Aku meninggalkan makanan yang baru habis setengah di piring, langsung keluar untuk bertemu dengan Riko di tempat biasa kami nongkrong. Riko si mantan playboy sejati, punya segala solusi untuk menaklukkan hati wanita. Biarpun masa lalunya lumayan kelam, tapi setidaknya dia lebih baik dariku, dalam memperlakukan seorang wanita yang bergelar istri."Hai, Bro. Kenapa lagi lo?" tanya Riko saatku menghampiri meja di mana dia berada. "Tiara udah pergi," jawabku setelah menyesap kopi yang masih terasa hangat. Sepertinya Riko belum lama memesannya. "Pergi sendiri?" "Gue usir. Sepertinya benar dugaan lo. Tiara ingin menghancurkan rumah tangga gue.""Itu baru teman gue. Setidaknya lo udah menyadari siapa Tiara. Terus sekarang gimana dengan istri lo. Udah baikan?" Aku menghirup udara dalam-dalam sembari menatap sekeliling. Kok nyesak ya."Luna pergi ... lebih dulu dari Tiara.""Apa? Maksud lo ... pergi dari rumah gitu?" Riko tampak kaget dengan ucapanku. Aku tersenyum hambar."Tentu saja. S
Lalu, istri Pak Handoko itu siapanya Tiara. Dan ada hubungan apa antara papa dengan ibunya Tiara? "Bagus, Sayang. Kamu harus membalas penderitaan Nirmala melalui Luna. Luna harus menanggung akibat dari perbuatan ayahnya. Mereka tidak boleh lolos dari kita." Aku berdiri di balik pintu dengan tubuh gemetar. Perasaanku campur aduk, ada rasa marah sekaligus penasaran. Apa yang sudah papa lakukan pada wanita bernama Nirmala hingga Pak Handoko dan Tiara ingin menyakiti istriku. "Apa papa tahu, selama aku tinggal di rumah Dipta, Luna sudah cukup menderita sebenarnya. Selain membunuh anaknya, aku juga mengadu yang tidak-tidak sama Dipta. Mereka sering bertengkar, dan Dipta lebih sering menghabiskan waktu bersamaku ketimbang istrinya. Setiap hari aku begitu menikmati raut wajah terluka Luna, haha." Dasar iblis. Dadaku naik turun. Jadi, wanita iblis itu benar-benar menyakiti istriku selama ini. Kurang ajar. Sungguh aku tidak tahan berdiri di sini lebih lama.Aku tidak peduli dengan masa l
HAPPY READING 😊💖"Bu Luna tidak mau mengadukan penyebab keguguran beliau karena takut bapak akan marah dan menuduh Bu Luna memfitnah Tiara seperti sebelum-sebelumnya."Air mata tak lagi dapat dibendung mendengar kalimat demi kalimat yang keluar dari mulut Mbok Asih. Betapa bodohnya aku selama ini. Istriku pasti sangat menderita. Sayang, maaf!Tiara. Aku bersumpah tidak akan melepaskannya begitu saja. Mereka harus bertanggung jawab atas apa yang dialami istriku. Tapi, sebelum itu aku harus bisa mencegah keluarga Luna melayangkan gugatan cerai ke pengadilan dan membawa istriku kembali ke rumah ini. Bagaimanapun caranya. "Kalau emang lo ingin memperjuangkan Luna. Lo harus cepat bertindak, sebelum gugatannya sampai pengadilan. Bisa panjang urusannya ntar. Gue yakin orang tua Luna akan menggugat lo, Dipt. Sakit banget, Bro, ngeliat anak perempuan kita disakiti. Nah, gitu juga yang orangtua Luna rasakan." Setiap ucapan Riko selalu muncul pada sikon yang tepat. Kata-kata ajibnya begit
"KAMU! pekik Papa lantang dengan rahang yang mulai memerah.Membuatku sedikit gentar. Juga mama yang terlihat panik seketika. Ekspresi papa tidak setenang saat ke rumah untuk menjemput Luna. "Pa," mama menahan lengan papa saat hendak menghampiriku. "Minggir, Ma!" BUGH Ya, tangan mama terlepas dari lengan papa dan aku ... terhuyung ke belakang.Aku mengusap sudut bibir yang terasa begitu perih. "Pa, udah Pa! Cukup!" teriak mama kembali menahan papa yang ingin menyerangku. "Lepasin, Ma! Biar papa beri laki-laki tak berguna ini pelajaran. Gara-gara dia, aku selalu mendapati anakku menangis tengah malam!" "Pa, jangan emosi! Tenangin diri papa, ya! Nanti kesehatan papa terganggu." Luna menangis? Kali ini bukan lagi sudut bibirku yang terasa nyeri, tapi juga hati. Seperti terkena palu godam, dan dihancurkan berkali-kali. "Mau ngapain kamu ke sini? Kalau mau ketemu Luna, lebih baik pulang sana! Saya tidak akan pernah mengizinkan kamu menemuinya, bahkan melihatnya," ujar papa geram
Aneh.Aku semakin yakin ada yang sedang papa sembunyikan dari kami semuanya. Tapi, apa? Apakah sesuatu yang kriminal? Tapi, setahuku papa adalah orang yang baik selama ini. Entah dengan masa lalunya. "Iya, Pa.""Kur*ng ajar. Jadi, Handoko ingin menyakiti anakku? Dan ... wanita yang kamu bawa ke rumah adalah anaknya Handoko begitu? Untuk menyakiti Luna? Lihat saja! Aku akan membuat perhitungan dengan laki-laki itu" geramnya.Rahang papa tampak mengeras setiap kali menyebut dan mendengar nama Pak Handoko. Bahkan lebih parah daripada saat pertama kali melihatku tadi."Lebih tepatnya untuk mengadudombakan aku dengan Luna dan menghancurkan rumah tangga kami," sesalku."Itu karena kamu polos. Membawa wanita lain ke rumah dan mengabaikan istrimu. Dan lebih mendengarkan orang lain ketimbang istrimu sendiri," geramnya tertahan."Iya, Pa. Dipta mengaku salah. Tapi, Dipta bersumpah tidak memiliki hubungan apapun dengan Tiara, kecuali sebagai teman waktu itu. Mungkin cara Dipta yang salah karena
Kali ini suara papa terdengar lirih dan tercekat. Membuatku merasa iba. "Tidak pa! Ini bukan sepenuhnya salah papa. Andai aku menerima tawaran papa untuk bekerja di kantor dan berhenti dari kantor Pak Handoko, pasti tidak akan seperti ini. Andai aku tidak terlalu dekat dengan Tiara, Luna pasti tidak akan menderita dan kehilangan anak kami. Kesalahanku yang paling besar di sini, Pa. Karena terlepas misi balas dendam, aku juga baru tahu jika Tiara menyukaiku dan ingin merebutku dari Luna." "Apapun yang telah terjadi, jangan ulangi lagi kedepannya. Jagalah anak papa dengan baik. Jangan menyakitinya! Aku mencintainya melebihi diriku sendiri." Papa menepuk bahuku pelan. Seketika aku merasa lega. Papa mertuaku sudah kembali. Sosok yang sangat bersahaja. "Sekali lagi terimakasih, Pa. Sudah mau memaafkan Dipta dan memberi Dipta kesempatan," ujarku terharu. Mendadak suasana sore ini berubah damai dan menenangkan. Tak lagi mencekam seperti tadi."Sama-sama. Temuilah Luna. Tapi, papa tidak b
"M–mbok Asih ... kenapa? Sa–kit apa?" Terimakasih, Sayang.Aku begitu merindukan tatapan khawatir itu. Meski ... bukan untukku."Eum ... eum Mbok Asih kurang sehat dua hari ini. Tepatnya setelah kamu nggak ada, Sayang. Mbok sering mengeluh pusing, sakit kepala, bahkan tadi pagi sampai jatuh saat sedang bersih-bersih. Rasa sakitnya cuma hilang sebentar setelah minum obat, lalu kambuh lagi. Mungkin karena pengaruh usia. Bahkan semalam Mbok Asih sampai demam, dan manggil-manggil nama kamu, Sayang. Di rumah cuma ada Mas sama Pak Karni, kami nggak ngerti cara merawat orang sakit. Nggak mungkin kan Mas biarin Mbok pulang kampung, sementara di sana dia nggak punya keluarga. Mbok Asih cuma punya kita sekarang, yang udah dianggap seperti keluarganya. Terlebih kamu Yank, udah seperti anaknya." Aku menatap Luna lekat-lekat yang mungkin sedang mencerna atau malah bingung dengan perkataanku. Aku tahu ini salah, tapi aku tetap berharap istriku percaya. Sungguh, aku tidak bermaksud membodohi wan
Hening.Lunaku masih betah bersandiwara. "Mas tidak sadar kelicikan Tiara telah membuat Mas mengabaikanmu. Mengadu-domba kita, ingin memisahkan kamu dari Mas. Mas terlalu bodoh hingga tidak sadar, karena dalih balas budi malah melukai istri sendiri. Mengabaikan jeritanmu yang selalu mencoba menjelaskan bahwa alasan Tiara tidak masuk akal."Cup. Kukecup kepala Luna dengan dalam, kuelus rambut panjangnya dengan sayang. "Belakangan Mas baru tahu jika Tiara punya maksud tertentu. Belakangan Mas baru sadar, jika berada di posisimu begitu sakit. Belakangan Mas baru tahu dari Mbok Asih jika wanita ular itu yang telah membuat anak kita pergi. Mas baru sadar dan menyesal setelah kamu lelah dan pergi. Sangat terlambat. Tapi, Mas akan terus mencoba mendapatkan hati kamu lagi. Walaupun nanti Mas akan gagal, setidaknya Mas pernah berjuang," ujarku terisak mengingat anakku tidak lagi berada dalam rahim istriku. Dia sudah pergi bahkan sebelum aku sempat menimangnya. "Kemarin, di warung bubur aya