Share

Ch 5. Ekpektasi, awal dari semua kekecewaan

‘Apa aku telpon saja yah Ana,’ pikir Rico. Sudah hampir 30 menit dari terakhir Rico mengirimkan pesan kepada Ana. Belum ada respon sedikitpun dari Ana. Hal itu membuat Rico sedikit gelisah.

Tepat disaat dia akan menelpon Ana tiba-tiba Hp nya berdering. Terlihat nomor yang sengaja tidak ia simpan menelpon nya.

“Halo Rico kamu sudah tidur?” ucap sang penelpon.

“Nisa, ada apa kamu telpon?” Rico masih sangat kesal dengan apa yang Nisa lakukan.

Menyadari suara Rico yang masih bergetar. Nisa pun bertanya pada Rico dengan nada yang memelas. “Kamu masih marah sama aku Ric?”

Helaan nafas panjang terdengar dari Rico. “Sa, aku kan udah bilang kalau kamu jangan hubungiku lagi sebelum aku yang menghubungi mu. Jadi berantakan gini kan sekarang.” 

“Maaf Ric, terus sekarang gimana? Ana masih ngambek?” Nisa gelagapan menjawab pertanyaan Rico.

Mendengar respon Nisa yang ketakutan. Membuat Rico sedikit terkekeh puas. “Iya kayaknya. Tapi paling bentaran doang sih dia ngambek kayak gitu biasalah!” Kini Rico terdengar lebih santai.

“Yaudah kita lupain bentar itu. Coba kamu alihin ke mode Video Call. Aku kangen pengen lihat kamu.” Pinta Nisa dengan nada yang menggoda.

Rico pun mengubah mode panggilan mereka ke dalam mode video call. Terlihat Nisa yang berpenampilan cantik dan seksi. Sangat seksi, membuat Rico melupakan masalahnya dengan Ana.

Melihat wajah Rico yang mulai bernafsu. Membuat Nisa berani menggoda Rico lebih lanjut. “Gimana Ric, baguskan baju baru ku. Dari tadi siang aku gak sabar lihatin ini sama kamu tau!” 

“Kamu memang tahu yang aku suka Nisa,” ucap Rico. Dia masih terpana dengan penampilan Nisa.

“AKu kan paling tahu cara menghibur kamu Ric.” Nisa sangat bangga dengan apa yang dia lakukan saat ini. “Udah jangan terlalu dipikirin. Kamu kan selalu bilang kalau Ana sangat gampang sekali maafin kamu.”

“Itu kita pikirkan nanti aja, sekarang aku sama kamu dulu Nis,” sela Rico. Dia terlihat tidak ingin membicarakan apapun yang berkaitan dengan Ana malam itu.

***

‘Kenapa aku menjadi gugup begini?’ pikir Ana ketika dia membaca pesan masuk dari Novan.

Ana ragu untuk membalasnya, namun dia merasa tidak enak bila tidak membalas pesannya. Terlebih Novan telah mengantarnya pulang tadi. Akhirnya dia pun membalas pesan tersebut. “Syukurlah kalau udah nyampe, aku baru mau tidur. Makasih ya Van udah nganter.” 

Tak lama kemudian Hp Ana kembali berbunyi. Novan menjawabnya dengan sangat cepat. “Sama-sama kak, sweet dream yah!” 

Ana terlihat senang dengan balasan yang Novan berikan. Tapi dia segera menggeleng-gelengkan kepala berusaha untuk menepiskan pikirannya tersebut.

“Iya, kamu juga Van sleep tight, sweet dream,” balas Ana. Setelah membalasnya Ana langsung beranjak tidur. Dia tidak ingin percakapannya dengan Novan menjadi lebih jauh lagi.

***

‘Apa aku keterlaluan lagi yah tulis gitu?’ pikir Novan tepat setelah dia menuliskan pesan selamat tidur pada Ana. Cukup Lama Ana tidak membalas pesannya itu membuat Novan sedikit cemas.

"Mungkin kak Ana udah tidur Novan. Udah jangan terlalu negatif thinking," ucap Novan pada dirinya sendiri.

Namun seketika ketakutannya berubah ketika Ana membalas pesannya dengan cukup manis. “Iya, kamu juga Van sleep tight, sweet dream.”

Novan berkali-kali mengucek matanya seakan tidak percaya dengan apa yang dia baca. Ana yang dari tadi sore terkesan cuek dan menghindarinya. Kini menuliskan pesan yang cukup manis untuknya.

Senyum Novan terkembang, dia membaca itu berulang-ulang. Seperti mendapat lampu hijau. Dia segera membalas kembali pesan Ana. “kalau kakak begini jangan salahin aku nanti yah,” tulis Novan. Kali ini dia yakin kalau Ana sudah tidur. Tak lama kemudian diapun ikut terlelap.

***

Di rumah Ana saat pagi adalah waktu yang paling ramai. Waktu dimana semua orang berkumpul untuk sarapan.

“Na, kemarin mama lihat kamu diantar teman mu. Siap itu Na?” tanya Mama kepada Ana.

Ana sedang mengoleskan selai keatas rotinya. “Itu temen sanggar ku mah. Emang baru gabung dia.”

“Loh, bukannya kemarin Rico yang jemput kamu? Kok pulang diantar temanmu?” Tanya papa Ana.

Ana mendecik pelan. Dia kemudian mencari-cari alasan yang tepat untuk papaya. “Rico ada urusan bentar kemarin. Dia pulang duluan jadi gak bisa antar Ana.” 

“Hati-hati sayang. Kamu sebentar lagi tunangan sama Rico. Jangan sampe malah jadi masalah nantinya.” Papa Ana khawatir. Beliau merasakan firasat yang tidak baik dari kejadian semalam.

“Iya pak, aku berangkat kerja dulu.” Ana pun beranjak untuk mencium tangan kedua orang tuanya sebelum berangkat kerja.

Ana meskipun dia adalah mahasiswi tingkat akhir. Dia sudah bekerja di perusahaan tempat dia magang dulu. Karena hal itu yang membuat dia hanya memiliki waktu seminggu satu kali untuk bersama Rico.

Kesibukan Ana pun kerap kali menjadi alasan untuk Rico berselingkuh. Ana selalu merasa bahwa setiap perbuatan Rico padanya adalah karena dia yang tidak mempunyai waktu luang untuk bersama Rico. Setidaknya itu adalah pikiran yang Ana terapkan untuk dirinya, supaya dia tidak terlalu kecewa dengan perlakuan Rico.

***

Waktu makan siang pun tiba, seharian ini sangat sibuk membuat Ana baru sempat membuka Hp miliknya. Pesan Novan menjadi pesan teratas yang dia lihat. “kalau kakak begini jangan salahin aku nanti yah.”

‘Aku emangnya udah ngelakuin apa?’ pikir Ana saat membaca pesan Novan tersebut. Kemudian Ana scroll kebawah terlihat pesan Rico yang dia abaikan dari semalam.

‘Astaga, kok bisa gw lupa balas pesan Rico’ pikirnya.

Kemudian dia segera membalas pesan Rico. “Semalam aku pulang dianter anak sanggar.” Saat akan melanjutkan makan siangnya.

Ditengah makan siannya, Ana kaget dengan Hp nya berdering. Terlihat Rico menelpon nya begitu dia membaca pesan dari Ana tadi.

“Na, kamu masih marah?” Terdengar suara Rico sedikit bergetar. Dia mengkhawatirkan Ana.

Ana yang masih kecewa. Dia menjawab pertanyaan rico dengan dingin. “Gak tau Rico, tolong kasih aku waktu sebentar saja."

“Berapa lama Na, biasanya kamu langsung maafin Aku kan?” Rico semakin cemas dengan perlakuan Ana.

“Ric, aku itu manusia. Perlu waktu buat nyembuhin luka aku dulu,” Terdengar sedikit kekesalan dalam jawaban Ana kali ini. Hal itu pun memancing amarah Rico.

“Kamu tahu kan aku lakuin itu karena kamu gak ada waktu buat aku Na.” Rico mulai menaikan suaranya. Dia pun melanjutkan ucapannya kembali. “Aku pasti akhirnya sama kamu kan Na. Kamu jangan khawatir akan hal itu.” 

“Sambung nanti ya Ric. Aku harus kerja lagi, bye.” Jawab Ana sambil menutup telponnya.

Lelah, itu adalah yang Ana rasakan saat ini. Rico selalu menyalahkan Ana setiap kali dia melakukan kesalahan. Ini kali pertama Ana merasa muak dan ingin mengakhiri semua yang terjadi.

***

Tut …. tuuut … tuuut…

Terdengar suara telpon diputus secara sepihak oleh Ana. Menyisakan Rico yang tercengang dengan perlakuan Ana yang baru pertama kali dia alami.

Semarah apapun Ana terhadapnya, dia tidak pernah berani untuk mengabaikan Rico. Apalagi sekarang, Ana jelas-jelas memutus telpon begitu saja.

‘Apa kemarin aku memang keterlaluan?’ pikir Rico. Tapi segera pemikiran tersebut dia tepis. Dia sangat yakin Ana akan kembali seperti semula bia mereka bertemu.

Rico pun berinisiatif untuk meluluhkan kembali hati Ana. Dia mengirimkan pesan ajakan kencan kepada Ana. “Pulangnya kita makan malam dulu ya Na.”  

“Aku lembur malam ini. Besok aja Ric” jawab Ana singkat.

Melihat balasan Ana membuat Rico sedikit lega. "Masih dibalas ternyata. Gw yakin dia bakal maafin gw lagi kayak dulu" gumam Rico pada dirinya sendiri. Dia merasa hanya perlu terlihat bersungguh-sungguh dan sedikit memanjakan Ana untuk bisa dimaafkan. 

Rico tidak pernah menyadari bahwa kini hati Ana mulai goyah terhadapnya.

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status