Share

Ch 6. Takdir, kemunculan dua pilihan

"Lumayan rame juga ini mall, padahal bukan weekend," gumam Ana. Ini adalah kebiasaan Ana dikala dia sedang banyak pikiran. Berjalan sendirian di mall ketika selesai bekerja.

Ana memfokuskan pandangannya. 'Kayaknya itu Novan deh,' pikir Ana. Dia terus melihat sosok dihadapannya. Sedikit berlari Ana menghampirinya.

Ana pun terdiam ketika dia melihat seorang wanita menghampiri Novan. Mereka saling berpandangan. Ana pun segera memalingkan mukanya dan beranjak pergi. 

Sempat terpikir untuk Ana menyapanya, namun Novan terlihat tidak mengenalinya. Ana pun mengurungkan niatnya itu segera dan berjalan dengan sedikit lebih cepat.

‘Apa-apaan, bilang tawarannya berlaku lama. Tapi dia sudah jalan dengan wanita lain, ’ pikir Ana saat itu.

“Kak Ana tunggu!” Dengan nafas yang terengah-engah Novan berlari mengejar Ana. 

Ana menghentikan langkahnya. Kemudian dia berbalik, memandang Novan dengan penuh tanya. “Kamu kenapa lari-lari, Van?” 

“Kak Ana, kenapa gak nyapa aku sih tadi?” Dia masih berusaha mengatur nafasnya. Novan terlihat sangat khawatir. 

Ana menaikan alisnya sebelah. Dia heran dengan pertanyaan Novan. “Kamu kan lagi sama cewek mu tadi. Aku gak enak kalau nyapa.” 

“Itu kakak perempuanku kak. Tadi dia bilang kalau ada cewek yang kayaknyakenal aku.” Novan sedikit terkekeh. Dia merasa bahwa Ana kini tengah cemburu padanya. “Dia bilang ciri-cirinya mirip kak Ana. Aku takut kakak salah paham jadi aku susul deh.”

Tanpa sadar Ana tersenyum dengan penuturan Novan. "Hmmm, kamu nekad juga yah Van. Gimana coba kalau ternyata yang tadi itubukan aku?”

Melihat Ana tersenyum membuat Novan tidak menyesali berlari menghampirinya tadi. “Kak Ana lebih cantik kalau senyum.”

“Eh.” seketika muka Ana memerah. Dia merasa tersipu dengan ucapan Novan tadi. Ana pun memalingkan pandangannya. Dia terlihat sedang memikirkan suatu obrolan lain. “Terus, kakak kamu mana sekarang?” 

Menurut Novan, Ana yang sedang gugup dan malu-malu adalah versi paling menggemaskan dari dirinya.

Novan pun mengelus kepala Ana. “Kita ngobrol sambil duduk bentar yuk!” ajak Novan. Dia memegang pergelangan tangan Ana pelan dan berjalan mencari tempat duduk.

Ana hanya bisa terdiam menerima perlakuan Novan tersebut. Setelah duduk. Mereka hanya terdiam satu sama lain. Hal itu membuat Ana merasa janggal. Katanya mau ngobrol tapi kok diam aja?”

“Ah iya, aku sebenarnya cuman ingin berduaan aja sama kakak.” Dia mulai berani memainkan rambut Ana.

Belum pernah Ana menghadapi orang se frontal ini. Bahkan Rico pun tidak pernah seperti ini padanya.

Novan menyadari perubahan raut wajah Ana. Dia pun segera menghentikan kegiatannya. “Apa kakak gak nyaman?”

“Bukan itu." Ana menggeleng pelan. 

“Jadi aku boleh seperti tadi sama kak Ana?” Mendengar hal itu. Novan langsung mendekatkan tubuhnya lebih intim lagi. 

“Eh iya, maksudku aku gak nyaman dengan kamu yang kayak tadi,” sanggah Ana. Dia panik dengan apa yang dilakukan oleh Novan. 

Novan mendecik pelan. Dia sangat mengetahui apa yang sebenarnya dirasakan oleh Ana saat itu. “Bohong, kakak tidak terlihat menolaknya."

Menyadari ucapan Novan yang tidak sepenuhnya salah membuat Ana tertegun. Dia merasa semakin tidak bisa menghindari Novan.

***

Diwaktu yang sama Rico sedang mencari tempat untuk makan malamnya dengan Ana besok. "Pokoknya gue harus beneran manjain dia kali ini. Biar dia bisa maafin gue kayak biasanya. Pasti abis ini dia balik lagi. Gue juga bisa minta jatah lagi deh." Sambil terus memainkan hp nya. Dia sangat yakin kalau Ana akan memaafkannya kembali. Seperti siklus hubungan mereka biasanya, marahan, minta maaf dan berakhir di ranjang. 

“Na, pilih yah kamu mau makan dimana besok.” Tulis Rico di pesannya. Dia mengirimkan pesan sekaligus beberapa foto referensi tempat makan.

Setelah itu Rico memesan satu ikat bunga untuk Ana besok. Kali ini Rico benar-benar mempersiapkan dengan matang supaya Ana bisa menerima permintaan maaf darinya lagi.

***

Triiing …

Notif pesan masuk di Hp Ana membuat dia tersadar dari lamunannya. Dia sedikit mundur menjauhi Novan. "Rico ngirim apa ini?" Gumamnya pelan.

Matanya membulat ketika melihat beberapa foto restauran untuknya. Mata Ana sedikit berkaca. Dia tidak sangka Rico akan seperti itu.

"Van, malu banyak orang.” Ana langsung menepis tangan Novan yang hendak memainkan rambutnya kembali. 

“Pesan dari siapa tadi?” Tanya Novan.

Ana sedikit terganggu dengan sikap Novan. Alih-alih menjawab, dia malah bertanya pada Novan. “Kenapa kamu harus tahu?”

Novan terlihat tidak puas dengan jawaban yang Ana berikan. Dia menghentikan kegiatannya mengganggu Ana.“Kak Ana, kalau kakak gak nyaman atau gak suka. Kakak boleh kok bilang tidak atau nolak aku. Aku bakal menghargai keputusan kakak kok.”

“Sudah malam, kakak pulang lah hati-hati. Aku haru kembali ke kakaku yang sudah menunggu dari tadi.” Ucapnya sambil berdiri dan mengelus kepala Ana pelan. “Yuk, aku antar sampai tempat parkir!” 

Ana pun hanya mengangguk dan berjalan mengikuti Novan. Dia sangat bingung dengan perlakuan Novan padanya. Dia bisa terlihat sangat menggodanya.

Sedetik kemudian berubah seperti menyesali perbuatannya. Semua itu membuat Ana tidak bisa menebak apa yang ada dipikiran Novan.

Di tempat parkir Novan membantu Ana mengeluarkan kendaraannya. “Makasih ya  Van.”

Sambil mengelus kepala Ana lagi, Novan berkata “Iya kak Ana. Inget kata-kataku tadi yah. Kakak boleh menolak kapanpun kalau misal kakak nggak suka. Sesuatu yang dipaksakan itu tidak akan berakhir baik kak.”

Ana mengangguk kemudian berpamitan pada Novan dan pergi meninggalkannya. Melihat Ana yang sudah berlalu. Novan pun pergi menuju kakaknya kembali.

Diperjalanan pulang, Ana terus teringat ucapan Novan yang terakhir. ‘Apa mungkin memang aku yang terlalu memaksa untuk bersama Rico?’

Ana kini merasa kalau selama ini hanya dia seorang yang menginginkan hubungan dengan Rico. Mungkin itulah yang membuat Rico bertindak seenaknya padanya. Setidaknya hal itu yang sedang ada dalam pikiran Ana saat ini.

Disela-sela lamunannya tentang Rico. Ana teringat kembali sikap manis Novan tadi, kemudian tersenyum kecil. “Bisa-bisanya lari begitu didalam mall hanya untuk mengejarku."

Novan seperti oase bagi Ana. Ditengah kegersangan hubungannya dengan Rico. Dia hadir membawa warna baru bagi Ana. Hatinya semakin berdegup kencang ketika memikirkan Novan.

Tapi dia masih tidak jujur dengan perasaannya sendiri. Perasaannya yang lambat laun mulai melangkah menuju Novan.  Dia pun terlalut dalam pikirannya tentang Rico dan Novan disepanjang perjalanannya menuju rumah.

***

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status