KETIKA ISTRI BERHENTI PEDULI
Part 5
"Kadang nih ya, Man. Bisa saja itu trik dari istri kamu. Biar rumah tangga kalian bubar, terus dia bisa nikah lagi deh sama laki-laki lain," lanjut Ibu lagi.
Aku jadi teringat tentang kata-kata Naya tadi. Saat dia mengatakan ingin pulang ke rumah Abi. Aku mengepalkan tangan kuat, ini tidak bisa dibiarkan.
"Jadi aku harus gimana, Bu?" tanyaku bingung.
"Ya kalau dia minta ceria kamu ceraiin aja. Lagian Ibu nggak suka sama dia," ucap Ibu yang spontan membuatku menggeleng kepala kuat.
"Percuma, Buk. Mau Ibu bilang apapun tentang Mbak Maya, Bang Arman nggak akan percaya," celutuk Lela yang tiba-tiba keluar dari kamarnya.
"Iya, Ibu tau. Tapi kan Ibu cuma mengingatkan Abangmu. Kalau cuma dijadikan angin lalu yowes nggak papa," balas Ibu sambil mencebik mulutnya.
Tidak ada yang bisa aku lakukan. Lebih baik aku diam saja, daripada masalah bertambah runyam. Pikiranku sangat kacau saat ini.
Di satu sisi aku seperti meyakini jika yang dikatakan oleh Ibu barusan benar. Jika Naya sudah berubah. Dan perubahan besar itu terjadi pasti karena pengaruh seseorang.
Tapi di sisi yang lain. Jauh di lubuk hatiku. Aku yakin jika Naya tidak akan mengkhianatiku. Mengingkari janji suci kami. Apalagi saat ini kami sudah di karuniai seorang anak.
"Tuh liat aja, Bu. Wajah Bang Arman terlihat ragu-ragu," ucap Lela lagi yang membuatku terkejut.
Aku pun menjadi salah tingkah karena ucapan Lela barusan. Ada baiknya memang aku pulang dan istirahat. Karena semakin lama disini akan semakin membuatku bingung.
"Yasudahlah, Lela. Biar saja dia menanggung akibatnya sendiri," balas Ibu acuh.
"Aku permisi aja deh, Bu. Besok akan aku bicarakan lagi sama Naya dirumah. Sekarang sudah larut," pamitku lalu berjalan keluar rumah.
Kuambil payung yang tadi aku letakkan di luar rumah Ibu. Hujan turun semakin deras. Aku memang kenyang, tapi rasanya tidak puas. Apa sebaiknya aku tanyakan saja sama Naya tentang tuduhan Ibu.
Atau aku menyelidiki semuanya sendiri. Tapi jika mengingat kesibukanku tidak mungkin aku menyeledikinya sendiri. Atau aku tanyakan saja langsung pada Naya. Sekalian aku mau lihat seberapa jujur dia padaku sekarang.
Dijalan pulang pikiranku terus berkecamuk. Bagaimana tidak, rasanya rumah tanggaku tidak pernah mengalami masalah serumit ini.
"Ah, sebaiknya aku ke warung dulu untuk beli beras buat besok," gumamku sendiri ketika melewati warungnya Mpok Atik. Sekalian aku mau menanyakan apakah Naya tadi beli beras disini atau tidak.
"Mpok, berasnya dong," ucapku ketika sudah berada di dalam warungnya. Karena ini warung kecil, jadi hanya menyediakan beras kiloan.
"Berapa, Man?" tanya Mpok Atik balik.
"Sekilo aja, Mpok."
"Emang beras tadi nggak cukup?" tanyanya sambil memasukkan beras ke dalam plastik kemudian menimbangnya pada timbangan.
"Eump…." Jawabanku tergantung di udara. Karena memang aku tidak tau harus menjawab apa.
Pikiranku malah tertuju pada cerita Naya dan Ibu tadi. Berarti benar tadi Naya sudah beli beras.
"Nih, 15rebu aja," ucap Mpok Atik menyodorkan aku plastik berwarna hitam. Aku menerimanya kemudian memberikan satu lembar uang dua puluh ribu.
Mpok Atik dengan cekatan menerima uang dariku dan kembali menyodorkan uang sebesar lima ribu untukku sebagai kembalian.
Saat sampai dirumah, aku mendengar suara Daffa menangis. Sudah jadi kebiasaan memang, jika dia menangis setiap malam.
Aku menyimpan payung di teras rumah. Kemudian mencuci kaki pada kran air yang berada di luar. Kemudian duduk sebentar di kursi luar rumah. Karena Naya selalu marah jika aku pulang malam-malam begini langsung masuk kedalam rumah.
Katanya ada jin yang mengikutiku dan 'dia' akan ikut serta kedalam rumah. Jika biasanya ucapannya itu tidak aku pedulikan. Malam ini aku memilih menurut saja. Karena aku tidak ingin bertengkar lagi dengannya.
Apalagi jika aku masuk ke dalam. Pasti Naya akan meminta bantuanku untuk bergantian menggendong Daffa. Bukannya aku tidak mau menggendong anakku sendiri. Hanya saja kata Ibu itu memang tugasnya Naya sebagai seorang Ibu.
Aku sudah seharian capek kerja banting tulang. Masak aku harus kembali mengerjakan pekerjaan rumah dan menjaga anak. Yang benar saja?
Sudah sepuluh menit aku duduk di luar. Tapi tangis Daffa masih saja terdengar. Aku putuskan untuk masuk dan melihat apa yang terjadi.
Ternyata Naya sedang menyusui Daffa sambil berdiri. Dia menggoyangkan badannya seperti sedang mengayun Daffa.
Dia menatapku sekilas kemudian kembali fokus pada Daffa. Tumben sekali dia tidak meminta bantuanku untuk membantunya. Benar kata Ibu, Naya berubah menjadi lebih dingin.
Aku putuskan untuk ke dapur untuk menyimpan beras yang aku beli tadi dan juga untuk minum. Padahal aku tidak haus. Tapi sengaja agar Naya menanyakan aku dari mana. Atau dia meminta bantuanku untuk menggendong Daffa.
Sudah dua gelas air yang aku minum. Tapi Naya masih saja fokus sama Daffa. Dia sama sekali tidak memperdulikan kehadiranku. Kesal.
Karena dia sedang berada di ruang TV. Aku juga pura-pura ingin menonton TV. Padahal jujur aku sudah sangat ngantuk. Tapi apa daya, rasa penasaran kenapa Naya tidak meminta pertolonganku lagi lebih besar dari rasa ngantuk.
Sholallah ala muhammad
Shollallah alaihi wasallam
Shollallah ala muhammad
Waala alaihi wasallam
Rabbi faj'al mujtama'na
Ghoyatuhusnul khitami
W*'thina maqod sa alna
Min atho ya kaljisani
Tholaal badru alayna
Mintsani yatilwada
Wajaba syukru alaina
Madaa lillahida
Ayyuhal mabu tsufina
Jitabil amril mutho
Jitasyaroftal madinah
Marhaban ya khoirodai
Naya menggendong Daffa sambil bersalawat. Suaranya sangat merdu, mendayu-dayu hingga membuatku terlena.
Dia bukan hanya cantik, tapi juga Soleha. Oleh sebab itu dulu aku menolak dijodohkan dengan Intan oleh Ibu. Karena aku bukan hanya mencari istri. Tapi juga Ibu untuk anak-anakku.
Tangisan Daffa mereda. Dia tidak lagi menangis. Aku rasa dia sekarang sudah tidur. Naya membawa Daffa ke dalam kamar.
Aku beranjak dari duduk. Mematikan televisi dan mengikuti langkah Naya ke kamar. Sebaiknya besok saja aku menanyakan masalah yang dikatakan Ibu dan Lela tadi.
*
Aku menggeliat ketika cahaya matahari mulai menyilaukan mata. Aku terbangun karena silauannya. Kulirik pandanganku pada jam weker yang berada di atas nakas.
"Astaghfirullah." Sontak aku terkejut melihat jam yang sudah menunjukkan pukul tujuh pagi.
Aku segera bangun dari tidur dan berlari ke kamar mandi. Hanya mencuci muka dan menggosok gigi. Tidak mungkin aku mandi lagi, karena pasti aku akan terlambat ke kantor.
Ini pasti karena semalam aku telat tidur. Belum lagi tengah malam tadi Daffa kembali menangis. Kata Naya karena sedang tumbuh gigi.
Setelah siap dengan pakaian dan tas kantor. Aku segera keluar kamar untuk melihat dimana Naya.
"Nay, kenapa kamu nggak bangunin aku sih. Kamu tau nggak aku telat," bentakku ketika melihat Naya sedang menyuapi Daffa.
"Aku udah bangunin kamu tadi. Kamu aja yang nggak mau bangun," jawab Naya tanpa melihat kearahku.
"Tapi kamu kan bisa paksa aku bangun kayak hari-hari biasanya. Alasan aja, bilang aja kamu mau aku dipecat kan?" bentakku lagi sambil memakai sepatu kantor.
"Ini kenapa sepatuku kotor banget? Kamu nggak semir ya?" tanyaku lagi ketika melihat sepatuku sangat kotor dan apek.
Biasanya setiap hari Naya akan menyiapkan baju kerja. Bukan hanya itu, dia juga akan menyiapkan sepatu yang sudah dia semir di depan pintu.
Aku hanya tinggal mandi, pakai baju, sarapan dan berangkat kerja. Tapi sekarang semuanya aku urus sendiri. Mana baju kerja yang aku pakai sekarang kusut.
"Nggak sempat, Mas," jawab Naya acuh. Dia terus saja menyuapi Daffa dan bermain-main dengannya.
"Aaggrrhhh!"
Daripada aku terus meladeninya yang mulai gila itu. Lebih baik aku sarapan. Mengisi lambung agar tenaga terisi penuh.
Akhirnya pagi ini ada sarapan untukku. Padahal aku tadi sudah was-was jikalau Naya masih mogok masak.
"Kamu baik-baik dirumah. Jangan kemana-mana tanpa ijin dariku, ingat itu!" tegasku pada Naya saat akan berangkat kerja.
"Iya, aku kan kamu nikahi untuk jadi Irt sekaligus ART," jawab Naya halus tapi menyakitkan.
"Kamu nyindir aku?" Aku kembali membalikkan badan melihat kearahnya dengan tatapan tajam.
"Nggak, emang kamu ngerasa?" tanyanya balik yang membuatku tertegun.
"Kamu tau nggak kesalahan kamu hari ini banyak banget," bentakku.
"Dengar ya, Mas. Aku itu capek tau nggak. Aku capek selalu peduli sama kamu. Aku itu capek bersikap baik seperti pengemis. Padahal kamu itu suamiku, tapi rasanya seperti orang lain!"
Deg!
KETIKA ISTRI BERHENTI PEDULIPart 6POV Naya"Iya, aku kan kamu nikahi untuk jadi Irt sekaligus ART," jawab Naya halus tapi menyakitkan."Kamu nyindir aku?" Aku kembali membalikkan badan melihat kearahnya dengan tatapan tajam."Nggak, emang kamu ngerasa?" tanyanya balik yang membuatku tertegun."Kamu tau nggak kesalahan kamu hari ini banyak banget," bentakku."Dengar ya, Mas. Aku itu capek tau nggak. Aku capek selalu peduli sama kamu. Aku itu capek bersikap baik seperti pengemis. Padahal kamu itu suamiku, tapi rasanya seperti orang lain!"Deg!*********Surga perempuan ada pada Ibunya. Namun ketika dia sudah menikah, surganya ada pada suaminya. Sebaliknya, surga seorang laki-laki tetap berada pada Ibunya. Sampai kapanpun.Itulah kata-kata yang selalu diucapkan oleh Ibu mertua padaku. Tidak pernah sekalipun kata-kata itu terlewatkan dari bibirnya.Jika dulu aku hanya menunduk dan mengangguk semua perintahnya. Tidak dengan sekarang. Aku sudah lelah, aku tersiksa.Setelah pertengkaran ta
KETIKA ISTRI BERHENTI PEDULIPOV NayaPart 7"Ingat, Bu. Sampai kapanpun aku akan tetap mempertahankan rumah tanggaku. Selama Mas Arman tidak main perempuan, berjudi dan melakukan kekerasan," tegasku sambil menunjuk kearah Ibu."Kamu akan segera bercerai dengan Arman!" teriak Ibu lagi sambil maju menarik kerah bajuku."Ada apa ini?" Tiba-tiba Mas Arman masuk ke dalam rumah yang membuat kami terkejut.Melihat situasi yang menegangkan, aku langsung menjatuhkan diriku sendiri ke lantai. Seakan-akan Ibu mendorongku dengan kuat, agar Mas Arman bisa menilai sendiri bagaimana perlakuan Ibu padaku."Auw…." ringisku pura-pura kesakitan."Ibu! Apa yang Ibu lakukan!" Mas Arman membentak Ibu yang gelagapan."Ini tidak seperti yang kamu pikirkan, Man," ucap Ibu berusaha menjelaskan semuanya.Sepertinha Mas Arman tidak memperdulikan penjelasan Ibu. Dia menghampiri dan memegang kedua tanganku untuk berdiri kembali."Kamu nggak papa?" tanya Mas Arman saat aku sudah berdiri kembali.Aku hanya menjawab
KETIKA ISTRI BERHENTI PEDULIPart 8POV Naya"Berhenti kamu. Kalau kamu mau saya maafkan, sekarang juga cium kaki saya dan minta maaf," lirih Ibu mencengkal tanganku.Tangisan Daffa semakin menjadi, tapi aku tidak bisa pergi karena dihadang oleh Ibu. Mas Arman mengangguk padaku, tanda dia menyuruhku untuk bersujud di kaki Ibu.Aku memegang tangan Ibu dengan tanganku yang satu lagi. Kemudian aku melepas cekalan tanganku."Maaf, Bu. Saya tidak salah, dan untuk saat ini. Menggendong Daffa lebih penting daripada bersujud di kaki orang yang memfitnahku," tegasku kemudian langsung berjalan cepat ke kamar.*Setelah pertengkaran tadi, akhirnya Ibu pulang setelah Mas Arman memaksa. Dari dalam kamar aku bisa mendengar jika Ibu ingin mengatakan sesuatu. Tapi Mas Arman menolak mendengar, karena sedang terburu-buru katanya.Aku kembali menagis mengingat jalan hidup yang harus aku alami. Kuusap lembut surai hitam Daffa."Sabar, Nak. Semua akan baik-baik saja, ada Ibu," gumamku pelan sambil mengecu
KETIKA ISTRI BERHENTI PEDULIPOV NayaPart 9"Nay, aku mau ngomong," ucap Mas Arman padaku."Ngomong aja," jawabku ketus."Besok kamu kerumah Ibu untuk meminta maaf. Agar hubungan kalian segera membaik, aku capek terus begini," lirih Mas Arman yang membuatku tersenyum sambil menangis.Setelah memastikan Daffa sudah tidur. Aku bangkit dari pembaringan. Menatap Mas Arman dengan rasa tidak percaya. Inikah laki-laki yang kupilih menjadi suami?"Kamu pikir cuma kamu yang capek, Mas? Kamu pikir cuma kamu yang lelah? Aku juga. Aku hampir gila menghadapi Ibu dan Adikmu itu," tampikku geram."Apa susahnya sih kamu minta maaf, Nay? Kamu cuma perlu datang dan bilang 'maaf'," jawab Mas Arman mengangkat kedua tangannya sambil menggoyangkan kedua jarinya seperti tanda petik."Susah, menurutku itu susah. Kalau kamu mau aku minta maaf, itu akan selamanya menjadi harapan kalian," ucapku pelan kemudian berjalan mengambil ponsel yang dari tadi aku charger.Rencananya aku akan melanjutkan beberapa bab ma
KETIKA ISTRI BERHENTI PEDULIPart 10POV Naya"Mpok, Bu Narsih siapa?" tanyaku penasaran setelah beberapa orang di sini sudah pulang."Eump… itu." Mpok Atik terlihat gugup saat aku menanyakan siapa Bu Narsih."Mpok, ini berapaan? Sama tolong parutan kelapanya satu ya," ucap seorang Ibu-ibu yang membuat perhatian Mpok Atik beralih."Iya, Buk. Saya parut sekarang," jawab Mpok Atik pergi meninggalkan aku dan Ibu-ibu tadi. Suara mesin parut kelapa nyaring terdengar. Membuat Daffa merasa tidak nyaman, apalagi sekarang sangat panas.Aku memilih pulang saja kerumah, nanti jika warung Mpok Atik sedang senggang akan aku tanyakan kembali.*Setelah selesai memasak, aku memilih menidurkan Daffa sambil mengASIhi. Kutepuk pelan punggungnya agar dia segera tertidur.Tidak sadar aku hampir saja tertidur bersama Daffa. Sayup terdengar suara gaduh dari luar, siapa ya siang-siang begini."Tidak bisa, Bu. Barang ini COD, jadi bayar dulu kalau mau nerima," ucap seorang laki-laki di depan rumahku."Saya I
Jangan Lupa Subscribe dan Follow ya sahabat! 💜😘KETIKA ISTRI BERHENTI PEDULIPart 11POV Naya"Jangan macam-macam ya kamu. Kamu itu cuma anak kemarin sore yang menikah lalu jadi bagian keluarga yang tidak diharapkan. Jadi jangan pernah ungkit nama wanita itu lagi," teriak Ibu berang.Aku terkejut melihat reaksi Ibu. Di luar dugaan, aku pikir Ibu akan melemah karena aku tahu rahasianya. Tapi nyatanya malah seperti ini."Siapa yang mengatakannya padamu? Si Atik itu? Tunggu saja dia akan mati di tanganku," teriak Ibu lagi sambil melipat lengan bajunya.Aku hanya bisa menelan Saliva yang terasa kering. Astaghfirullah, apa yang harus aku lakukan."Kenapa Ibu terlihat sangat marah? Siapa sebenarnya Bu Narsih?" Jujur saja, sebenarnya aku sangat takut jika Ibu marah. Karena dia termasuk perempuan yang barbar.Dulu ketika pertama kali aku dikenalkan oleh Mas Arman pada Ibu dan Lela. Perasaanku sudah merasa tidak enak. Bagaimana tidak, Ibu masih terlihat muda dan awet."Kamu nggak tau siapa N
KETIKA ISTRI BERHENTI PEDULIPart 12POV ArmanBrak!Aku melempar tas kerja ke sembarang arah. Moodku benar-benar buruk akhir-akhir ini. Bagaimana tidak, banyak sekali keluhan Ibu dan Lela tentang Naya. Ketika aku menegur Naya, yang ada malah keluhan balik yang disampaikan.Aku mengusap wajah dengan kasar. Jika aku membela Ibu, maka Naya mengancam akan pergi dari rumah ini. Tapi jika aku membela Naya, maka aku akan disebut anak durhaka.Entah mengapa satu bulan ini Naya menjadi lebih agresif. Dia tidak lagi mau mengalah pada Ibu dan Lela. Padahal apa susahnya dia pergi kerumah Ibu dan meminta maaf sebagaimana mestinya.Benar kata Ibu, tidak mungkin dia yang kesini lalu meminta maaf pada Naya, menantunya sendiri. Ini bukannya minta maaf, Naya malah semakin membuat masalah.Seperti tadi, Lela mengirimkan aku foto mobil anak aki. Mobil yang harganya sekitar tiga juta. Lela mengatakan jika mobil itu hadiah ulang tahun untuk Daffa yang belikan oleh Naya.Pertamanya aku tidak yakin jika Nay
KETIKA ISTRI BERHENTI PEDULIPart 13"Dan kamu, Mas. Kamu nggak perlu tau dari mana aku mendapatkan uang sebanyak itu. Karena aku juga tidak tau kemana saja gaji selama ini kamu habiskan. Untukku dan Daffa hanya kamu beri gaji sisa, sedangkan untuk Adik dan keponakanmu. Kamu beri segalanya. Sadar, Mas! Kamu udah nikah.""Ingat! Kalau kamu jatuh sakit atau mati. Tangan inilah yang merawat kamu! Bukan mereka. Daffa lah yang akan mendoakan kamu sampai hari akhir, bukan keponakan kamu!"Aku berteriak histeris berusaha menyadarkan Mas Arman dari belenggu Lela dan Ibu. Bukan aku tidak memperbolehkan Mas Arman berbagi rejeki dengan saudaranya sendiri. Hanya saja dia tidak adil pada kami.Dia memberikan apa saja yang Lela dan Ibu pinta. Tapi tidak dengan aku dan Daffa. Aku seperti harus mengemis dulu jika meminta sesuatu pada Mas Arman. Padahal tanggung jawab utamanya kami."Dasar wanita gila," hardik Ibu menatap ke arahku."Anda yang gila, ingat anak anda ini sudah beristri!" balasku menatap