Share

Part5

Author: Oscar
last update Last Updated: 2022-07-05 19:38:30

"Oh, anu Mbak. Tadi Mama nitipin ini." Aku menyodorkan bagpapper yang aku bawa tadi.

"Apa ini? Kenapa Mama ngasi ke kamu?" Dia semakin terlihat tidak senang.

"Itu seragam buat kita dan juga Mas Raka, Mbak." Dia membongkar isi kantongan itu.

"Mama bicara apa lagi sama kamu?"

"Anu, itu, dia bilang...." Aku ragu-ragu mengatakannya. Takut Mbak Silvi tersinggung, dan malah terang-terangan menunjukkan sikap tak sukanya padaku.

"Mama bilang apa, Delima?" Dia terdengar tak sabaran.

"Mama bilang, Mbak Silvi sedang hamil. Selamat ya, Mbak. Akhirnya apa yang Mbak dan Mas Raka impikan akan segera terwujud," ucapku dengan tulus. Meski ada yang berdenyut di hati ini.

"Oh, itu, ya. Maaf, kalau Mbak belum cerita." Dia terlihat salah tingkah.

"Iya, Mbak. Delima ngerti. Sekali lagi selamat ya, Mbak."

"Iya, iya. Makasih," ucapnya begitu saja.

Usai mengganti pakaian di kamar tadi, aku langsung keluar seperti yang diperintahkan oleh Mbak Silvi. Lalu berkeliling mencari apa yang dia suruh tadi. 

Setelah menuruni anak tangga, aku menuju ruang keluarga. Namun dia tak ada. Lalu beralih ke dapur. Juga tak ada. Rumah Mama sangat besar. Aku jadi bingung mau ke mana lagi. Seperti orang linglung, bisa-bisanya dari dapur aku kembali lagi ke halaman belakang. Entah pintu yang mana saja tadi aku lewati.

"Mau ke mana, Delima?" tegur seorang pria padaku. Dia juga memakai batik seperti yang diberikan Mama tadi. Laki-laki berpostur tinggi tegap itu pasti juga salah satu anggota keluarga di sini.

"Eh, anu, Mas. Saya lagi nyari Mas Raka. Mas liat nggak?" tanyaku, sambil melihat ke sekeliling.

"Oh, tadi ada di halaman depan. Ngobrol sama yang lain. Mau dipanggilin?"

"Nggak usah, Mas. Biar saya aja."

"Oh, ya udah kalau begitu." 

Aku pun pamit. Heran juga melihatnya. Dia bisa langsung tahu kalau namaku Delima. Jadi, semua keluarga di sini sudah tahu, kalau aku ini istri mudanya Mas Raka.

"Mas," panggilku, saat sudah melihatnya di halaman depan. Dia mendekat.

"Ada apa, Dek?" sahut Mas Raka lembut.

"Dipanggil Mbak Silvi di kamar atas. Disuruh ganti baju."

"Oh, iya. Terima kasih ya, Dek." Mas Raka langsung menurut dan pergi begitu saja. Tanpa mengajak aku turut serta untuk jalan berdampingan bersamanya.

Semakin menyakitkan saja kelakuan suami istri itu padaku. Mungkin ada baiknya jika memang dia menceraikan aku saja. Percuma bertahan, jika hanya sebagai pajangan. Lagi pula, bukankah aku sudah tidak dibutuhkan lagi?

Untuk apa lagi mereka menunda-nunda untuk menceraikan aku? Apa karena merasa tidak enak pada keluarga besar ini? Apa Mbak Silvi dan Mas Raka masih memikirkan alasan yang tepat pada Mama?

"Kok melamun? Udah ketemu sama Mas Raka?" Laki-laki berbaju batik coklat tadi menyadarkan aku dari lamunan.

"Eh, enggak kok, Mas. Saya nggak melamun. Tadi juga udah ketemu sama Mas Raka," jawabku gugup.

"Oh, baguslah. Kirain belum. Nggak usah canggung begitu."

"Iya, Mas. Maaf. Mas ini siapanya Mas Raka? Kok kenal sama Delima." Akhirnya kuungkapkan juga rasa penasaranku tadi.

"Lho, kamu nggak ingat, ya. Mas kan juga datang pas nikahan kamu. Mas ini sepupunya Raka. Deni."

"Oh, begitu. Maaf, saya nggak ingat siapa aja yang datang waktu itu. Habis ramai sih."

"Iya, iya. Wajar lah. Kita kan baru aja, jadi keluarga."

"Iya, maaf. Delima nggak ngenalin." Aku jadi gak enak sendiri, merasa seperti orang yang sombong.

Continue to read this book for free
Scan code to download App

Latest chapter

  • Ketika Istri Tua Suamiku Hamil   Part86

    "Ba_bagaimana, Say... eh,... Delima?" Mas Deni tampak takut-takut menanyakan itu padaku. Aku kembali terdiam. Masih syok dengan semua ini. Semuanya serba mendadak dan tiba-tiba. Membuatku bingung harus bertanya mulai dari mana.Lalu Mas Raka meminta sesuatu pada Mbak Silvi. Dengan senyum kebahagiaan Mbak Silvi merogoh sesuatu dari dalam tasnya. Dikeluarkan sebuah amplop ke tangan Mas Raka."Ini, Dek." Mas Raka menyodorkan kertas itu ke atas meja. Dengan ragu aku mengambil dan melihat apa isinya."I_ini?" Air mataku tumpah seketika."Iya, Dek. Itu surat cerai yang kamu inginkan. Kamu sudah bebas sekarang."Rasa di hatiku kini bercampur aduk tak menentu. Ada perasaan sedih, bahagia, juga lega."Jadi, gimana, Dek? Mas sendiri yang melamar kamu untuk Deni. Kamu mau, kan?"Aku menatap mereka semua secara bergantian. Lalu mengangguk."Iya, Mas. Delima mau.""Alhamdulilah...." Semua orang di ruangan ini mengucap syukur.*****Akhirnya hari bahagia yang dinantikan semua orang terjadi juga. M

  • Ketika Istri Tua Suamiku Hamil   Part85

    Mataku menghangat melihat orang-orang itu kini berdiri di hadapanku. Aku merasa ini seperti sebuah mimpi. Aku berdiri terpaku dengan air mata yang mulai mengalir.Lalu tiba-tiba saja tubuhku direngkuh dan masuk dalam pelukan hangatnya."Mama?" Aku menangis sesenggukan."Iya, sayang. Ini Mama," ucap wanita yang sudah setengah tahun ini tak pernah lagi kutemui. "Kamu sehat-sehat aja kan, Delima?"Aku makin sesenggukan melihat sikap pedulinya. Lalu aku juga merasakan tangan seseorang ikut menyentuh dan mengusap bahuku. Benarkah apa yang sedang kulihat saat ini?Aku melepaskan pelukan Mama. Lalu menatap satu persatu wajah mereka yang ikut berkunjung ke rumahku."Mbak Silvi?""Iya, Delima. Mbak datang." Wanita yang pernah menamparku saat terakhir kali bertemu ini, tersenyum dengan mata yang berkaca-kaca.Lalu kulihat Mas Raka dan Mas Deni tampak berdiri sejajar. Sepertinya semua orang sudah baik-baik saja. Dan mereka semua terlihat akur.Pasti sudah banyak hal yang terjadi selama aku tak a

  • Ketika Istri Tua Suamiku Hamil   Part84

    Biarlah hanya kami berdua yang tahu tentang semua ini. Seperti yang dia katakan, itu untuk yang terakhir kalinya. Kuberikan sebagai upah, atas apa yang dia berikan selama ini. Dengan begitu, nantinya dia hanya akan mengingatku sebagai wanita bayaran saja. Yang bisa dia cumbu tanpa hati, dan juga rasa cinta.Aku harus benar-benar terlihat murahan di matanya.*"Kamu kenapa, Sayang? Kenapa tiba-tiba ninggalin Mas seperti ini?" Mas Deni begitu syok saat aku tiba-tiba datang ke rumahnya untuk berpamitan."Maafin Delima, Mas. Delima bukanlah wanita yang baik untuk Mas Deni." Lagi-lagi aku membatukan hati agar tak lagi goyah.Berbicara dengan Mama pun rasanya hati ini sudah akan luluh melihat kekecewaan di wajahnya. Apa lagi saat berbicara dengan Mas Deni. Aku harus benar-benar bisa mengendalikan diriku. Rasa sakit yang aku rasakan tak boleh terlalu nampak. Aku lebih memilih Mas Deni kecewa dan membenciku saja, dari pada harus menangis dan mengiba, memohon agar aku tetap tinggal."Sampai h

  • Ketika Istri Tua Suamiku Hamil   Part83

    Tanpa terasa enam bulan sudah aku kembali ke kampung. Kembali tinggal dengan Bue dan juga Sidik. Tak peduli lagi pada gunjingan tetangga dan warga sekitar atas statusku sekarang ini.Awal kepulanganku dulu, bisik-bisik mereka selalu terdengar. Katanya memang seperti itulah resiko menjadi wanita kedua. Hanya sebagai cadangan untuk bersenang-senang. Giliran bosan, pasti kembali ke pelukan istri pertama.Aku hanya diam, tak ambil pusing dengan pendapat mereka. Tak ada gunanya juga menceritakan hal yang sebenarnya. Asal Bue mengerti dan tidak terlalu memikirkannya hingga sakit, kurasa itu bukan masalah.Anggap saja memang ini adalah hukuman atas keserakahanku waktu itu. Lepas dari seorang pria beristri, malah berkhayal mendapatkan bujangan kaya raya.Tapi semua itu sudah berlalu. Tak ada lagi bisik-bisik seperti itu kudengar. Semuanya seakan lupa, dan aku bisa menjalani kehidupan dengan normal kembali.Kini aku tak perlu lagi bersusah payah bekerja dari pintu ke pintu untuk bekerja di rum

  • Ketika Istri Tua Suamiku Hamil   Part82

    "Kita rujuk ya, Dek?" Napasnya makin memburu di telingaku. Aku kembali menggeleng dalam tangisan."Kasi kesempatan Mas satu kali lagi untuk membahagiakan kamu, Sayang." Aku semakin menggeleng."Dek?""Kalau Mas benar-benar mencintai Delima dan ingin melihat Delima bahagia, tolong bebaskan Delima. Kalau Mas ingin balas dendam dan tidak ingin melihat Delima bahagia dengan Mas Deni, Delima akan turuti. Delima akan putuskan hubungan dengan Mas Deni dan akan kembali ke kampung. Apa itu cukup membuat Mas Raka puas?""Enggak, Dek. Bukan seperti itu maksud Mas. Mas ingin kamu bahagia sama Mas, Sayang. Kenapa kamu nggak percaya sama perasaan Mas?" Dia tampak gelisah sembari menyentuh pipiku dengan kedua tangannya. Aku hanya bisa memejamkan mata dengan pasrah. Melawan pun percuma. Hanya akan membuat keributan malam-malam begini."Delima hanya ingin hubungan Mas Raka dan Mas Deni kembali baik, Mas. Jangan lagi bermusuhan seperti ini hanya gara-gara Delima. Delima bukan wanita yang pantas untuk

  • Ketika Istri Tua Suamiku Hamil   Part81

    Aku segera menarik tanganku kembali. Namun Mas Raka tak mengizinkan dan malah menahannya. Dia terlihat begitu marah. Padahal saat di bawah tadi, dia terlihat biasa-biasa saja dan tak memperdulikan.Atau, jangan-jangan Mama bercerita tentang aktivitas aku dan Mas Deni tadi. Bukan salah Mama juga. Salahku yang tak berani bilang untuk merahasiakannya dari Mas Raka."Tega banget kamu, Dek. Mas udah bilang, jangan pergi sama Deni. Kenapa kamu masih nekat juga? Malah gantiin cincin Mas dengan cincin dari dia. Kamu pikir Mas main-main dengan ancaman Mas waktu itu?""Kenapa Mas melakukan itu? Kenapa Mas nggak ngijinin Delima sama Mas Deni? Jujur aja, Mas." Aku mulai berani."Kamu masih nanya? Kamu tau sendiri kenapa Mas melakukan itu, Dek.""Kenapa?" Aku meyakinkan."Tentu saja karena Mas mencintai kamu.""Bohong!" sanggahku dengan penuh amarah. "Mas Raka bohong. Mas Raka sama sekali nggak pernah mencintai Delima.""Itu nggak benar, Dek. Mas sayang sama kamu.""Delima nggak percaya. Mas Raka

More Chapters
Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status