ana, makasih yah sebelumnya.” 

Ana merasa tidak bisa lebih lama menahan kekecewaannya. “Gapapa Om, Ana tutup telpon nya yah.” 

“Iya Ana, selamat malam.”

“Iya malam juga om.” Jawab Ana sambil mematikan sambungan telpon miliknya. 

Sekali lagi Ana sangat kecewa oleh tindakan Rico. Dia pun teringat dengan ucapan salah satu temannya tadi sore.

Ana mulai memberanikan diri untuk menelpon temannya tersebut, “Malam, sorry ganggu. Lu lagi sibuk gak?”

“Malem juga Na, gak kok. Tumben lu nelpon malem-malem gini?” Terdengar keragu-raguan didalam ucapan temannya. 

Ana mengigit pelan bibir bawahnya. Menahan emosinya. “Gw mau tanya, kemarin lu lihat yang mirip Rico tuh jam berapaan yah?”

“Sekitar jam dua apa jam tiga kali yah. Gw juga gak begitu inget soalnya kayak sekilas gitu dia terburu-buru keluar dari studio sama cewek. Padahal filmnya belum selesai, soalnya cuman mereka berdua aja yang keluar,” jelas temannya.

Mendengar hal itu membuat Ana diam. “Lu gak apa-apa kan? Gak usah terlalu lu pikirin mungkin gw yang salah lihat,” sambung temannya khawatir. 

“Ah iya gak papa, thanks yah,” ucap Ana dengan sedikit terbata. 

No problem dear, udah jangan lu pikirin banget,” ucap temannya. Dia merasa ada sesuatu yang tidak beres dengan Ana. 

“Iya gw tutup yah, makasih sekali lagi.” Ana langsung menutup telponnya. 

Ana pun kini kehilangan semua tenaganya. Hatinya sangat sakit. Penyesalan dan pengkhianatan yang dia alami kini semakin terasa berat.

Dia menyadari bahwa Rico sudah membohonginya lagi. Terlebih fakta bahwa Rico dari kemarin tidak pulang ke rumah membuat Ana semakin terluka.

Dia tidak pernah jadi prioritas untuk Rico, itulah yang dibenak Ana saat ini. Dia merasa sangat bodoh telah merasa bersalah pada Rico belakangan ini.

Ternyata dari awal dialah yang selalu dicurangin oleh Rico. Anapun hanya bis menangis dibalik selimutnya sepanjang malam.

Sama halnya dengan Novan, malam itu sangat  berbeda dari minggu kemarin. Novan terlihat lebih lemas dan tidak bersemangat untuk menghadiri pertemuan kedua besok pagi.

Namun dia merasa harus meminta maaf terhadap Ana. Dia akan menerima apapun yang akan diputuskan Ana besok. Dan mungkin saja dia harus menerima juga kalau Ana akan benar-benar menolaknya. Tapi itu adalah yang terbaik untuk dirinya dan Ana.

Kedua insan itu tengah terlarut dalam kegelisahan dan kekecewaannya masing-masing. Mereka tidak menyadari bahwa takdir akan mulai mempermainkan mereka.

Continue to read this book for free
Scan code to download App

Latest chapter

  • Kesalahan yang Tak Terhindarkan   Ch 33. Aku yakin, kamu masih milikku

    “Sudah tenang?” Novan segera menyambut Ana yang baru masuk ke dalam mobil.Ana mengangguk pelan, “keluar bentar yuk, biar lebih enak ngobrolnya.”Mereka pun duduk berdua dibawah pohon yang rindang.Ana menarik nafas panjang, “Novan, I love you. Really loving you. Tapi kita harus sadar, kadang tidak semua yang kita inginkan bisa kita dapatkan.” Ana mulai meraih tangan Novan, “maafkan aku terlalu pengecut untuk memilih bersama kamu. Aku pun sadar kita sangat berbeda baik dari keluarga dan lainnya, hal itu akan menyusahkan kamu kedepannya.”Novan menggenggam tangan Ana dengan kuat. “Me too, Ana. Aku dari awal menyerahkan semua pilihan padamu. Maafkan aku telah menempatkan kamu ke dalam situasi yang rumit ini.” Omongan Novan sedikit tertahan, “andai, maksudku aku berharap kamu selalu mendapat yang terbaik.”Dengan cepat Ana menggelengkan kepalanya, “tidak Novan, aku bisa memilih untuk menolakmu dari awal. Tapi aku tetap bersama mu pada akhirnya. Terimakasih telah memberikan ku kepercayaan

  • Kesalahan yang Tak Terhindarkan   Ch 32. Penyesalan

    “Aaaargh gila lu Rico, gue belum mau mati!” Vania memegang seat beltnya erat-erat.Rico tetap tidak memperhatikan sepupunya tersebut. Kini dia hanya ingin melampiaskan emosinya dengan melaju mobilnya secepat mungkin.“Anj*ng Rico! Lu kalau mau mati jangan ajak-ajak gue tolong!” kali ini dia mengerahkan sekuat tenaganya untuk berteriak dan berhasil menyadarkan Rico.‘Kriieeeeet….’ Rico menginjak rem mobilnya mendadak membuat bunyi deritan yang cukup panjang.“Sumpah yah lu gak ada otak!” Vania terus saja berteriak, meluapkan kekesalannya.“Sorry gue gak sadar Van,” dengan gelagapan Rico menjawab.Vania menarik nafas dalam, mencoba mengatur emosinya. “Okee.. Sekarang lu tenang dulu, abis itu baru cerita sama gue yah.”Rico mengangguk lemas, dia sudah sangat kalut dan tenggelam dalam pikirannya. Tak terasa air matanya mengalir.“Gila gue nangis cuman gara diselingkuhi si Ana. Bangsat emang tu cewek!” Rico memukul dasboard depan mobilnya.Vania mengelus punggung Rico pelan. Mencoba menena

  • Kesalahan yang Tak Terhindarkan   Ch 31. Awal kepedihan

    Kembali ke masa SMA di tahun dua ribu lima belas. Rico tengah berjalan santai menuju ruang OSIS untuk menemui Ana sore itu. “Astaga dia bisa tertidur dengan pulas ditempat seperti ini.” Rico bergumam pelan. Dia tersenyum melihat Ana, pacarnya yang merupakan kakak kelas sekaligus ketua Osis disekolahnya. “Teledor banget sampai gak nyadar ada orang yang membuka pintu,” dengan pelan dan hati-hati Rico mendekati Ana. Dia terus menatap Ana penuh kasih. ‘Memang cantik banget cewekku ini!’ batinnya. Kini tangan usilnya tengah memainkan ujung rambut Ana pelan. Membuat kening Ana mulai berkerut dan membuka matanya perlahan. “Aaaaawww..” rintih Rico saat dengan cepat Ana malah memelintir tangannya. “Rico!” Ana lekas melepaskan tangannya begitu menyadari pria yang dihadapannya adalah kekasihnya. “Maaf, habisnya kamu mengagetkan aku sih salah siapa coba!” dengan kesal Ana menggembungkan pipinya. Melihat Ana yang begitu lucu, Rico pun tidak tega untuk memarahi Ana. “Kamu yang budeg sayang, a

  • Kesalahan yang Tak Terhindarkan   Ch 30. Akhir dari semua

    Di lain tempat Nisa tengah sibuk mempersiapkan kepergiannya menemui Rico. Dia bersemangat sekali untuk bertemu dengan lelaki pujaannya itu. ‘Sayang aku kesana yah minggu depan!’ tulis Nisa dalam pesan singkatnya. Namun pesan tersebut ternyata bertanda ceklis satu. “Apa dia lagi sibuk yah?” pikir Nisa dalam hatinya. Namun dia segera menepiskan kecurigaannya tersebut dan lebih memilih untuk fokus terhadap barang yang akan dia bawa nanti. ***”Kak, kita makan disini aja yuk!” Novan mengelus pundak Ana pelan. Ana pun duduk mengikuti permintaan Novan. “Kakak mau pesen apa? Aku yang traktir deh kali ini!” “Terserah kamu aja Van,” jawab Ana lemas. Ana terus tertunduk lesu. Pikirannya sedang kacau saat ini. Kenapa dengan mudahnya dia percaya ucapan lelaki dihadapannya saat ini. “Kak… kak Ana!”, panggilan lembut Novan tidak dapat menyadarkan Ana dari pikirannya. Seketika Novan menangkup kedua pipi Ana, membuat Ana sedikit tersentak dan tersadar dari lamunannya. “Ah Van, maaf aku sedang me

  • Kesalahan yang Tak Terhindarkan   Ch 29. Sepasang mata yang Cemburu

    “Habis ini kita langsung pulang yah Ric, aku udah capek.” Ana berdiri dan membereskan barang bawaannya. Rico memberikan buket bunga yang tertinggal pada Ana. “Iya aku antar kamu pulang langsung, yuk!” “Makasih yah.” Ana langsung pergi begitu menerima buket dari Rico. Saat didalam mobil terjadi keheningan diantara mereka berdua. Tidak ada satupun yang memulai percakapan. Mereka terlarut dalam pikiran masing-masing. “Ana, sebenarnya ada hubungan apa kamu dengan Novan?” Seperti tersambar petir, pertanyaan Rico tersebut membuat Ana tidak bisa berkutik. Matanya melirik ke kanan dan kiri. Terlihat sedang mencari alasan yang terbaik untuk menjawab pertanyaan Rico. “Hmmm.. Aku tidak ada hubungan apapun dengan Novan. Kenapa kamu nanya kayak gitu?” Rico tahu dengan pasti gelagat Ana ketika berbohong. Penyangkalan Ana semakin membuatnya penasaran. Ini pertama kali Ana melakukan hal seperti itu padanya. “Kamu yakin? Aku merasa kalian memiliki sesu

  • Kesalahan yang Tak Terhindarkan   Ch 28. Jalan Keluar?

    “Nia, kamu kenal sama Novan?” tanya Rico. Dia mulai curiga dengan kecanggungan yang terjadi diantara mereka berdua. Rico terus memperhatikan Ana dengan sangat lekat. Dia melihat wajah Ana semakin memucat. Vania segera melepas gandengan tangannya dari Rico. Dia mulai mendekati Novan dan merangkulnya. “Iya kak, ini yang tadi sempet aku ceritain pas mau kesini. Beberapa minggu ini aku lagi deket sama dia. Seneng deh ternyata kalian semua udah saling kenal, jadi aku tidak perlu memperkenalkannya lagi.” Ana hanya bisa memandang mereka dengan tatapan sendu. Dia terus berusaha untuk tersenyum dan menyembunyika perasaan yang sesungguhnya. “Kakak dukung kok Nia hubungan kamu sama Novan. Dia ini anak yang baik pasti bakal jagain kamu dengan baik.” Rico mulai menerka-nerka situasi yang terjadi. Dia langsung memamerkan kemesraan didepan Novan. Rico mulai merangkul pinggang Ana dan mencium pucuk kepalanya sekilas. “Makasih yah, kalian udah datang ke wisuda Ana. Habis ini

More Chapters
Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status