KETIKA ISTRI BERHENTI PEDULI
Part 6
POV Naya
"Iya, aku kan kamu nikahi untuk jadi Irt sekaligus ART," jawab Naya halus tapi menyakitkan.
"Kamu nyindir aku?" Aku kembali membalikkan badan melihat kearahnya dengan tatapan tajam.
"Nggak, emang kamu ngerasa?" tanyanya balik yang membuatku tertegun.
"Kamu tau nggak kesalahan kamu hari ini banyak banget," bentakku.
"Dengar ya, Mas. Aku itu capek tau nggak. Aku capek selalu peduli sama kamu. Aku itu capek bersikap baik seperti pengemis. Padahal kamu itu suamiku, tapi rasanya seperti orang lain!"
Deg!
*********
Surga perempuan ada pada Ibunya. Namun ketika dia sudah menikah, surganya ada pada suaminya. Sebaliknya, surga seorang laki-laki tetap berada pada Ibunya. Sampai kapanpun.
Itulah kata-kata yang selalu diucapkan oleh Ibu mertua padaku. Tidak pernah sekalipun kata-kata itu terlewatkan dari bibirnya.
Jika dulu aku hanya menunduk dan mengangguk semua perintahnya. Tidak dengan sekarang. Aku sudah lelah, aku tersiksa.
Setelah pertengkaran tadi pagi dengan Mas Arman. Aku kembali ke rutinitas biasa. Pekerjaam sebagai Ibu Rumah Tangga selalu menjadi bahan omongan yang diremehkan Ibu mertua.
Dia mengatakan aku hanya menjadi beban anak laki-lakinya. Aku benalu yang menumpang hidup. Atau semacamnya.
Untung saja Daffa sudah tidur, jadi aku bisa memasak dan mencuci baju. Sudah beberapa hari Daffa rewel dan menangis. Dia juga tidak mau makan, karena sedang tumbuh gigi.
Saat itu aku berharap Mas Arman mau mengerti keadaanku yang bergadang semalaman. Aku bahkan berhari-hari tidak tidur karena Daffa menangis.
"Jangan buat alasan kamu, Nay! Waktu siang Daffa tidur kamu kan juga bisa ikutan tidur. Apalagi kerjaan kamu dirumah selain tidur dan makan?" tanya Mas Waktu itu ketika aku mengeluh pusing dan mual.
Seketika rasa benci itu menyapa hati. Walaupun aku marah, tetap menyiapkan semua keperluannya dengan baik. Tapi tidak bisa dipungkiri, rasa kecewa sudah beranak-pinak di dalam jiwa.
Jangankan membantuku untuk menggendong Daffa. Mas Arman malah mengeluh tentangku pada Ibunya. Dia mengatakan jika aku terlalu cerewet. Mas Arman juga bilang bosan karena aku terlalu banyak menuntut.
Dia benar-benar berubah setelah banyak mendengar semua omongan Ibu mertua. Aku pikir Ibu akan menerimaku ketika aku sudah bisa memberinya cucu. Tapi kenyataan hidup memang pahit. Ibu malah semakin menjadi-jadi, dia bahkan berani menamparku kemarin.
Ddrrtt.
Getar ponsel menyadarkan aku dari lamunan tentang pahitnya hidupku sekarang. Dengan cepat aku berdiri, berjalan mengambil ponsel yang berada di atas meja di depan TV.
Nomor tidak dikenal.
"Assalamualaikum," ucapku memberi salam ketika panggilan sudah terhubung.
"Waalaikumsalam," jawab laki-laki yang menelpon barusan.
"Maaf ini siapa ya?" tanyaku pelan. Karena tidak ingin Daffa terbangun. Dia tipe bayi yang tidak bisa tidur jika berisik.
"Maaf, Bu Naya. Saya Wira, dari WH Publisher," jawabnya mengenalkan diri.
Mendengar kata WH Publisher membuatku sedikit gemetar. Karena tidak menyangka akan dihubungi secepat ini. Semenjak dihina sebagai benalu oleh Ibu danas Arman. Aku memutuskan untuk menulis.
Dulu, aku sering merasa jenuh ketika ditinggal kerja oleh Mas Arman. Tidak ada yang bisa aku kerjakan jika Daffa sudah tidur dan pekerjaan rumah sudah selesai.
Jadi aku sering menghabiskan waktu untuk membaca beberapa novel online di beberapa grup kepenulisan.
Aku terkesan dengan beberapa penulis yang menjadi favorit.
Tidak bisa dipungkiri memang jika karena tulisan itu aku mulai berubah. Aku menjadi lebih banyak berpikir dan menimbang pada semua perlakuan Mas Arman padaku.
Pantas saja banyak cerita yang menggambarkan Mertua jahat dan Suami jahat. Karena kebanyakan mungkin dari Istri mengalaminya. Seperti aku, bagaimanapun aku berusaha menjadi baik tetap saja salah di mata Ibu.
Dari sanalah aku mengikuti kelas menulis. Karena aku memang sering menulis dulu, hanya saja untuk menempatkan kalimat dan penulisan yang bagus aku belum bisa.
Dari penghasilan menulis di beberapa Platform, aku menabung semua uang itu untuk berjaga-jaga. Jika sewaktu-waktu aku membutuhkan uang itu untuk membuka usaha atau kebutuhan mendesak Daffa.
Aku tidak mengatakan pada Mas Arman tentang aktivitasku sekarang. Karena dulu aku ingin membuat surprise. Tapi sekarang aku berubah pikiran. Sebaiknya uang itu aku tabung untuk jaminan masa depan.
"I-iya, saya sendiri," jawabku gagap.
"Maaf, Bu Naya sebelumnya. Saya menelpon secara mendadak. Karena ada beberapa pembaca yang sudah ikutan PO. Meminta tanda tangan penulis," jelas Pak Wira padaku.
Setelah menulis beberapa judul novel. Baru kali ini aku menerima tawaran penerbit untuk melakukan pencetakan. Seharusnya buku yang sudah dicetak bisa dikirimkan langsung padaku.
Qadarullah, ternyata semua buku terjual semua sebelum masa PO habis. Dan sekarang sedang dalam pencetakan kedua.
"Jadi saya harus bagaimana, Pak?" tanyaku bingung. Karena jika buku itu harus dikirim kerumah. Aku takut Ibu dan Mas Arman tau.
Jika mereka tau aku sudah punya penghasilan sendiri, pasti Mas Arman akan semena-mena memberikan uang nafkah. Selama ini saja, satu bulan dia hanya memberi satu juta. Padahal kebutuhan rumah sangat mahal.
"Novelnya kami kirim ke tempat, Bu Naya. Nanti setelah selesai Ibu tanda tangan, bisa langsung kirim ke pembaca," jawabnya lagi menjelaskan.
"Jangan!" Spontan aku menolak penawaran yang barusan ditawarkan oleh Pak Wira. Aku menggigit bibir yang terasa kering. Berusaha menemukan solusi.
"Kenapa?"
"Begini saja, bagaimana jika saya mengambil sendiri buku-bukunya. Nanti setelah saya selesai tanda tangan, saya serahkan balik ke Pak Wira," aku berusaha memberi pilihan. Karena aku takut jika pakai kurir, malah datang pada saat Ibu atau Mas Arman dirumah.
"Bisa, Bu Naya. Bisa, nanti saya kirim alamat kantor kami ya," ucapnya lagi yang membuat perasaanku menjadi lega.
"Terimakasih banyak Pak Wira, nanti saya hubungi lagi ya," ucapku sambil menutup panggilan telepon.
Aku menghembuskan nafas yang dari tadi terasa tertahan di dalam dada. Bagaimana tidak, baru kali ini aku melakukan pencetakan. Aku bahkan tidak tau beberapa prosedur yang harus aku jalani.
"Siapa Pak Wira?" tanya Ibu tiba-tiba masuk ke dalam rumah. Aku terkejut dengan kedatangan Ibu yang mendadak. Langsung masuk dan tidak mengucapkan salam. Mungkin Ibu tidak sengaja mendengar ketika aku telponan tadi.
"I-ibu. Kapan datang?" tanyaku gugup.
"Sudah dari tadi, sejak kamu telponan sama selingkuhan kamu," bentak Ibu dengan suara meninggi.
Aku tersentak ketika Ibu mengatakan selingkuhan. Apa serendah itu penilaian Ibu terhadapku. Padahal selama ini aku selalu menjaga aurat dan pandangan. Aku bahkan jarang keluar rumah, demi menjauhi fitnah.
"Selingkuhan? Ibu mimpi?" tanyaku dengan nada ketus. Padahal aku selalu menjaga harga diri Ibu dengan bertingkah sopan dan hormat. Tapi sepertinya sekarang sudah saatnya aku melawan. Demi keutuhan rumah tanggaku dan Daffa.
"Jangan ngelak kamu, Naya. Ibu tahu kalau selama ini kamu sudah selingkuh dibelakang Arman, ya kan?" sungut Ibu sambil duduk di sofa.
Dia mengambil kaleng kue kering, mencomotnya. Marah sama tuan rumah tapi mau kuenya, aku tersenyum sinis melihat tingkah Ibu yang semakin menjadi.
"Atas dasar apa Ibu berani menuduhku selingkuh?" tanyaku melipat tangan di depan dada.
"Arman udah cerita semuanya. Dia bilang kamu sudah berubah, tidak seperti Naya yang penurut dan patuh. Lihat saja sekarang, kamu ngomong sama saya saja sikap kamu sombong sekali," ejek Ibu.
Walaupun mulutnya berbicara dan sedang marah-marah. Tapi kue tetap dimakan.
"Jadi Mas Arman ngadu? Nangis nggak dia sambil minta permen?" tanyaku membalas ejekan Ibu.
Mendengar aku yang membalas omongannya. Membuat Ibu berang, dia melemparkan kaleng kue ke lantai dan menendangnya sampai ke dinding.
Prang!
Aku terkejut melihat sikap Ibu yang bar-bar. Untung saja suara gaduh barusan tidak membuat Daffa terbangun.
"Kamu berani ya ngelawan saya sekarang? Berani kamu!" teriak Ibu sambil menjambak jilbabku.
Aku meringis kesakitan sambil berusaha menarik tangan Ibu dari jilbab.
"Lepas!" teriakku tepat di depan wajah Ibu. Mungkin Ibu terkejut mendengarku berteriak, hingga langkahnya mundur ke belakang.
"Kamu!" Ibu mengambil ancang-ancang untuk menamparku. Tapi dengan cepat aku menepis tangan hingga membuat Ibu semakin marah.
"Dengar, Bu. Aku sudah capek berseteru dengan, Ibu. Sebaiknya Ibu pulang sekarang," aku mengusir Ibu sambil menunjuk ke arah pintu.
"Ini rumah anak saya. Jangan pernah kamu berani mengusir saya dari sini. Kamu hanya benalu di sini," desis Ibu yang mampu mengiris hati.
"Aku tau kenapa Mas Arman berubah pelit dan selalu mencurigaiku. Itu hasutan Ibu kan?" tanyaku menatap tajam kearah Ibu.
Seumur hidup aku tidak pernah bertengkar dengan siapapun. Tidak pernah. Aku jarang sekali marah. Makanya kejadian seperti ini membuat seluruh tubuhku gemetar.
"Ha-ha…. Itu kamu tau." Ibu tertawa sambil menjawab pertanyaanku barusan.
"Tapi kenapa Bu? Kenapa Ibu tega?" tanyaku mulai menangis.
"Karena saya tidak suka kamu, saya benci orang tua kamu! Saya benci kalian!" teriak Ibu.
"Tidak takut dosa Ibu menyuruh orang lain bercerai?" tanyaku.
"Dosa? Apa itu dosa?" tanya Ibu balik yang membuatku menggeleng tidak percaya.
"Ingat, Bu. Sampai kapanpun aku akan tetap mempertahankan rumah tanggaku. Selama Mas Arman tidak main perempuan, berjudi dan melakukan kekerasan," tegasku sambil menunjuk kearah Ibu.
"Kamu akan segera bercerai dengan Arman!" teriak Ibu lagi sambil maju menarik kerah bajuku.
"Ada apa ini?" Tiba-tiba Mas Arman masuk ke dalam rumah yang membuat kami terkejut.
Melihat situasi yang menegangkan, aku langsung menjatuhkan diriku sendiri ke lantai. Seakan-akan Ibu mendorongku dengan kuat, agar Mas Arman bisa menilai sendiri bagaimana perlakuan Ibu padaku.
"Auw…." ringisku pura-pura kesakitan.
"Ibu! Apa yang Ibu lakukan!" Mas Arman membentak Ibu yang gelagapan.
KETIKA ISTRI BERHENTI PEDULIPOV NayaPart 7"Ingat, Bu. Sampai kapanpun aku akan tetap mempertahankan rumah tanggaku. Selama Mas Arman tidak main perempuan, berjudi dan melakukan kekerasan," tegasku sambil menunjuk kearah Ibu."Kamu akan segera bercerai dengan Arman!" teriak Ibu lagi sambil maju menarik kerah bajuku."Ada apa ini?" Tiba-tiba Mas Arman masuk ke dalam rumah yang membuat kami terkejut.Melihat situasi yang menegangkan, aku langsung menjatuhkan diriku sendiri ke lantai. Seakan-akan Ibu mendorongku dengan kuat, agar Mas Arman bisa menilai sendiri bagaimana perlakuan Ibu padaku."Auw…." ringisku pura-pura kesakitan."Ibu! Apa yang Ibu lakukan!" Mas Arman membentak Ibu yang gelagapan."Ini tidak seperti yang kamu pikirkan, Man," ucap Ibu berusaha menjelaskan semuanya.Sepertinha Mas Arman tidak memperdulikan penjelasan Ibu. Dia menghampiri dan memegang kedua tanganku untuk berdiri kembali."Kamu nggak papa?" tanya Mas Arman saat aku sudah berdiri kembali.Aku hanya menjawab
KETIKA ISTRI BERHENTI PEDULIPart 8POV Naya"Berhenti kamu. Kalau kamu mau saya maafkan, sekarang juga cium kaki saya dan minta maaf," lirih Ibu mencengkal tanganku.Tangisan Daffa semakin menjadi, tapi aku tidak bisa pergi karena dihadang oleh Ibu. Mas Arman mengangguk padaku, tanda dia menyuruhku untuk bersujud di kaki Ibu.Aku memegang tangan Ibu dengan tanganku yang satu lagi. Kemudian aku melepas cekalan tanganku."Maaf, Bu. Saya tidak salah, dan untuk saat ini. Menggendong Daffa lebih penting daripada bersujud di kaki orang yang memfitnahku," tegasku kemudian langsung berjalan cepat ke kamar.*Setelah pertengkaran tadi, akhirnya Ibu pulang setelah Mas Arman memaksa. Dari dalam kamar aku bisa mendengar jika Ibu ingin mengatakan sesuatu. Tapi Mas Arman menolak mendengar, karena sedang terburu-buru katanya.Aku kembali menagis mengingat jalan hidup yang harus aku alami. Kuusap lembut surai hitam Daffa."Sabar, Nak. Semua akan baik-baik saja, ada Ibu," gumamku pelan sambil mengecu
KETIKA ISTRI BERHENTI PEDULIPOV NayaPart 9"Nay, aku mau ngomong," ucap Mas Arman padaku."Ngomong aja," jawabku ketus."Besok kamu kerumah Ibu untuk meminta maaf. Agar hubungan kalian segera membaik, aku capek terus begini," lirih Mas Arman yang membuatku tersenyum sambil menangis.Setelah memastikan Daffa sudah tidur. Aku bangkit dari pembaringan. Menatap Mas Arman dengan rasa tidak percaya. Inikah laki-laki yang kupilih menjadi suami?"Kamu pikir cuma kamu yang capek, Mas? Kamu pikir cuma kamu yang lelah? Aku juga. Aku hampir gila menghadapi Ibu dan Adikmu itu," tampikku geram."Apa susahnya sih kamu minta maaf, Nay? Kamu cuma perlu datang dan bilang 'maaf'," jawab Mas Arman mengangkat kedua tangannya sambil menggoyangkan kedua jarinya seperti tanda petik."Susah, menurutku itu susah. Kalau kamu mau aku minta maaf, itu akan selamanya menjadi harapan kalian," ucapku pelan kemudian berjalan mengambil ponsel yang dari tadi aku charger.Rencananya aku akan melanjutkan beberapa bab ma
KETIKA ISTRI BERHENTI PEDULIPart 10POV Naya"Mpok, Bu Narsih siapa?" tanyaku penasaran setelah beberapa orang di sini sudah pulang."Eump… itu." Mpok Atik terlihat gugup saat aku menanyakan siapa Bu Narsih."Mpok, ini berapaan? Sama tolong parutan kelapanya satu ya," ucap seorang Ibu-ibu yang membuat perhatian Mpok Atik beralih."Iya, Buk. Saya parut sekarang," jawab Mpok Atik pergi meninggalkan aku dan Ibu-ibu tadi. Suara mesin parut kelapa nyaring terdengar. Membuat Daffa merasa tidak nyaman, apalagi sekarang sangat panas.Aku memilih pulang saja kerumah, nanti jika warung Mpok Atik sedang senggang akan aku tanyakan kembali.*Setelah selesai memasak, aku memilih menidurkan Daffa sambil mengASIhi. Kutepuk pelan punggungnya agar dia segera tertidur.Tidak sadar aku hampir saja tertidur bersama Daffa. Sayup terdengar suara gaduh dari luar, siapa ya siang-siang begini."Tidak bisa, Bu. Barang ini COD, jadi bayar dulu kalau mau nerima," ucap seorang laki-laki di depan rumahku."Saya I
Jangan Lupa Subscribe dan Follow ya sahabat! 💜😘KETIKA ISTRI BERHENTI PEDULIPart 11POV Naya"Jangan macam-macam ya kamu. Kamu itu cuma anak kemarin sore yang menikah lalu jadi bagian keluarga yang tidak diharapkan. Jadi jangan pernah ungkit nama wanita itu lagi," teriak Ibu berang.Aku terkejut melihat reaksi Ibu. Di luar dugaan, aku pikir Ibu akan melemah karena aku tahu rahasianya. Tapi nyatanya malah seperti ini."Siapa yang mengatakannya padamu? Si Atik itu? Tunggu saja dia akan mati di tanganku," teriak Ibu lagi sambil melipat lengan bajunya.Aku hanya bisa menelan Saliva yang terasa kering. Astaghfirullah, apa yang harus aku lakukan."Kenapa Ibu terlihat sangat marah? Siapa sebenarnya Bu Narsih?" Jujur saja, sebenarnya aku sangat takut jika Ibu marah. Karena dia termasuk perempuan yang barbar.Dulu ketika pertama kali aku dikenalkan oleh Mas Arman pada Ibu dan Lela. Perasaanku sudah merasa tidak enak. Bagaimana tidak, Ibu masih terlihat muda dan awet."Kamu nggak tau siapa N
KETIKA ISTRI BERHENTI PEDULIPart 12POV ArmanBrak!Aku melempar tas kerja ke sembarang arah. Moodku benar-benar buruk akhir-akhir ini. Bagaimana tidak, banyak sekali keluhan Ibu dan Lela tentang Naya. Ketika aku menegur Naya, yang ada malah keluhan balik yang disampaikan.Aku mengusap wajah dengan kasar. Jika aku membela Ibu, maka Naya mengancam akan pergi dari rumah ini. Tapi jika aku membela Naya, maka aku akan disebut anak durhaka.Entah mengapa satu bulan ini Naya menjadi lebih agresif. Dia tidak lagi mau mengalah pada Ibu dan Lela. Padahal apa susahnya dia pergi kerumah Ibu dan meminta maaf sebagaimana mestinya.Benar kata Ibu, tidak mungkin dia yang kesini lalu meminta maaf pada Naya, menantunya sendiri. Ini bukannya minta maaf, Naya malah semakin membuat masalah.Seperti tadi, Lela mengirimkan aku foto mobil anak aki. Mobil yang harganya sekitar tiga juta. Lela mengatakan jika mobil itu hadiah ulang tahun untuk Daffa yang belikan oleh Naya.Pertamanya aku tidak yakin jika Nay
KETIKA ISTRI BERHENTI PEDULIPart 13"Dan kamu, Mas. Kamu nggak perlu tau dari mana aku mendapatkan uang sebanyak itu. Karena aku juga tidak tau kemana saja gaji selama ini kamu habiskan. Untukku dan Daffa hanya kamu beri gaji sisa, sedangkan untuk Adik dan keponakanmu. Kamu beri segalanya. Sadar, Mas! Kamu udah nikah.""Ingat! Kalau kamu jatuh sakit atau mati. Tangan inilah yang merawat kamu! Bukan mereka. Daffa lah yang akan mendoakan kamu sampai hari akhir, bukan keponakan kamu!"Aku berteriak histeris berusaha menyadarkan Mas Arman dari belenggu Lela dan Ibu. Bukan aku tidak memperbolehkan Mas Arman berbagi rejeki dengan saudaranya sendiri. Hanya saja dia tidak adil pada kami.Dia memberikan apa saja yang Lela dan Ibu pinta. Tapi tidak dengan aku dan Daffa. Aku seperti harus mengemis dulu jika meminta sesuatu pada Mas Arman. Padahal tanggung jawab utamanya kami."Dasar wanita gila," hardik Ibu menatap ke arahku."Anda yang gila, ingat anak anda ini sudah beristri!" balasku menatap
KETIKA ISTRI BERHENTI PEDULIPart 14POV Naya"Kamu boleh pergi, tapi jangan bawa mobilku, Nay." Mas Arman terus berteriak dari belakang. Tapi itu sama sekali tidak membuatku takut atau berubah pikiran.Saat sudah sampai di dalam mobil, aku menurunkan kaca agar mereka bisa mendengar suaraku."Mas, mobil ini di beli oleh Abu dan Umi. Ayah dan Ibuku. Bukan Ibu kamu. Jadi ini mobilku, bukan mobil kamu ataupun Ibu kamu. Jadi jangan melarangku!"Setelah mengatakan itu, aku langsung menginjak pedal gas. Tidak aku pedulikan lagi umpatan demi umpatan mereka. Aku tau Mas Arman sangat menyayangi mobil ini. Buktinya dia merawatnya dengan baik.Begitu juga dengan Ibu dan Lela. Mereka sangat bangga melihat anaknya sudah memiliki mobil pribadi sendiri. Bahkan mereka selalu mengajak kesana kemari saat pertama kali mobil ini dibeli.Aku ingat dulu, ketika ada acara ngunduh mantu tetangga. Kami semua pergi satu mobil dengan Ibu dan juga Lela. Tetapi Ibu dengan kuat menarik tanganku menyuruhku untuk du