Share

7 Baru Sadar, Tapi Telat

Untuk membuatmu sadar atas suatu kesalahan, kenapa harus menunggu sampai waktu menempatkanmu pada posisi yang sama?

*****

Selama meeting berlangsung, aku berusaha keras untuk bisa melewatinya dengan baik. Meskipun perkataan Luna sewaktu di rumah terus mengusik pikiranku.

"Suka? Tentu saja tidak, Mas ... tentu saja aku tidak suka karena baru mengetahuinya sekarang. Mungkin jika aku tahu Emir menyukaiku dari dulu, aku sudah bahagia bersamanya. Bukan malah terjebak dalam pernikahan menyakitkan ini. Apa kamu tahu Mas, menjadi istrimu adalah hal yang kusesali ...."

Aku tidak bisa menahan diri mendengar Luna mengatakan menyesal menikah denganku selama ini, dan akan lebih memilih pria asing itu seandainya istriku masih punya kesempatan.

Tentu saja aku sangat murka mendengar wanita yang begitu kucintai membahas laki-laki lain di depanku. Bahkan membelanya.

Kemurkaan itulah yang akhirnya menjadi bumerang untuk diriku sendiri, aku telah menyakiti Luna dengan tanganku yang berakhir di pipinya. Sungguh aku menyesal.

Biarpun akhir-akhir ini kami sering berselisih paham, aku belum pernah mengasari istriku. Dan hari ini, aku baru saja menyakitinya.

Wajah sendu Luna sebelm dia berlari ke kamar dan meninggalkanku, terus tergambar jelas dalam pikiran.

Berdampak pada diriku yang lebih banyak membisu setelah meeting berakhir, dan hal itu juga yang membuat Riko berada di sini sekarang.

"Lo kenapa , Bro? Kok gue perhatiin kek nggak ada gairah hidup lo hari ini?" todongnya sembari mendaratkan tubuh di sofa.

Karena kondisiku yang tampak kacau telah terbaca olehnya, membuatku menceritakan semua pada Riko. Berharap ada solusi yang kudapatkan, lebih-lebih tentang sikap Luna.

Aku menjelaskan dengan lugas satu persatu. Tentang Tiara dan perubahan Luna pasca mengalami keguguran, hingga kejadian tadi ketika aku pulang ke rumah. Termasuk kata-kata Luna yang membuatku merasa takut hingga berakhir menyakitinya.

"Jadi selama ini Tiara tinggal di rumah lo? Dengan alasan nggak betah di rumahnya sendiri? Karena hanya ada pembantu?"

Riko mengulangi pernyataanku dalam bentuk pertanyaan. Laki-laki itu menatap tidak percaya. Bola matanya semakin melebar setelah aku membenarkan sesuatu yang seolah aneh menurutnya.

"Gila. Berani juga lo ya? Salut gue."

Aku mengernyit mendengar ucapannya yang seperti mengejek. Maksudnya apa?

"Lo tahu nggak, Bro. Tanpa lo sadari lo udah nyakitin istri lo. Jangan bodoh, Bro! Jangan sampai gara-gara merasa berhutang budi sama orang rumah tangga lo hancur.

Wajar Luna cemburu dan ngediemin lo. Apalagi alasan Tiara mau numpang di rumah lo sama sekali nggak masuk akal tahu nggak? Coba lo bayangin, kalau emang dia merasa nggak betah di rumahnya, 'kan dia bisa tinggal di rumah teman-temannya yang cewek, bukan sama lo yang beda jenis kelamin dan udah berkeluarga. Nggak etis sama sekali. Lo udah nyakitin Luna, Dipt," jelas Riko panjang lebar, yang terdengar seperti memojokkan.

Apalagi sampai menuduhku menyakiti Luna. Menurutnya, aku mengajak Tiara tinggal di rumah adalah suatu kesalahan besar?

"Lo nggak ngerti posisi gue, Rik."

Aku membela diri. Padahal, hati kecilku mulai tersentil dengan ucapannya barusan. Entahlah, rasa tidak enakan pada Tiara dan keluarganya membuatku terjebak dalam situasi rumit begini. Walaupun aku baru sadar, jika alasan Tiara tinggal dirumahku memang tudak masuk akal, seperti yang Riko katakan.

Riko menatapku tajam "Ck, lo tahu apa yang gue lakuin kalau gue di posisi lo? Gue akan lebih memilih menjaga perasaan istri gue. Gue akan memilah mana hal yang masuk akal untuk gue lakukan sebagai bentuk balas budi. Yang lo lakuin itu bukan bentuk balas budi, Bro, tapi mempersiapkan kehancuran rumah tangga lo sendiri."

"Maksud lo apa?" pekikku tidak terima atas tuduhannya.

"Lo yakin Tiara cuma anggap lo teman?" Kini, aku malah kaget mendengar pertanyaannya.

" Gue sama Tiara cuma berteman. Nggak mungkin–lah gue nyakitin Luna. Selama ini gue nggak pernah macam-macam di belakang dia, Luna aja yang nggak bisa ngertiin gue."

Riko tampak menghela nafas pelan, sambil menatap bingung sekaligus kesal, aku mengenal dengan baik mimik tubuhnya.

Laki-laki itu menggeleng-geleng kepala, bahasa tubuhnya seolah mengatakan 'Susah ngomong sama orang bodoh kayak lo.'

Benar-benar tuh anak.

Untung kawan.

"Oke, jadi maksud lo, lo itu cuma anggap Tiara teman 'kan. Terus lo tahu nggak Tiara anggap lo apa? Dan lo ngerti nggak pemikiran Luna seperti apa pada kalian, hingga membuatnya berubah acuh sama lo?" Bola mataku yang ingin melompat dari tempatnya.

"Maksud lo apa? Jelas dia juga anggap gue teman dong. Luna aja yang nggak bisa bersikap dewasa, makanya sampai marah-marah nggak jelas," sahutku kesal.

Jujur, semakin ke sini aku semakin tidak mengerti ke mana arah pembicaraan kami.

"Lo tahu dari mana Tiara anggap lo teman dan istri lo nggak bisa bersikap dewasa?"

"Ya tahu–lah. Tiara sendiri yang bilang. Dia bahkan udah anggap gue seperti keluarganya. Luna aja yang nggak suka sama Tiara. Entahlah gue ngerasa Luna udah berubah nggak seperti Luna yang gue kenal."

Aku mendesah membayangkan sikap Luna selama ini. Sekaligus heran, kenapa Riko malah membelanya.

"Dipt, menurut gue bukan Luna yang nggak dewasa, tapi lo. Nggak ada yang benar-benar murni pertemanan antara laki-laki dan perempuan. Lo jangan terlalu polos memahaminya. Apalagi lo udah nikah, nggak lagi sebebas dulu. Ada hati yang harus lo jaga," ujarnya pelan, tapi menancap tepat di relung hati. Entah kenapa lagi-lagi aku merasa tertampar dengan omongan Riko barusan.

Riko tampak beberapa kali menghela nafas kasar beberapa saat, sebelum melanjutkan ucapannya.

"Tiara hanya orang luar, sedangkan Luna istri lo. Satu-satunya dari milyaran wanita yang lo pilih di dunia ini untuk mendampingi lo. Yang menjadi prioritas utama untuk lo bahagiakan. Dibandingkan orang lain, termasuk keluarga lo. Hanya gara-gara hutang budi atau bentuk dari balas jasa bukan berarti orang luar bisa bebas masuk ke dalam rumah tangga lo. Itu privasi lo dengan Luna, yang harus lo batasi dari orang-orang yang ingin berniat menghancurkannya."

"Jadi, lo mau bilang kalau Tiara ingin menghancurkan rumah tangga gue gitu?" tanyaku spontan. Merasa tidak terima Tiara dituduh seperti itu.

Aku mengenal Tiara dengan baik selama ini. Tiara temanku, tidak mungkin dia sampai tega melakukan hal itu.

"Sorry ya Bro. Gue nggak bermaksud menuduh Tiara yang bukan-bukan. Tapi, tadi lo bilang, kata Tiara Pak Handoko dan istrinya baru kembali seminggu lagi. Dan dia ingin tinggal di rumah lo sampai orangtuanya pulang 'kan?"

"Ya," sahutku cepat.

Aku merasa pembicaraan kami semakin berputar-putar seperti sedang berada dalam sebuah labirin yang tak kunjung menemukan pintu keluar.

Ditambah kepalaku yang sudah cukup pusing memikirkan sikap Luna yang seperti teka-teki yang sulit dipecahkan.

"Saran gue, setelah pembicaraan kita selesai, lo ke ruangan Direktur Utama!"

"Buat apa gue ke sana di saat Pak Handoko nggak ada?" tanyaku penasaran.

Riko menyuruhku ke ruang Pak Handoko, padahal jelas-jelas dia tahu beliau lagi di luar negeri. Aku semakin tidak mengerti dengan jalan pikirannya.

"Lo lakuin aja apa yang gue bilang, kalau mau tahu jawabannya. Kalau nggak sih, ya terserah. Asal lo siap-siap menyesal nantinya. Siap-siap jadi duda muda."

Riko mengakhiri ucapannya dengan kekehan kecil. Lalu, mengangkat bahunya merasa tidak bersalah sama sekali dengan apa yang baru saja diucapkan.

"Lo barusan sumpahin gue jadi duda?!" teriakku kesal. Dadaku berdenyut, merasa ngeri sendiri jika perkataan Riko benar-benar terjadi.

Apalagi, mengingat perkataan Luna tadi dan sikapnya selama ini.

"Gue bukan nyumpahin Bro. Tapi sedang menyadarkan lo sebelum terlambat."

"Tadi, lo bilang cemburu 'kan pas lihat Luna gomong sama laki-laki lain. Sekarang lo bayangin, gimana kalau seandainya Luna mengajak laki-laki itu tinggal di rumah kalian? Gimana perasaan lo?"

Entah aku sadar atau tidak, ucapan Riko barusan, seketika menimbulkan gejolak dalam dadaku. Rasa cemburu pada Luna yang sedari tadi berusaha kuenyahkan, kembali memaksa muncul ke permukaan.

Bayang-bayang istriku bersama dengan Emir kembali menari-nari dengan jelas dalam kepala.

Bersambung...

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status