Tina marah. Apa lagi Jason menyebut nama Lisa dan membandingkan dirinya dengan saudari tiri cacat itu. Dia bahkan menggertakan rahangnya, menunjukkan jika dirinya marah besar.
“Apa yang kamu lakukan, Jason? Kenapa kamu masih menyebut nama wanita cacat itu?” kata Tina dengan suara tinggi. “Kamu tidak menghargaiku!”
Tangan Tina lantas meraih kotak bekal yang dibawanya, lalu ditumpahkan di hadapan Jason. “Dulu kamu sangat suka masakanku dan selalu menghabiskannya tanpa sisa.”
“Aku bisa menerimanya jika kamu lupa dengan rasa masakanku, tapi membandingkannya dengan Lisa,” geram Tina meluapkan kekesalannya. “Aku tidak bisa menerimanya!”
Suara Tina memekik tinggi, hingga membuat telinga Jason berdenging. Jason tahu Tina terkadang emosional, tetapi saat ini dia pun tengah kesal. Akan tetapi Jason sadar, sudah melakukan kesalahan.
“Maafkan aku,” ucap Jason datar, bahkan dia enggan melihat wajah Tina.
“Tiba-tiba saja perutku menjadi kenyang dan tak berselera makan, jadi aku tak punya tenaga untuk meladeni kekesalanmu.”
Kemudian Jason langsung berbalik dan tak sedikit pun melihat wajah marahnya Lisa. “Aku akan pergi ke kantor dan mencari sarapan di jalan. Kamu bisa pulang sendiri,” kata Jason lagi.
“Apa? Jason, ada apa denganmu?” Tina memekik kesal dan marah.
Jason benar-benar mengabaikannya dan masuk ke kamarnya untuk berganti pakaian, bersiap kerja. Tina mengejar, tetapi pintu kamar Jason terkunci. Dia menggedor pintu dan berteriak agar Jason membuka pintu.
Sayangnya percuma saja. Akhirnya Tina pun memilih keluar dari rumah Jason dengan perasaan marah. “Apa yang sudah dilakukan wanita cacat itu, hingga Jason berani membandingkan aku dengannya. Sungguh, aku tak bisa menerimanya.”
“Kukira, hubunganku dengan Jason akan lebih baik setelah saudari cacatku itu pergi. Lihatlah sekarang!”
Wajah Tina merah padam. Ingin rasanya ia memekik memaki Lisa dan menjambak rambutnya. Namun, ponselnya berbunyi saat ia sudah berada di depan jalan keluar villa Jason.
Tina baru saja memesan taksi online agar bisa cepat pergi. Segera, Tina menjawab telepon tersebut. Telepon dari manajernya.
“Ada apa?” tanya Tina ketus.
“Hei, kenapa kamu belum juga tiba di lokasi pemotretan? Kamu lupa hari ini ada jadwal pemotretan? Aku mengirim Lian untuk menjemputmu di rumah agar tidak terlambat, tetapi ibumu bilang kamu sudah berangkat.” Suara Nick Jownly—managernya marah dari balik telepon.
“Maafkan aku, Nick. Aku ada urusan pribadi ... sebentar lagi aku akan segera sampai.”
“Awas saja kalau kamu datang terlambat! Aku bisa mencari model lain yang lebih muda dan profesional. Jangan merasa kamu sudah menjadi model internasional, lalu bersikap sesuka hati!”
Panggilan telepon langsung terputus saat Tina terkejut dengan ancaman Nick. Ia pun memekik marah. Pagi ini, dia benar-benar sial, membuat moodnya menjadi buruk.
Untunglah taksi yang dipesannya sudah tiba. Tina pun segera masuk dan memberi perintah pada sopir untuk segera pergi. Namun saat taksi itu hendak berangkat, Tina melihat mobil Jason mendahuluinya.
“Oh Tuhanku, apa ini? Jason pasti melihatku memasuki taksi, tetapi dia mendahuluiku dan tak menawari tumpangan. Kenapa dia menjadi sangat menyebalkan.”
Tina semakin kesal. Kemudian ia mengeluarkan ponselnya dan menghubungi Jason. Dia tak bisa lagi menahan rasa marahnya lebih lama.
“Jason, kamu sungguh keterlaluan!” Tina langsung marah setelah Jason menjawab sambungan teleponnya.
“Maafkan aku, Tina. Aku sedang terburu-buru,” jawab Jason sebelum Tina selesai menyelesaikan ucapan berisi kemarahannya. “Aku akan menemanimu makan siang sebagai permintaan maafku.”
“Sungguh?”
Wajah Tina langsung merah merona dan tersenyum senang. Tina tahu Jason pandai membujuknya. Hanya dengan ajakan makan siang, artinya Jason menyadari kesalahannya dan berusaha memperjuangkannya. Jadi, mereka bisa semakin dekat.
“Baiklah. Aku terima permintaan maafmu ... kamu harus menepati janjimu!”
“Tentu saja. Aku tak akan lupa.”
Kini Tina tersenyum senang dan bisa melewati hari ini dengan bahagia. Lisa pun sedang bahagia berkumpul dan sarapan bersama dengan anak-anak panti asuhan. Suasana hangat dan haru yang selama ini tak ia dapatkan selama tinggal di villa Jason, kini ia dapatkan di panti asuhan bersama bibi Maria.
Lisa sadar, tak bisa selamanya tinggal di sana. Walaupun Maria tak merasa keberatan dan justru senang, sebab Lisa membantunya mengurus panti asuhan. Bukan alasan itu saja, dia takut Maria tahu jika Lisa sedang sakit keras.
Tiga bulan sisa hidupnya, ingin ia nikmati dengan bahagia tanpa mengkhawatirkan orang-orang yang disayanginya. Tak boleh ada yang mengetahui sakitnya.
“Lisa, jangan pikirkan biaya apapun. Aku senang kamu di sini dan membantu. Jika kamu butuh uang, katakan saja padaku ... kamu tak perlu bekerja!” pinta Maria saat Lisa beralasan ingin bekerja dan mengutarakan niatnya untuk pindah.
“Tidak, Bibi. Aku tidak ingin menyusahkanmu! Aku ingin bekerja dan membiayai hidupku sendiri ... rasanya itu membuatku sangat bersemangat, Bibi,” ungkap Lisa dengan mata berbinar, seolah membayangkan hal tersebut adalah sesuatu yang membahagiakan.
“Bibi Maria tak perlu cemas! Aku akan tinggal di apartemen di seberang jalan sana!” sambung Lisa, sengaja ia menunjukkan wajah penuh semangat agar Maria tak mencemaskannya.
Maria pun terkejut dan tak percaya dengan ucapan Lisa, tetapi wajah semangat Lisa membuatnya tersenyum bangga. “Itu adalah apartemen mewah, Lisa. Kamu sungguh akan tinggal di sana?” tanyanya seolah tak percaya.
“Tentu saja! Bukankah Bibi tahu kalau sebenarnya aku adalah anak orang kaya dan suamiku juga orang kaya,” jawab Lisa meyakinkan. Dia lantas mendekat pada Maria lalu berbisik memberikan lelucon. “Karena mereka tak menyukaiku dan selalu mengejekku wanita cacat, diam-diam aku mencuri uang mereka.”
Lisa tertawa. Dia tahu Maria pasti tak akan percaya leluconnya. Namun, Maria ikut tertawa. Wanita itu pikir, Lisa pasti ingin menikmati hidupnya.
“Baiklah! Bibi akan mengizinkanmu tinggal di sana.” Ucap Maria lalu mengecup kening Lisa hangat.
Senyuman Lisa langsung terukir sempurna. Hatinya perih, ia sudah berbohong. Uangnya tak akan cukup membayar sewa apartemen di sana, bahkan untuk menyewa satu hari pun tak akan bisa. Biarlah dia akan mencari tempat lain, yang penting Lisa tak ingin membuat Maria cemas.
Lisa hendak membuka mulutnya, tetapi Ryan menggeleng, isyarat dia belum selesai dengan ucapannya. Namun, Jason menyela. “Ryan, kamu tak perlu melakukan ini semua! Kamu berlebihan dan hanya akan membuat semua ini tak nyaman. Kita juga pernah membahas ini, bukan? Jangan membebani Lisa!”“Tidak, Jason! Justru aku harus melakukan ini semua. Kalian masih saling mencintai dan aku tak ingin terjebak dengan rasa bersalah di sisa hidupku.” Suara Ryan tegas tanpa keraguan.“Aku sadar, kalau kalian sebenarnya saling berkorban, menjaga hati agar orang yang kalian cintai tak terluka. Namun, itu tidak benar! Aku tak ingin terlihat egois, Jason. Lisa tak akan bahagia jika terus bersamaku. Di dalam hatinya Lisa hanya ada kamu ... Jason Abraham!” Ryan menambahkan dengan tegas dan penuh keyakinan. “Kamu tahu kebahagiaanku adalah me
Ryan terdiam dan termenung setelah Alexandra pergi. Tentu saja semua ucapan Alexandra memang benar. Beberapa ingatan mencuat seolah memberikan dukungan dengan semua ajakan Alexandra.Terutama tentang Lisa. Ryan menemukan sebuah obat yang merupakan alat kontrasepsi darurat. Saat itu dia berpikir Lisa memang belum siap untuk hamil atau memang karena mereka belum menikah.“Sepertinya itu alasan hatinya Lisa. Dia pasti masih belum melangkah maju dari Jason,” gumam Ryan mencoba menyimpulkan.Dulu, dirinya dirundung ambisi yang tinggi untuk mendapatkan Lisa. Apa lagi saat tahu jika Lisa yang selama ini dicintainya, ternyata disakiti oleh lelaki lain. Tujuan awalnya yang hanya ingin melindungi berubah menjadi ambisi.Semuanya berubah setelah melihat bagaimana Lisa m
“Biarkan dia masuk!”Ryan yang sudah berada di kantornya terlihat ragu dan bingung saat sekretarisnya mengatakan seorang wanita ingin bertemu dengannya. Wanita itu mengatakan ingin membahas tentang Lisa. Dia pun melihat rupa wanita itu dari CCTV, tetapi tak mengenalnya.“Mungkin itu teman masa kecil Lisa atau memang dulu mengenalnya?” gumam Ryan meyakinkan dirinya.Bukan tanpa alasan, sejak Lisa tinggal di panti asuhan, dia selalu terbuka padanya. Wajar saja jika Ryan mengenal siapa saja yang mengenal Lisa dengan baik. Seingatnya, Lisa tak banyak memiliki teman.“Silahkan masuk!” seru Ryan mendengar pintu ruangan kerjanya diketuk.Wanita cantik anggun dan berkelas melangkah tanpa ragu
“Bukan tentang Sean, tetapi tentang kamu.” Olivia menjawab dengan wajah serius.Lisa tampak terkejut dan bingung. Namun, dia tak punya pilihan untuk menolak mendengar penjelasan Olivia. Mereka berbincang sebentar di dalam mobil sesuai permintaan Olivia.“Sejujurnya ini semua berawal dari keegoisanku, Lisa. Seharusnya aku memperlakukanmu dengan baik dan lebih sering memberikan ucapan terima kasih,” kata Olivia memulai pembahasan berat.Olivia terdiam sejenak, menghirup napas dalam, mengingat pembahasan dengan Lisa akan sangat panjang. Lisa pun hanya diam dan menyimak. Dia memberikan kesempatan pada Olivia menjelaskan semua isi hatinya.Tak tahu apa intinya perbincangannya, yang jelas Lisa merasa was-was. Jantungnya terasa berdebar kencang, te
Tina ditemukan meninggal esok harinya. Dia bunuh diri menegak cairan pembersih toilet. Tak ada yang menangisi kematiannya.Mike, ayahnya bahkan merutuki perbuatan bodoh Tina. “Kenapa kamu menjadi lemah, Tina? Seharusnya kamu berpikir mencari cara agar bisa bebas.”“Sepertinya aku terlalu memanjakannya sehingga Tina tak bisa menjadi pintar.”Namun, Mike tetap berpura-pura merasa sedih dan menangis kencang saat polisi mengizinkan melihat jasad Tina untuk yang terakhir. Mike meminta agar kematian Tina diusut dan mencari penyebab bunuh dirinya, tetapi permintaannya tak dikabulkan. Padahal dia berpikir, mungkin saja bisa meringankan hukuman untuknya.“Tak ada keanehan pada Katrina Wilde. Dia pasti merasa tertekan dan putus asa karena semua kejaha
“Untuk apa kau menemuiku? Apa belum puas melihatku menderita?” Suara Tina sinis dan ketus. Wajahnya lemas dan penuh keputusasaan.Jenifer menuntut Tina menipu dan menapuasi kontrak. Tentu saja Jenifer bisa melakukannya sebab uang pembayaran untuk Tina sudah diterima. Dengan bukti yang tersiar secara langsung saat jumpa pers Tina, membuat tuntutan kuat dan tak terbantahkan.Tina juga terjerat tuntutan Nania, sebagai kaki tangan Mike pada kasus penipuan. Semuanya membuat Tina tak akan bisa lolos dari jerat hukum. Dia juga dibenci dan dihujat para penggemarnya.Nama Tina langsung meredup. Semua usahanya sia-sia dan dia kini sendirian dalam kesengsaraan. Nania pun memastikan Tina tak berada dalam gedung yang sama di penjara. Terakhir dari Ryan.Sesuai yang direnc