Share

9 Pergi adalah Pilihan Saat Tak Dihargai

Benar apa yang Riko bilang, aku telah salah mengartikan bentuk rasa terimakasih pada Tiara sehingga memasukkannya dalam kehidupan pribadiku dan mengabaikan Luna.

Selama ini istriku malah terang-terangan menunjukkan apa yang dirasakan, tapi aku selalu berkilah dengan dalih persahabatan dan balas budi.

Selama ini aku selalu memaksanya untuk mengerti posisiku. Sedangkan, posisi dan perasaannya selalu kunomorduakan.

"Jadi, ini yang membuat kamu berubah? Kamu kenapa sih, Sayang seperti nggak suka sama Tiara? Tiara hanya tinggal sebentar di rumah kita, apa salahnya.

Dia dan keluarganya sangat berjasa pada kita, harusnya kamu sadar itu dan berterimakasih pada Tiara. Bukan malah bersikap kekanakan seperti ini dan menuduhku yang bukan-bukan. Semalam itu nggak seperti yang kamu lihat, Luna. Aku hanya membantu Tiara ke kamarnya setelah terjatuh karena kepalanya sakit,"

Aku teringat perkataanku pada Luna, yang baru kusadari terdengar sangat egois dan menyakitkan.

Oh Tuhan.

Sekarang pertahananku mulai runtuh, andai saja aku bisa menarik kembali setiap ucapan yang menyakiti Luna. Andai saja aku sedikit lebih peka. Andai aku langsung pulang saat Luna memintanya melalui ujung telpon. Istriku tidak akan berubah, aku tidak akan kehilangan anak kami.

Ck, lagi-lagi aku membenarkan perkataan Riko. Kenapa baru sekarang aku menyadari, alasan Tiara ingin tinggal di rumahku tidak masuk akal sama sekali. Lalu, atas alasan apa Tiara melakukan semua itu? Tapi, biarlah aku mencaritahu soal itu nanti. Sekarang aku ingin fokus bagaimana memperbaiki hubunganku dengan Luna.

Semoga saja, dugaan Riko tidak benar, bahwa Tiara punya maksud tertentu.

Karena dibutakan oleh bentuk rasa terimakasih dan pekerjaan, membuatku lebih banyak menghabiskan waktu bersama Tiara ketimbang istriku. Aku lebih mementingkan pekerjaan daripada kehamilannya. Lalu, menuduhnya membangkang ketika Luna protes.

Memojokkannya dengan dalih hukum agama ketika Luna melawan kehendakku. Tapi, giliran aku yang terpojok, malah menganggap hukum Tuhan sebagai angin lalu. Betapa aku sangat berdosa selama ini.

Betapa dangkalnya pikiranku yang mengira, bahwa ketika aku sudah mampu mencukupi Luna dengan materi, istriku sudah bahagia. Aku mengabaikan perasaannya yang entaj bagaimana, karena melihatku bersama wanita lain setiap hari.

Aku benar-benar merasa gagal. Sialnya baru sekarang aku sadar. Lagi-lagi karena perkataan Riko yang terus menampar kebodohanku. Tidak seharusnya aku berteman dengan lawan jenis sampai berakhir seperti itu, padahal aku sudah menikah.

Aku sudah memiliki Luna. Teman hidup yang paling inti dan akan selalu ada untuk membersamai dalam suka maupun duka. Yang selalu setia merawatku dengan tulus selama ini.

Tapi, aku malah dengan tega menyebutkan besarnya jasa Tiara padaku di depannya. Di depan wanita yang telah menyerahkan seluruh hidupnya pada laki-laki asing sepertiku.

"Maafin Mas, Lun! Mulai sekarang Mas akan memperbaiki semuanya."

Aku meremas rambut frustasi. Sembari menyakinkan diri, untuk menghadapi Luna apapun yang terjadi nanti. Dan memberi pengertian pada Tiara tentang statusku.

Untuk satu hal yang aku pilih, tentu saja ada hal lainnya lagi yang harus kukorbankan bukan? Semoga Tiara mengerti, bahwa aku memilih untuk tetap mempertahankan rumah tanggaku.

Aku mencintai Luna, tidak sanggup kehilangannya.

" Saran gue, setelah pembicaraan kita selesai, lo ke ruangan Direktur Utama!"

Perkataan Riko menarikku ke alam sadar. Walaupun aneh, tidak ada salahnya aku melakukan apa yang temanku katakan.

Setelah melirik arloji di tangan yang menunjukan jam kerja akan segera berakhir. Aku beranjak dari sofa dan keluar menuju ruangan Direktur Utama.

Saat hendak masuk ke dalam lift menuju lantai di mana ruangan Pak Handoko berada, ada pesan masuk dari istriku.

[Jika ada waktu pulanglah lebih awal hari ini. Maaf mengganggu! Kedepan, aku janji tidak akan melakukannya lagi.]

Jleb.

Aku senang Luna menyuruhku pulang. Tapi, isi pesannya membuatku sesak saat membacanya. Seolah ada tabir yang mulai dibentang, yang membuatku merasa sudah sangat jauh darinya.

Luna istriku, tentu saja dia tidak perlu minta maaf untuk menghubungi suaminya, untuk menyuruhku pulang atau apapun. Luna bebas melakukannya.

Apakah ini hasil dari kebodohanku selama ini? Ya Tuhan betapa aku sangat dholim sebagai suami.

Tanpa membuang waktu lagi, aku segera masuk dalam lift untuk turun ke lantai satu. Biarlah masalah Pak Handoko aku tanyakan lagi pada Riko besok. Sekarang aku harus segera pulang untuk menemui Luna.

Semoga istriku tidak marah lagi, semoga Luna mau memaafkanku.

"Maafin Mas, Lun! Mas sangat menyesal. Sayang, aku kita mulai semuanya dari awal! Aku mencintaimu."

"Aku sudah memaafkan Mas. Tentu saja aku mau. Ayo kita perbaiki semuanya! Aku juga sangat mencintai suamiku."

Dalam mobil aku sibuk membayangkan bagaimana aku dan Luna saling berpelukan dan dia memberiku kesempatan untuk memperbaiki hubungan kami. Sungguh itu manis sekali.

Aku harus cepat-cepat sampai ke rumah, Luna pasti sudah menungguku.

Tanpa sadar, aku semakin memperdalam injakan pada pedal gas untuk menambah kecepatan laju mobil. Rasa rindu pada Luna harus segera terobati. Aku sangat menyesal tanpa sadar telah mengabaikannya selama ini.

*****

Saat mobil memasuki halaman rumah. Aku bergegas turun dan masuk ke dalam mencari Luna.

Ruang tamu tampak sepi, apa Luna masih di kamar semenjak aku pergi setelah menamparnya. Ya Tuhan, aku sangat menyesal telah melakukannya.

Aku harus segera meminta maaf pada istriku.

Tiba di depan kamar kami, aku memutar handel pintu perlahan. Alhamdulillah, ternyata tidak terkunci. Mungkin Luna sudah memaafkan kesalahanku, tadi. Dan sekarang istriku sedang menantiku di dalam sana.

Bismillah.

"Sayang!" panggilku beriringan dengan pintu yang mulai terbuka.

Luna menoleh dengan beberapa pakaian miliknya yang berada di tangan, dan ada sebagian yang sudah berpindah ke dalam koper yang masih terbuka yang terletak di atas ranjang.

"Aku tidak bermaksud mengaggu waktu Mas. Tapi, orangtuaku sedang dalam perjalanan kemari. Rasanya tidak etis jika mereka menjemputku saat tuan rumah tidak ada."

Hatiku mencolos.

Ada apa ini?

Bersambung ...

Comments (1)
goodnovel comment avatar
Ayi Asmiyah
apakah sy harus beli koin.. tolong Bos
VIEW ALL COMMENTS

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status