"Lumayan rame juga ini mall, padahal bukan weekend," gumam Ana. Ini adalah kebiasaan Ana dikala dia sedang banyak pikiran. Berjalan sendirian di mall ketika selesai bekerja.
Ana memfokuskan pandangannya. 'Kayaknya itu Novan deh,' pikir Ana. Dia terus melihat sosok dihadapannya. Sedikit berlari Ana menghampirinya.
Ana pun terdiam ketika dia melihat seorang wanita menghampiri Novan. Mereka saling berpandangan. Ana pun segera memalingkan mukanya dan beranjak pergi.
Sempat terpikir untuk Ana menyapanya, namun Novan terlihat tidak mengenalinya. Ana pun mengurungkan niatnya itu segera dan berjalan dengan sedikit lebih cepat.
‘Apa-apaan, bilang tawarannya berlaku lama. Tapi dia sudah jalan dengan wanita lain, ’ pikir Ana saat itu.
“Kak Ana tunggu!” Dengan nafas yang terengah-engah Novan berlari mengejar Ana.
Ana menghentikan langkahnya. Kemudian dia berbalik, memandang Novan dengan penuh tanya. “Kamu kenapa lari-lari, Van?”
“Kak Ana, kenapa gak nyapa aku sih tadi?” Dia masih berusaha mengatur nafasnya. Novan terlihat sangat khawatir.
Ana menaikan alisnya sebelah. Dia heran dengan pertanyaan Novan. “Kamu kan lagi sama cewek mu tadi. Aku gak enak kalau nyapa.”
“Itu kakak perempuanku kak. Tadi dia bilang kalau ada cewek yang kayaknyakenal aku.” Novan sedikit terkekeh. Dia merasa bahwa Ana kini tengah cemburu padanya. “Dia bilang ciri-cirinya mirip kak Ana. Aku takut kakak salah paham jadi aku susul deh.”
Tanpa sadar Ana tersenyum dengan penuturan Novan. "Hmmm, kamu nekad juga yah Van. Gimana coba kalau ternyata yang tadi itubukan aku?”
Melihat Ana tersenyum membuat Novan tidak menyesali berlari menghampirinya tadi. “Kak Ana lebih cantik kalau senyum.”
“Eh.” seketika muka Ana memerah. Dia merasa tersipu dengan ucapan Novan tadi. Ana pun memalingkan pandangannya. Dia terlihat sedang memikirkan suatu obrolan lain. “Terus, kakak kamu mana sekarang?”
Menurut Novan, Ana yang sedang gugup dan malu-malu adalah versi paling menggemaskan dari dirinya.
Novan pun mengelus kepala Ana. “Kita ngobrol sambil duduk bentar yuk!” ajak Novan. Dia memegang pergelangan tangan Ana pelan dan berjalan mencari tempat duduk.
Ana hanya bisa terdiam menerima perlakuan Novan tersebut. Setelah duduk. Mereka hanya terdiam satu sama lain. Hal itu membuat Ana merasa janggal. Katanya mau ngobrol tapi kok diam aja?”
“Ah iya, aku sebenarnya cuman ingin berduaan aja sama kakak.” Dia mulai berani memainkan rambut Ana.
Belum pernah Ana menghadapi orang se frontal ini. Bahkan Rico pun tidak pernah seperti ini padanya.
Novan menyadari perubahan raut wajah Ana. Dia pun segera menghentikan kegiatannya. “Apa kakak gak nyaman?”
“Bukan itu." Ana menggeleng pelan.
“Jadi aku boleh seperti tadi sama kak Ana?” Mendengar hal itu. Novan langsung mendekatkan tubuhnya lebih intim lagi.
“Eh iya, maksudku aku gak nyaman dengan kamu yang kayak tadi,” sanggah Ana. Dia panik dengan apa yang dilakukan oleh Novan.
Novan mendecik pelan. Dia sangat mengetahui apa yang sebenarnya dirasakan oleh Ana saat itu. “Bohong, kakak tidak terlihat menolaknya."
Menyadari ucapan Novan yang tidak sepenuhnya salah membuat Ana tertegun. Dia merasa semakin tidak bisa menghindari Novan.
***
Diwaktu yang sama Rico sedang mencari tempat untuk makan malamnya dengan Ana besok. "Pokoknya gue harus beneran manjain dia kali ini. Biar dia bisa maafin gue kayak biasanya. Pasti abis ini dia balik lagi. Gue juga bisa minta jatah lagi deh." Sambil terus memainkan hp nya. Dia sangat yakin kalau Ana akan memaafkannya kembali. Seperti siklus hubungan mereka biasanya, marahan, minta maaf dan berakhir di ranjang.
“Na, pilih yah kamu mau makan dimana besok.” Tulis Rico di pesannya. Dia mengirimkan pesan sekaligus beberapa foto referensi tempat makan.
Setelah itu Rico memesan satu ikat bunga untuk Ana besok. Kali ini Rico benar-benar mempersiapkan dengan matang supaya Ana bisa menerima permintaan maaf darinya lagi.
***
Triiing …
Notif pesan masuk di Hp Ana membuat dia tersadar dari lamunannya. Dia sedikit mundur menjauhi Novan. "Rico ngirim apa ini?" Gumamnya pelan.
Matanya membulat ketika melihat beberapa foto restauran untuknya. Mata Ana sedikit berkaca. Dia tidak sangka Rico akan seperti itu.
"Van, malu banyak orang.” Ana langsung menepis tangan Novan yang hendak memainkan rambutnya kembali.
“Pesan dari siapa tadi?” Tanya Novan.
Ana sedikit terganggu dengan sikap Novan. Alih-alih menjawab, dia malah bertanya pada Novan. “Kenapa kamu harus tahu?”
Novan terlihat tidak puas dengan jawaban yang Ana berikan. Dia menghentikan kegiatannya mengganggu Ana.“Kak Ana, kalau kakak gak nyaman atau gak suka. Kakak boleh kok bilang tidak atau nolak aku. Aku bakal menghargai keputusan kakak kok.”
“Sudah malam, kakak pulang lah hati-hati. Aku haru kembali ke kakaku yang sudah menunggu dari tadi.” Ucapnya sambil berdiri dan mengelus kepala Ana pelan. “Yuk, aku antar sampai tempat parkir!”
Ana pun hanya mengangguk dan berjalan mengikuti Novan. Dia sangat bingung dengan perlakuan Novan padanya. Dia bisa terlihat sangat menggodanya.
Sedetik kemudian berubah seperti menyesali perbuatannya. Semua itu membuat Ana tidak bisa menebak apa yang ada dipikiran Novan.
Di tempat parkir Novan membantu Ana mengeluarkan kendaraannya. “Makasih ya Van.”
Sambil mengelus kepala Ana lagi, Novan berkata “Iya kak Ana. Inget kata-kataku tadi yah. Kakak boleh menolak kapanpun kalau misal kakak nggak suka. Sesuatu yang dipaksakan itu tidak akan berakhir baik kak.”
Ana mengangguk kemudian berpamitan pada Novan dan pergi meninggalkannya. Melihat Ana yang sudah berlalu. Novan pun pergi menuju kakaknya kembali.
Diperjalanan pulang, Ana terus teringat ucapan Novan yang terakhir. ‘Apa mungkin memang aku yang terlalu memaksa untuk bersama Rico?’
Ana kini merasa kalau selama ini hanya dia seorang yang menginginkan hubungan dengan Rico. Mungkin itulah yang membuat Rico bertindak seenaknya padanya. Setidaknya hal itu yang sedang ada dalam pikiran Ana saat ini.
Disela-sela lamunannya tentang Rico. Ana teringat kembali sikap manis Novan tadi, kemudian tersenyum kecil. “Bisa-bisanya lari begitu didalam mall hanya untuk mengejarku."
Novan seperti oase bagi Ana. Ditengah kegersangan hubungannya dengan Rico. Dia hadir membawa warna baru bagi Ana. Hatinya semakin berdegup kencang ketika memikirkan Novan.
Tapi dia masih tidak jujur dengan perasaannya sendiri. Perasaannya yang lambat laun mulai melangkah menuju Novan. Dia pun terlalut dalam pikirannya tentang Rico dan Novan disepanjang perjalanannya menuju rumah.
***
Matahari mulai menyingsing, Ana mulai menggeliatkan tubuhnya pelan dan mencoba untuk menyempurnakan kesadarannya. Dia sengaja bangun lebih pagi. Bersiap lebih lama, memakai baju yang rapi dan mencatok rambutnya sebelum berangkat kerja. Dia sangat antusias dengan pertemuannya dengan Rico sore ini. Saat sedang memanaskan motornya ada sebuah pesan masuk dari Rico yang berisi, “Na, jangan bawa motor yah nanti aku jemput kamu.” Membaca pesan dari Rico, membuat Ana senang. Senyum terkembang kecil dibibirnya. Setelah membalas pesan Rico, hp nya kembali berbunyi. Kini ada pesan masuk lagi, namun ternyata itu dari Novan. “Pagi kak, semalam pulang dengan selamatkan?” Tanpa sadar Ana pun tersenyum membaca pesan singkat dari Novan tersebut. “Pagi juga Novan, makasih aku semalam sampai dengan selamat.” Tak lama setelah membalas, Novan pun kembali mengiriminya pesan, “syukurlah, semangat untuk hari ini ya kak.” Setela
Ditengah derasnya hujan, Ana memasuki mobil Novan. ‘Apa dia selalu secantik ini?’ batin Novan. Dia tidak menyesali tindakannya menerjang deras hujan, demi menjemput Ana. Melihat Ana duduk disampinya, sangat dekat berdua. Membuat Novan sekuat tenaga mengendalikan dirinya. Dia takut akan bersikap diluar batas kembali kepada Ana. Pada akhirnya Novan tidak tahan untuk mencubit pipi Ana karena gemas. “Van pipi ku sakit tau.” Ana menggembungkan pipinya lucu. “Abisnya, kak Ana gemesin banget malam ini.” dia tidak hentinya tersenyum. Dibenak Novan semua tingkah Ana sangat menarik. Entah kenapa malam itu pun Ana menjadi sedikit lebih santai padanya. Biasanya dia selalu menghindari sentuhan Novan. Kali ini dia tidak terlihat menolaknya sama sekali. Melihat reaksi Ana yang cukup baik, membuat Novan lebih lega. Dia pun kini mengelus rambut Ana pelan. Namun sayang sekali keintiman mereka harus terganggu oleh pelayan yang menawarkan menu.
Hal pertama yang Rico lihat saat keluar kamar mandi adalah pemandangan seorang wanita yang masih ditutupi selimut hangatnya. Setelah menemukan Ana tidak ada dikantornya kemarin malam. Rico kembali menghabiskan malamnya dengan wanitanya tadi siang. Dia mendekat dan mengelus pelan kepala wanitanya itu, “Aku pulang dulu yah. Siang ini aku ada janji dengan yang lain,” ucap Rico setengah berbisik. Wanita tersebut hanya mengangguk pelan yang disusul dengan Rico yang keluar dari kamar kosan temannya tersebut. Alasan sebenarnya dia menolak bertemu dengan Ana hari ini, karena dari kemarin dia memang belum pulang. Saat dia hendak menaikin motornya, “Rico, kamu kemana aja dua hari ini?” Terlihat pesan masuk di Hp nya. Dia pun membalas singkat pesan tersebut. “Sorry Nis, aku sibuk 2 hari kemarin. Ada apa?” “Aku kangen tau, kamu gak ada kabar dua hari ini,” balas Nisa. Rico mendecik pelan. Dia sangat tidak menyukak ketika
Bunyi alarm di Hp Ana pagi itu sudah mulai berdering. "Sial gue belum tidur dari semalam!" Rutuk Ana pada dirinya sendiri. Dia hanya menangis semalaman dibalik selimut tebalnya. Dengan langkah gontai Ana menuju kamar mandi. Dia berfikir lebih baik melupakan masalahnya dengan Rico terlebih dahulu dan fokus terhadap projeknya kali ini. Setelah selesai mandi, dia bergegas melihat Hp nya. Belum ada satu pun pesan dari Rico membuatnya menjadi lebih sakit. Dengan sisa tenaganya dia mulai memakai baju dan bersiap-siap untuk pergi ke taman kota. Kali ini Ana pergi dengan ojek online, karena merasa bahwa dia tidak akan bisa mengendarai motornya dengan baik. Tak berbeda jauh dengan Ana, Novan yang baru terlelap setelah lewat tengah malam. Bangun dengan sedikit lemas dan lebih murung. "Gue harus minta maaf kali ini sama Ana." Dia sudah sangat membulatkan tekadnya untuk mengakhiri permainannya. Dia merasa tidak enak bila terus membuat Ana menjadi tidak nyaman. Dilain tempat terlihat Rico ya
“Ahhh,Novan.” Rintih Ana. “Sakit kah?” Dia mengakhiri ciumannya dan mengusap pelan bibir Ana. Ana kini menelungkupkan mukanya di dada Novan.“Kamu, nakal ternyata.” “Makasih yah kak." Novan mulai mengelus kepala Ana. Dia memberikan sebuah ciuman lembut dipucuk kepala Ana. “Iya, aku pun merasa senang. ” Ana kembali memeluk erat tubuh Novan. Kini Ana mendorong sedikit tubuh Novan, dia mendongkakan kepalanya keatas. Dilihatnya wajah Novan yang kini mulai menatapnya. Novan menunduk. Menatap Ana dengan heran. “Kenapa kak?” “Gapapa, aku cuman seneng aja. Ternyata ini rasanya jujur dengan diriku sendiri.” Tergambar sebuah senyum manis dimuka Ana. Novan kembali mendekapnya. “Kak, mau kemana habis ini? Kita harus merayakan hari ini?” Dia sedikit menggoyangkan tubuh mungil Ana. “Mau makan dulu aja? Mumpung masih belum jam tujuh malem,” jawab Ana. Alih-alih melepaskan pelukannya. Novan malah semaki
Setelah pulang ke rumahnya, kini raut wajah Rico berubah panik. Terlebih ketika dia mendengar bahwa papanya secara tidak sengaja mengungkapkan kebohongannya terhadap Ana. Didalam kamarnya Rico beberapa kali terlihat mengirim pesan singkat terhadap Ana. “Na, aku bisa jelaskan.” Belum semenit dia menulis pesan kembali, “besok kita ketemu ya sayang.” Tetap tidak ada balasan dari Ana. Rico pun memutuskan untuk menelpon Ana. Saat itu Ana sedang berada dipanggilan lain. ‘Apa Ana menolak panggilanku?’ Selang sepuluh menit dia pun kembali menelpon Ana. Kali ini bahkan tidak ada jawaban sama sekali. Rico hanya bisa menggaruk-garuk kepalanya yang tidak gatal. Rasanya ingin sekali dia menelpon orang tua Ana. Namun segera diurungkan niatan tersebut. ‘Gimana kalau nanti papanya Ana malah balik tanya sama gue?’ batinnya. Sementara itu Ana kini telah berada didepan rumahnya. Sebelum turun, dia memberikan se
Dari semenjak bangun tidur, wajah Novan nampak sangat ceria. Siang ini adalah waktu dia akan jalan dengan Ana untuk pertama kalinya. Sejak malam kemarin ketika akan mengajak Ana, dia sebenarnya ragu. Takut bila Ana akan menolak lagi untuk jalan bersamanya. Namun kali ini berbeda, dengan senang hati Ana menerima tawarannya. Setiap hari sabtu Ana hanya kerja sampai jam satu siang saja. Maka dari itu, mereka bisa berencana untuk jalan bersama. “Kak, nanti aku jemput kakak yah!”Tulis Novan. Tak berapa lama, balasan dari Ana diterimanya. “Oke, tapi nanti kamu jangan keluar mobil yah. Aku takut ada yang lihat salah paham.” Perasaan tidak nyaman muncul ketika melihat balasan Ana. Dia sebenarnya paham betul dengan konsekuensi hubungan mereka. Hanya saja entah kenapa hatinya masih belum terbiasa dengan itu. “Siap bu bos.” Dia pun mencoba menepis perasaannya dan kembali mempersiapkan keberangkatannya.
*Warning 21+* Beberapa adegan mungkin akan menimbulkan perasaan tidak nyaman untuk sebagian orang. *** “Rico, lu beneran gak akan masuk dulu?” tanya teman wanitanya. “Gak lah, gw mau pulang aja cape. Bye ya duluan.” Rico melambaikan tangannya. Dia pun segera memacu mobil menuju rumahnya. Sesampainya dirumah, tak bisa dipungkiri kalau Rico memikirkan apa yang dia lihat tadi siang. ‘Apa mungkin itu Ana? Tapi Ana gak akan mungkin kayak gitu. Dia kan udah cinta mati ama gw.’ ‘Apa gw terlalu lembek akhir-akhir ini sama dia? Sampe dia berani diemin gw kayak gini?’ sambungnya pada dirinya sendiri. Semakin Rico memikirkan hal itu, semakin dia menjadi pusing. Tak lama kemudian ada telpon masuk ke HP Rico. ‘Nisa? Sudah lama dia gak nelpon.’ “Halo Rico, kamu gimana kabar?” tanya Nisa dibalik telponnya. Rico tersenyum riang. Dia benar-benar bahagia mendengar suara Nisa. “Nisa, kamu memang ajaib tau aj