Share

Babu Gratisan

Penulis: Ellina Zarima
last update Terakhir Diperbarui: 2023-08-16 12:15:04

“Vin, kopiku mana?” seru Firman ketika ia tidak menemukan secangkir kopi di meja. Laki-laki itu merasa heran karena Savina justru tidak terlihat di sana.

“Maaf, aku harus menenangkan Alisa. Sebentar ya Mas, aku buatkan sekarang!” ucap Savina dengan langkah tergopoh-gopoh sambil menggendong Alisa.

“Alisa? Sepagi ini Mbak Rista sudah berkunjung ke rumah ibu?” ucap Firman dengan tatapan terkejut.

“Pengasuh Alisa pulang kampung, jadi aku membantu Mbak Rista untuk menjaga Alisa selama Mbak Rista bekerja.” Savina menjelaskan kalau dirinya mulai hari ini membantu Rista menjaga Alisa.

“A-apa? Menjaga Alisa? Mbak Rista itu kenapa sih? Memangnya kamu tidak punya kesibukkan sendiri? Biar aku bicara sama ibu!” Firman tampak kesal melihat Savina yang tengah kerepotan mengasuh Alisa. Anak itu juga tidak mau turun dari gendongan Savina sehingga membuat Savina tampak kerepotan.

Firman bergegas menemui Bu Leni. Ia ingin bertanya mengenai Alisa yang diasuh oleh istrinya.

“Bu, ada yang mau aku bicarakan.” Firman duduk di hadapan Bu Leni yang tengah menonton acara gosip di televisi.

“Ada apa Man? Kenapa kamu terlihat cemberut seperti itu?” Bu Leni tampak keheranan melihat tampang anaknya.

“Bu, aku mau tanya, kenapa Vina harus mengasuh Alisa? Memangnya pengasuh Alisa ke mana? Lagian Kak Rista ada-ada saja, memangnya istriku tidak ada kesibukan?” ucap Fiman dengan nada kesal.

“Man, kasihan Kakakmu, Pengasuh Alisa pulang kampung. Sedangkan kakakmu adalah  wanita pekerja. Kalau Alisa tidak ada yang menjaga bagaimana? Anggap saja kalian sedang membantu kakakmu. Lagi pula, istrimu juga tidak bekerja Man, jangan suka perhitungan dengan kakakmu sendiri!” jawab Bu Leni  dengan nada tinggi.

“Bu, bukan begitu. Vina kan juga harus mengurus rumah juga. Kalau harus mengurus Alisa, apa pekerjaan rumah akan selesai?” Firman berbicara dengan penuh kelembutan. Ia tahu kalau ibunya tersinggung dengan ucapannya.

“Man, istrimu itu belum hamil juga, jadi anggap Alisa itu sebagai pancingan. Malu kalau sampai didengar saudara yang lain. Hal sepele begini saja di permasalahkan!” Bu Leni meminta Firman untuk tidak memperpanjang masalah ini dan membiarkan Savina mengasuh Alisa.

Firman hanya menghela napas, laki-laki itu masih terdiam di hadapan Bu Leni. Ada perasaan yang tengah dipendam di dalam hatinya.

“Bu, aku harap Kak Rista akan segera menemukan pengasuh untuk Alisa. Jadi, Savina tidak harus mengasuh Alisa setiap hari.” Firman berbicara dengan tatapan penuh harap.

“Ya, doakan saja semoga Rista bisa secepatnya mendapatkan pengasuh untuk menjaga Alisa.” Jawab Bu Leni dengan penuh kelembutan. Wanita itu merasa lega karena Firman tidak marah kepadanya.

“Bu, aku berangkat dulu, ya!” ucap Firman sambil mengucapkan salam.

Bu Leni mengangguk dan menyodorkan tangannya kepada Firman. Wanita itu mengantarkan anaknya sampai di beranda rumahnya.

“Hati-hati, Man!” ucap Bu Leni  dengan senyum di wajahnya. Wanita itu segera masuk ke dalam ketika mobil Firman sudah menjauh meninggalkan halaman rumahnya.

Bu Leni masuk ke dalam dan mencari keberadaan menantunya. Ia ingin meminta Savina membuatkan teh untuknya.

“Vin, teh Ibu mana? Tumben, sudah jam segini belum ada apa-apa di meja makan?” seru Bu Leni kepada menantunya.

“Sebentar Bu, ini tehnya baru selesai. Alisa juga rewel terus dari tadi,” jawab Savina sambil menenangkan Alisa yang menangis di gendongannya.

“Vin, pantas saja kamu belum diberi kepercayaan, mengurus Alisa saja kamu tidak becus. Cepat tehnya bawa ke depan. Ibu sudah kehausan!” ucap Bu Leni dengan nada ketus.

Bukannya membantu Savina yang tengah kerepotan, Bu Leni justru mengungkit perihal Savina yang belum juga diberikan keturunan. Hal itu membuat Savina merasa sedih.

‘Vin, kamu harus sabar. Semoga saja Bu Leni segera dilembutkan hatinya oleh Allah dan menyadari kesalahannya,’ batin Savina sambil memberikan botol susu kepada Alisa yang masih terus menangis.

Setelah berjibaku menenangkan Alisa, akhirnya anak itu diam juga dengan mata tertutup. Ternyata Alisa mengantuk sehingga terus menangis di gendongan Savina. Wanita itu segera masuk ke kamar dan meletakkan Alisa di atas ranjang.

Savina segera berlari ke dapur, ia bergegas membawakan segelas teh dan sepiring jagung rebus untuk mertuanya. Meski Bu Leni terus menerus menyakiti dirinya, Savina masih berusaha bertahan demi Firman dan ke dua orang tuanya.

“Bu, ini tehnya!” ucap Savina dengan penuh kelemnutan.

“Ya, letakkan saja di situ!” jawab Bu Leni dengan nada ketus. Ia masih kesal karena Firman tadi pagi sudah berani menegurnya.

“Vin, sini sebentar, Ibu mau bicara!” ucap Bu Leni dengan tatapan tajam.

“A-ada apa Bu?” tanya Savina dengan dada berdebar. Ia seakan membaca sesuatu yang tidak beres di wajah mertuanya.

“Kamu berbicara apa sama Firman? Apa kamu keberatan menjaga Alisa? Alisa itu anak Rista, kakak suamimu. Jadi, sama saja kamu menjaga anakmu sendiri. Kalau mau jadi menantu Ibu, jangan suka perhitungan!” Bu Leni menghardik menantunya dan meminta Savina untuk tidak perhitungan.

“Maaf Bu, Vina tidak berbicara apa-apa sama Mas Firman. Vina, hanya bilang kalau Alisa sekarang diasuh di sini karena pengasuhnya pulang ke kampung.” Savina berbicara dengan wajah tertunduk. Ia berusaha menjelaskan semuanya kepada Bu Leni.

“Baiklah, sekarang kamu boleh kembali ke belakang. Ingat, nanti siang Ibu mau pergi arisan. Kamu jangan lupa memasak makan siang untuk Firman. Satu lagi, tolong buatkan bubur untuk Alisa. Rista tidak sempat memasak karena ada rapat di kantor. Maklum, kakakmu itu wanita sibuk!” Bu Leni  sengaja menekan kata sibuk untuk menyindir Savina.

Savina hanya mengangguk dan segera kembali ke dapur. Ia memeriksa cucian yang menggunung dan segera membilasnya. Untung saja, Mas Firman memerintahkan dirinya untuk mencuci menggunakan mesin karena melihat kerepotan istrinya tadi pagi.

Baru saja selesai mengeringkan pakaian di dalam mesin cuci, suara tangisan Alisa membuat Savina terkejut. Ia segera berlari ke dalam kamar dan menemukan Alisa yang tengah menangis di hadapannya.

“Anak cantik sudah bangun, sini Tante gendong!” ucap Savina dengan penuh kelembutan.

Savina menggendong Alisa dan membujuknya supaya menghentikan tangisnya. Wanita itu mengecup pipi Alisa dan membawanya ke dapur. Ada senyum di wajah Savina ketika melihat Alisa yang terdiam di dalam gendongannya.

Meski Savina belum memiliki anak, wanita itu terlihat sangat telaten dan sabar mengasuh Alisa. Ia bahkan  sangat menyayangi Alisa dan menganggap anak itu seperti anaknya sendiri.

Savina membawa Alisa ke beranda rumahnya. Wanita itu sesekali tersenyum dan mengajak Alisa bermain dengannya.

“Anak pintar, anak sholehah, cantik banget ini, anak siapa?” ucap Savina dengan nada riang. Ia bahkan tidak menyadari kedatangan mertuanya di sana.

“Makanya Vin, cepetan punya anak. Ibu sudah tidak sabar ingin menggendong cucu dari Firman!” ucap Bu Leni dengan nada menyindir.

***

Bersambung 

Lanjutkan membaca buku ini secara gratis
Pindai kode untuk mengunduh Aplikasi

Bab terbaru

  • Ketika Babu Jadi Ratu   Rasa Syukur

    Savina membuka matanya ketika mendengar suara yang sangat di kenalnya. Ya itu suara Shera."Shera?"Shera meminta turun dari pangkuan ayahnya, Fazlipun menurunkan sang putri di samping Savina.Shera menghambur kedalam pelukan Savina, membuat wanita itu kelagapan karena baru bangun."Sus Savina kenapa pergi?"tanya Shera."Sus tidak pergi Shera, Sus hanya pulang sebentar," jawab Savina sambil merapikan rambutnya yang berantakan."Kata Tante Nadia, Sus pergi dan tidak mau bermain denganku lagi,"balas Shera dengan wajah yang mulai mendung."Tidak Shera, buktinyan sekarang Sus ada di sini,"jawab Savina memeluk tubuh Shera hangat.Shrera yang sudah berkaca-kaca melepaskan tangisnya di dada Savina.Fazli hanya terdiam melihat putrinya saat melepas rindu dengan pengasuhnya."Ya Allah, berikanlah aku jodoh yang mampu menyayangi Shera sepenuh hati,'doa Fazli di dalam hati. Ia berharap calon istrinya nanti bisa menyayangi Shera dengan baik."Sus jangan pergi lagi,''ucap Shera penuh harap."

  • Ketika Babu Jadi Ratu   Berjumpa Kembali

    Firman dan Nayra terkejut mendengar pertanyaan dari Bu Leni. Sebenar hal ini sudah sering di tanyakan Bu Leni kepada mereka.Sampai saat ini belum ada tanda-tanda Nayra hamil."Firman, Nayra, kenapa kalian diam? Apa kalian tidak ingin memiliki keturunan?"sambung Bu Leni menatap tajam putranya.''Bu, kami ingin sekali memiliki seorang anak, tapi sampai saat ini kamibelum di beri rezeki,"jawab Firman dengan suara pelan.Sementara Nayra hanya tertunduk diam di samping suaminya."Kamu berusaha dong Man. Masa menbuat Nayra hamil saja tidak bisa,"jawab Bu Leni dengan nada suara penuh penekanan."Bu, kenapa Ibu berkata begitu?""Firman Ibu sudah tidak sabar menggendong seorang cucu. Nayra bagaimana kalau kamu periksa kondisi kamu? Maaf bukannya Ibu menuduh, tapi sebagai salah satu usaha kita tidak ada salahnya,"ucap Bu Leni meminta menantunya untuk memeriksakan kondisinya apakah bisa hamil atau tidak.Bagaikan di sambar petir, ucapan mertuanya seakan menghakiminya tidak bisa memberikan ket

  • Ketika Babu Jadi Ratu   Tuntutan Sang Mertua

    "Mbok katakan sekali lagi kepadakum kalau Mas Fazli mau menjemput pembantu itu!"perintah Nadia berapi-api, ia ingin meyakinkan sekali lagi kalau tunangannya sedang pergi menemui wanita yang lain. Orang yang ingin ditemui Fazli hanya seorang bekas pembantu ."B-benar Mbak, Pak Fazli sedang ke Purwokerto menjemput Savina,"jawab Mbok Nah bergetar, ia belum pernah melihat Nadia murka seperti sekarang."Cukup Mbok, kamu temani saja Shera, mungkin nanti dia butuih sesuatu,"ucap Nadia memerintahkan Mbok Nah menjauh dari hadapannya.Mbok Nah menurut saja, wanita itu kemudian pamit dan berlalu dari hadapan Nadia.Nadia meraih ponselnya dan menghubungi Fazli, ia ingin mengetahui langsung dari tunangannya itu apa benar dirinya pergi menjemput Savina."TUUUUT, TUUUUT, TUUUUT,""Mas, kamu keterlaluan! Panggilanku kamu tidak gubris,"Nadia semakin murka ketika Fazli tidak menerima panggilannya. Wanita itu menautkan gerahamnya dengan kuat.Nadia tidak menyangka Fazli ingin kembali memperkerjakan

  • Ketika Babu Jadi Ratu   Merasa Dikhianati

    "Baik Pak, aku bersedia kembali ke Jakarta,''ucap Savina bersedia untuk kembali bekerja di rumah Fazli. Setelah memikirkan dengan matang akhirnya Savina menerima ajakan Fazli.''Terima kasih Savina, aku sangat berterima kasih kepadamu karena bersedia kembali ke Jakarta,"ucap Fazli berbinar, ia sangat berbahagia karena keputusan yang diambil oleh Savina. Inilah yang diharapkan oleh laki-laki itu, Shera sangat membutuhkan kehadiran Savina.Setelah beristirahat sebentar, siang itu juga Fazli dan Savina bersiap untuk berangkat ke Jakarta. Mereka ingin secepatnya sampai di Jakarta karena Shera sudah menunggu kedatangan keduanya terutama Savina.''Bu Aku dan Savina, berangkat dulu,''ucap azli berpamitan kepada ibun Sarmah sambil memberikan sebuah amplop berisikan sejumlah uang. Awalnya Bu Sarmah menolak pemberian Fazli, tapi laki-laki terus memberikannya."Bu sampaikan salamku kepada Bapak,''lanjut Fazli.“Baik Pak, hati-hati di jalan,”jawab Bu Sarmah membantu memasukan barang bawaan

  • Ketika Babu Jadi Ratu   Kenapa Sulit Bagiku

    "Apa Ibu tidak salah mendengar?"ucap Savina masih belum percaya dengan kedatangan Fazli ke rumahnya. Menurutnya dirinya sudah tidak ada masalah lagi dengan mantan majikannya itu sejak Fazli memintanya berhenti bekerja. "Vina, Ibu memang sudah tua, tapi belum terlalu pikun. Orangnya sedang duduk di kursi, kamu temui saja sendiri, nanti kamu akan tahu sendiri apa itu Pak Fazli atau bukan,''jawab Bu Sarmah meminta putrinya menemui laki-laki yang datang pagi ini ke rumah mereka. Savina awalnya tampak ragu untuk menemui laki-laki yang mengaku sebagai Fazli. Wanita itu merasa khawatir jika benar itu Fazli, pasti ada sesuatu yang membuatnya datang jauh-jauh ke desa ini. Tapi apa masalahnya?Bu Sarmah mendesak putrinya agar menemui Fazli, ia merasa kasihan karena tamunya itu sudah menempuh perjalanan jauh dari Jakarta. Savina lalu memperbaiki jilbabnya dan dengan hati yang penuh tanda tanya, wanita itu kemudian melangkahkan kakinya meninggalkan dapur. Benar saja saat sampai di ruang

  • Ketika Babu Jadi Ratu   Tamu Tak di Undang

    "Nadia, untuk sementara waktu sebaiknya kita tidak bertemu dulu, sekarang aku ingin fokus dengan kesembuhan Shera,"ucap Fazli ingin mengakhiri pembicaraannya dengan Nadia lewat ponselnya. Wanita itu ingin datang ke rumah sakit untuk menjenguk Shera."Tapi Mas, aku mau meringankan beban kamu,"protes Nadia, ia merasa keberatan dengan keputusan Fazli."Nadia, cobalah mengerti keadaanku,"potong Fazli cepat.Walaupun Nadia bersikeras dan keberatan dengan keputusan sepihak Fazli namun, laki-laki itu tetap memutuskan untuk tidak mengizinkan Nadia bertemu dengan Shera sementara waktu. Saat ini baginya kesembuhan Shera adalah yang utama, jika Nadia masih menemui sang putri ia khawatir ini akan memperburuk keadaan.Setelah mengakhiri pembicaraannya dengan Nadia, Fazli meletakkan ponselnya di atas meja. Laki-laki itu kemudian mengedarkan pandangannya keluar dari jendela kaca rumah sakit. Suasana langit ibu kota tampak sudah mulai gelap.Jika hatinya sekarang tidak sedang bersedih pa

Bab Lainnya
Jelajahi dan baca novel bagus secara gratis
Akses gratis ke berbagai novel bagus di aplikasi GoodNovel. Unduh buku yang kamu suka dan baca di mana saja & kapan saja.
Baca buku gratis di Aplikasi
Pindai kode untuk membaca di Aplikasi
DMCA.com Protection Status