Beck dan Storm mengadakan pertemuan di ruangan kerja Beck. Mereka merasa bahwa mereka telah memenangkan undian yang sangat besar setelah mendapatkan kabar bahwa Alicia telah berhasil mengungkapkan kehamilannya tanpa menimbulkan kecurigaan pada benak Walter.Mereka berdua sama-sama tau bahwa anak yang dikandung Alicia saat ini adalah anak dari Sean. Namun itu bukanlah hal yang penting sekarang. Karena saat ini, anak itu akan terlahir sebagai anak dari Walter. Dengan begitu, setelah anak itu lahir, mereka akan menguasai seluruh harta Keluarga Ephraim yang saat ini dikuasai oleh Walter.Hanya ada satu permasalahan tersisa saat ini. Sean masih hidup. Dan sekarang Sean menjadi tangan kanan Walter. Beck dan Storm harus menyingkirkan Sean secepatnya. "Bagaimana ini? Orang-orang yang kita kirim pun hilang tanpa jejak. Apakah mungkin mereka kalah melawan Sean?" tanya Storm kebingungan."Aku rasa tidak mungkin jika mereka kalah begitu saja. Mereka berangkat dalam jumlah yang banyak. Ada dua ke
Elden cukup terkejut saat melihat kedatangan Walter dan Alicia. Kedua orang itu sama sekali tidak memberitahunya bahwa akan datang. Tiba-tiba saja kedua orang itu datang dengan membawa tiga truk yang mengikuti mobil mereka."Apa yang kamu bawa?" tanya Elden menatap heran Walter."Sepuluh sapi perah. Dan satu truk pupuk," jawab Walter dengan wajah polos."Untukku?" tanya Elden masih terheran-heran."Tentu saja. Jika bukan untuk Anda, saya tidak mungkin membawanya ke sini. Anggap saja sebagai rasa tanda terima kasih atas susu hangat saat kunjungan pertama saya ke sini. Susunya terasa enak," jawab Walter tersenyum."Itu hanya segelas susu. Tidak seharusnya kamu membalasnya sampai seperti ini. Aku menjadi tidak enak padamu," balas Elden."Sudah terlanjur. Tolong diterima," balas Walter.Elden tidak menyangka bahwa segelas susu akan dibalas dengan sepuluh sapi dan berpuluh-puluh karung pupuk. Baru kali ini, ada seseorang yang menghargai susu sapi peternakannya semahal itu. Selalunya para k
Walter menggaruk bagian belakang kepalanya. Kebingungan saat sedari awal bangun tidur Alicia terus saja mengabaikannya. Istrinya itu marah akibat kemarin Walter pulang tengah malam.Alicia dengan sengaja membenturkan pisaunya dengan keras saat sedang memotong sayuran. Memberikan tanda bahwa perempuan itu sedang marah.Seperti biasa, Walter bisa mengalahkan semua lawannya. Tidak takut pada siapapun. Namun entah mengapa, Walter merasa tidak memiliki kekuatan saat sedang berhadapan dengan Alicia."Alicia," panggil Walter dalam sekian kali percobaan.Alicia masih diam. Tidak memberikan balasan apapun. Dengan kondisi pasrah, Walter berjalan menuju ke arah dapur. Berharap, Alicia tidak akan menusukkan pisau yang sedang dipegangnya ke perut Walter."Aku minta maaf," ujar Walter memeluk Alicia dari belakang.Alicia menatap wajah Walter yang disandarkan pada bahunya. Dan ia mengangkat pisaunya sebagai peringatan kepada suaminya itu."Pergilah, aku sedang tidak mau berbicara denganmu," ujar Ali
Sean mengikuti Walter memasuki gudang terbengkalai yang terletak di jauh dari kota. Tatapannya langsung tertuju pada seorang laki-laki yang duduk di kursi dengan kondisi tangan dan kaki di rantai sehingga tidak bisa melarikan diri ke mana pun.Namun Walter sudah memberitahunya sedikit tentang latar belakang dari laki-laki itu. Anak dari pendiri Natch Club.Dengan wajah babak belur dan darah segar yang masih mengalir dari pelipisnya. Laki-laki itu menatap Sean seakan-akan meminta bantuan."Apa sebenarnya kesalahan yang orang bodoh ini lakukan?" tanya Sean menatap Walter."Apa kamu tau tentang kakek Alicia? Dia menjual tanah kepadanya lebih mahal dari harga seharusnya. Jadi aku meminta untuk mengembalikan uang itu dan dia menolak. Dan, 'ya, seperti inilah jadinya," jawab Walter menghentikan langkahnya saat sudah berada di dekat kursi yang diduduki oleh Victor."Hanya karena uang tanah, kamu ingin membunuhnya?" tanya Sean menatap heran Walter."Aku memiliki uang. Aku bisa mengganti uang
Pertarungan benar-benar selesai di tangan Walter. Laki-laki gila itu berhasil dengan mudah mengalahkan para lawannya seorang diri. Berdansa tanpa henti di tengah medan pertarungan dan menggunakan katana menyayat halus seluruh nyawa musuh-musuhnya.Sean yang masih berada di posisi duduk menjabat uluran tangan dari Walter. Laki-laki itu datang padanya dengan badan dipenuhi oleh darah. Tentu saja itu bukan darah Walter. Itu darah dari para musuh-musuh Walter yang telah berjalan ke kehidupan selanjutnya."Kenapa kamu selalu saja terlibat masalah saat aku sedang bersenang-senang?" keluh Walter saat Sean sudah berdiri sempurna."Jangan mengeluh padaku. Bukan aku yang mencari masalah. Mereka yang lebih dulu menghampiriku," jawab Sean membersihkan celananya yang terkena pasir."Darimana kamu mendapatkan senjata itu?" tanya Sean menatap katana yang dipegang oleh Walter."Hmm, ini milikku. Aku sudah mempunyainya sejak kecil," jawab Walter menatap katananya yang terbalut oleh darah."Aku tidak p
Sean menyenggol lengan Rias menggunakan sikunya. Rias melirik ke arah Sean dan mengangguk. Memberikan tanda bahwa ia juga menyadarinya.Mereka merasa bahwa ada yang mengikuti mereka sejak mereka keluar dari mini market. Mereka yang sedari tadi berjalan di trotoar jalan besar, kini masuk ke dalam gang kecil. Berjalan terus sampai jalan berakhir di sebuah bekas bangunan yang sudah lama tak berpenghuni."Sepertinya mereka sudah mulai bergerak," ujar Sean berbalik badan."Merepotkan sekali," keluh Rias melihat ada beberapa orang muncul membawa pisau."Haruskah aku memanggil Walter?""Aku lebih baik mati daripada harus meminta tolong kepada laki-laki mesum itu."Sean melirik ke arah Rias dan tertawa kecil. Harga diri Rias sangatlah tinggi. Bahkan dalam keadaan kurang menguntungkan seperti sekarang, Rias masih enggan untuk mengakui keberadaan Walter. "Apakah mereka orang-orang kiriman Keluarga Eugenia?" tanya Rias melemparkan ponsel miliknya ke tanah."Seharusnya, iya. Sepertinya mereka in