“Reno, apa kakekmu sering tiba-tiba datang?” tanya Cora dengan sedikit gelisah. Ia merasa khawatir dan takut bertatap muka dengan Azhar. Cora belum pernah bertatap muka dengan keluarga Dwipangga sebelumnya. Dulu saat mereka berpacaran, Reno masih menaruh amarah pada keluarga itu. Itu sebabnya dia tidak pernah mengajak Cora datang ke rumah keluarga besarnya. Dari apa yang ia dengar kala itu—baik dari Reno ataupun Sofyan, keluarga Dwipangga tidak ramah terhadap Reno. Apalagi Azhar yang menurut Reno selalu bersikap sangat keras padanya.Yang Cora tidak ketahui adalah bahwa penilaian Reno saat itu tidak sepenuhnya benar. Saat itu dia masih berada dalam kendali Sofyan—yang membuatnya selalu berpikiran negatif terhadap keluarga Dwipangga.Sofyan-lah yang membuat Reno beranggapan jika keluarga Dwipangga terutama Bastian bertanggung jawab atas meninggalnya Gema Dwipangga—mama Reno. Sofyan juga membuat Reno berpikir bahwa Azhar—sebagai pemimpin keluarga Dwipangga kala itu, pilih kasih pada
Cora melirik Reno, dan dalam hatinya merasa heran dengan ekspresi wajah Reno yang tampak tertegun, seakan terkejut dengan apa yang ia lakukan.Apakah aneh jika ia meminum pil kontrasepsi? Ia tidak punya pilihan lain. Salah satu dari mereka harus melakukan pencegahan, bukan begitu?“Umm… Reno, dari mana kamh tahu mengenai penguntit itu? Jody memberitahukanmu?” Cora mengalihkan pembicaraan agar situasi mereka tidak lagi canggung.Reno tersadar dari lamunannya. Ia memberi Cora senyuman kecil. “Jody melapor pada Rendy saat dia ada di kantorku. Dan aku mendengarnya.”Cora menatap Reno dan berkedip. “Itu sebabnya kamu pulang cepat hari ini? Kamu—khawatir?”Reno memghela nafas. Tentu saja ia khawatir. Terpai ia tidak akan mengatakannya terus terang. “Hem… laki-laki itu, dia tidak m mengikuti seorang perempuan biasa,” ujar Reno. Ia menarik Cora mendekat dan menyugar rambutnya. “Dia adalah—istri Reno Afrizal. Tentu suaminya—harus memastikan jika istrinya baik-baik saja.”Mendengar hal itu Cor
Cora baru saja selesai mandi, saat Reno menghubunginya. “Kamu sudah di rumah? Apa kamu baik-baik saja?” Suara maskulin Reno bertanya dengan sedikit nada khawatir.“Umm ya, aku baik-baik saja. Aku sudah di rumah. Ada apa?” Samar terdengar hembusan nafas lega dari ujung sambungan telepon. “Tidak, tidak ada apa-apa. Aku on the way pulang. Kamu ingin aku belikan sesuatu? Kita bisa makan sama-sama di rumah.”Cora memikirkan sesuatu. Tidak setiap hari Reno pulang cepat. Dan ia pikir, mereka berdua bisa melakukan hal yang mereka suka bersama-sama. “Reno, bagaimana kalau kita—menonton film malam ini? Seperti dulu?” tanya Cora perlahan.“Hem, sepertinya ide yang bagus,” jawab Reno dari dalam mobil yang melaju menuju rumah. Movie night mungkin ide yang bagus untuk melepaskan ketegangan setelah apa yang terjadi beberapa hari belakangan ini. Terlebih setelah seseorang mengikuti Cora, dan membuatnya takut.“Kalau begitu, aku akan membeli burger, kentang dan soda! Sepertinya kita akan pesta jun
“Aaahh!” Cora mengelus dadanya sambil menghembuskan nafas lega. “Kamu mengagetkanku, Jody.”Melihat wajah Cora yang tegang dengan keringat dikeningnya, Jody merasa ada yang tidak beres. “Ada apa Nyonya? Apa ada orang yang mengganggu?” Ia langsung melihat ke sekeliling mereka, mengecek jika ada yang tidak biasa.“Sudah, tidak apa. Aku rasa dia sudah tidak ada,” ujar Cora sambil menghalau tangannya di depan wajahnya. “Dia siapa Nyonya?”“Entahlah, aku pikir seseorang mengikutiku. Tapi aku sudah tidak melihatnya lagi.” Cora melihat ke kanan dan ke kiri, memastikan apakah orang itu masih ada. “Nyonya, seperti apa orangnya? Biar saya cek CCTV!” Jody segera ingin bertindak.“Aku tidak melihat wajahnya dengan jelas, karena dia mengenakan topi dan kaca mata hitam. Mungkin kamu bisa cek jika ada yang mengenakan jaket jeans.”“Biasa kamu antar saya kembali ke kantor terlebih dahulu? Ada—yang harus saya lakukan.” Cora memutuskan untuk kembali ke kantor karena ia harus segera meminum pil kontra
Cora berjalan keluar dari apotik modern itu dengan menenteng tas belanjaannya. Ia menghela nafas lega sambil melirik tas belanja itu. Melirik jam tangannya, ia masih punya waktu sebelum waktu istirahatnya berakhir sehingga ia berjalan dengan santai melewati barisan toko-toko di mall itu.Cora jarang pergi shopping ke mall. Ia hanya akan pergi ke mall jika membutuhkan sesuatu, jika ada yang sedang ia cari. Tetapi sejak menjadi istri Reno, ia hamprir tidak pernah membeli baju. Secara berkala, beberapa rumah mode mengirimkannya koleksi mereka ke rumah. Dan ia tinggal memilih yang ia sukai.Cora tahu persis Reno yang mengirim mereka. Pria itu mengetahui ia tidak punya banyak pakaian saat pindah ke rumah di jalan Evergreen itu. Mungkin itu sebabnya ia menyuruh mereka mengirim semua pakaian, tas dan bahkan sepatu ke rumah untuknya.Langkah kaki Cora berhenti di depan sebuah toko pakaian dalam. Kedua matanya terpaku pada sepasang pakaian dalam seksi yang dikenakan manekin di toko itu.Inga
Jam 12 lewat beberapa menit, Cora tiba di depan gedung Lumiere bersama Jody.Ia baru saja selesai menuntut pembatalan Hak Paten Adorable Glam di Kantor Hak Paten Dan Merk Dagang bersama pengacara Harvey dan Vico.Sejauh ini tuntutan mereka diterima dengan baik dan sedang di proses. Cora berharap mereka bisa mendapatkan hasilnya segera.Mereka berdua langsung naik menuju ruangan kerja Cora. “ Nyonya ingin makan sesuatu? Biar saya pesankan,” tanya Jody saat mereka hampir sampai ruangan kerja Cora.“Aku belum kepikiran mau makan apa,” jawab Cora setelah ia berpikir beberapa saat. Ia masuk ke dalam ruangan kerjanya sambil melirik jam tangan. “Pergilah istirahat, Jody. Aku masih belum lapar.” Mengingat sudah waktunya makan siang, ia memberi Jody kesempatan untuk beristirahat. Lagipula ia tidak berniat pergi siang itu.“Baik Nyonya. Saya istirahat makan siang dulu. Kalau ada apa-apa, telpon saja, saya akan datang,” ujar Jody sebelum ia pergi.Baru saja Jody masuk ke dalam lift, Rima dan