Share

Part6

Penulis: Oscar
last update Terakhir Diperbarui: 2022-07-05 19:41:04

"Kamu udah ganti baju, Delima? Wah, cantik banget mantu, Mama." Mama tiba-tiba datang sambil tersenyum pada kami.

"Makasih, Ma," ucapku membalas senyumannya.

"Kok kamu ditinggal terus? Mana Silvi sama Raka?"

"Lagi ganti baju, Ma."

"Panggilin sana! Acara sudah mulai ini," pintanya. Lalu pergi meninggalkan kami.

"Mas Deni, kalau begitu, Delima permisi dulu, ya."

Aku izin pamit dan meninggalkannya. Lalu menyusul kembali ke lantai dua. Lagi-lagi aku tak sengaja mendengarkan percakapan mereka dari balik pintu.

"Sabar, Sayang. Sabar. Kamu jangan marah-marah sama aku dong." Suara Mas Raka seperti sedang menenangkan.

"Sabar gimana? Belum apa-apa aja, Delima sudah dikasi kalung sama Mama."

Aku terperanjat. Lalu memegangi kalung yang sedang aku pakai saat ini. Ternyata Mbak Silvi sudah menyadari. Tapi kenapa tadi dia diam saja, dan tak bertanya?

"Kamu kan juga udah pernah dikasi, Sil. Berarti Mama berbuat adil, kan? Lagian, kamu sendiri yang memilih Delima untuk jadi menantunya. Kenapa sekarang malah nggak terima?"

"Tuh, kan kamu belain dia terus. Jangan-Jangan kamu emang udah suka sama dia." 

"Jangan sembarangan nuduh, Sil. Aku nggak suka. Kalau memang kamu mau nyuruh aku menceraikan dia, setelah pulang dari sini, malam ini juga aku akan menceraikan dia."

Deg!

Tak henti-hentinya aku mengucap istighfar di dalam hati. Tak kuasa lagi hati ini menahan sakit. Mereka berdua benar-benar kejam memperlakukan aku seperti ini.

"Tapi gimana kalau tiba-tiba Mama nanyakin, Mas? Kita harus bilang apa?"

"Terserah. Aku nggak peduli. Yang penting kamu nggak nuduh-nuduh aku lagi dan mikirin yang enggak-enggak. Aku nggak mau kamu stres dan berakibat buruk sama kehamilan kamu."

Aku tak dapat lagi menahan tangisan ini. Lalu kutinggalkan mereka tanpa melanjutkan niat untuk memanggilnya. Setelah selesai,  mereka juga pasti akan turun dengan sendirinya.

Aku hanya bisa bersembunyi di kamar mandi. Memuaskan diri dalam tangisan. Apa jadinya jika nanti aku sampai kembali ke kampung dalam keadaan menjanda secepat ini.

Pasti Bue akan merasa sangat malu pada segenap keluarga yang ada di sana. Lalu bagaimana dengan biaya sekolah Sidik yang mereka janjikan padaku saat itu. Apakah akan dilupakan begitu saja?

Lain lagi yang akan orang-orang kampung katakan padaku. Seorang wanita yang baru saja menikah, lalu kemudian dipulangkan kembali oleh suaminya. Bukankah itu merupakan suatu aib yang harus kutanggung?

Ya, Allah, berikanlah hamba jalan keluar yang terbaik ya Allah. Apa yang harus hamba lakukan saat ini? 

.

Malam harinya, kami pulang usai acara. Aku dari tadi hanya diam tanpa suara di kursi belakang mobil. Tak tahu lagi bagaimana harus bersikap.

Sementara Mbak Silvi dan Mas Raka juga masing-masing terlihat tegang. Aku tak tahu lagi, apa saja yang mereka bicarakan tadi. Tapi sepertinya, mereka benar-benar sudah punya rencana. Aku hanya bisa pasrah dan menyiapkan diri untuk menerima semua kemungkinan yang akan terjadi. Setidaknya sebelum perasaanku pada Mas Raka benar-benar tumbuh dan sulit untuk dipisahkan.

Namun tiba-tiba terdengar suara rintihan dari Mbak Silvi. Kulihat dia memegangi perutnya.

"Silvi? Kamu kenapa?" Mas Raka yang juga mendengar terlihat panik.

"Aduh, Mas sakit banget," rintihnya lagi. 

Aku memajukan sedikit tubuhku untuk mendekat. Kulihat dahi Mbak Silvi mengeluarkan keringat meski AC mobil sedang menyala. Dia pasti sedang menahan sakit.

Mas Raka yang terlihat panik langsung menepi dan menghentikan mobil.

"Apanya yang sakit, Sil? Kamu kenapa?" Mas Raka memegangi tangan istrinya penuh kelembutan.

"Perut aku, Mas. Sakit banget." Mbak Silvi terus saja merintih.

"Ya udah kita ke rumah sakit sekarang, ya. Delima, bantu Mbak Silvi pindah, Dek. Biar duduk di belakang aja sama kamu," perintah Mas Raka.

Aku pun dengan cepat turun membukakan pintu mobil, setelah Mas Raka membantu Mbak Silvi untuk masuk.

"Kamu yang tenang ya, Sayang," ucap Mas Raka dengan sangat lembut. Lagi-lagi aku harus manahan perih dan membuang semua pikiran itu.

"Ayo, Dek. Tolong jagain Mbak mu, ya."

Aku buru-buru masuk dan mobilpun melaju dengan kencang.

"Tahan sebentar ya, Mbak," ucapku menenangkan, sembari mengusap bahunya.

"Sakit banget, Delima." Wanita yang memakai pakaian yang sama denganku ini, semakin merintih.

Nggak tega juga aku melihat dia yang begitu kesakitan. Meski merasa terzolimi, namun aku tetap mendoakan, agar Mbak Silvi dan kandungannya baik-baik saja. Kalau rasa sakit yang dideritanya terjadi karena stres memikirkan keberadaanku seperti yang diucapkan Mas Raka di kamar tadi, aku benar-benar sudah siap untuk pergi.

*****

Lanjutkan membaca buku ini secara gratis
Pindai kode untuk mengunduh Aplikasi

Bab terbaru

  • Ketika Istri Tua Suamiku Hamil   Part86

    "Ba_bagaimana, Say... eh,... Delima?" Mas Deni tampak takut-takut menanyakan itu padaku. Aku kembali terdiam. Masih syok dengan semua ini. Semuanya serba mendadak dan tiba-tiba. Membuatku bingung harus bertanya mulai dari mana.Lalu Mas Raka meminta sesuatu pada Mbak Silvi. Dengan senyum kebahagiaan Mbak Silvi merogoh sesuatu dari dalam tasnya. Dikeluarkan sebuah amplop ke tangan Mas Raka."Ini, Dek." Mas Raka menyodorkan kertas itu ke atas meja. Dengan ragu aku mengambil dan melihat apa isinya."I_ini?" Air mataku tumpah seketika."Iya, Dek. Itu surat cerai yang kamu inginkan. Kamu sudah bebas sekarang."Rasa di hatiku kini bercampur aduk tak menentu. Ada perasaan sedih, bahagia, juga lega."Jadi, gimana, Dek? Mas sendiri yang melamar kamu untuk Deni. Kamu mau, kan?"Aku menatap mereka semua secara bergantian. Lalu mengangguk."Iya, Mas. Delima mau.""Alhamdulilah...." Semua orang di ruangan ini mengucap syukur.*****Akhirnya hari bahagia yang dinantikan semua orang terjadi juga. M

  • Ketika Istri Tua Suamiku Hamil   Part85

    Mataku menghangat melihat orang-orang itu kini berdiri di hadapanku. Aku merasa ini seperti sebuah mimpi. Aku berdiri terpaku dengan air mata yang mulai mengalir.Lalu tiba-tiba saja tubuhku direngkuh dan masuk dalam pelukan hangatnya."Mama?" Aku menangis sesenggukan."Iya, sayang. Ini Mama," ucap wanita yang sudah setengah tahun ini tak pernah lagi kutemui. "Kamu sehat-sehat aja kan, Delima?"Aku makin sesenggukan melihat sikap pedulinya. Lalu aku juga merasakan tangan seseorang ikut menyentuh dan mengusap bahuku. Benarkah apa yang sedang kulihat saat ini?Aku melepaskan pelukan Mama. Lalu menatap satu persatu wajah mereka yang ikut berkunjung ke rumahku."Mbak Silvi?""Iya, Delima. Mbak datang." Wanita yang pernah menamparku saat terakhir kali bertemu ini, tersenyum dengan mata yang berkaca-kaca.Lalu kulihat Mas Raka dan Mas Deni tampak berdiri sejajar. Sepertinya semua orang sudah baik-baik saja. Dan mereka semua terlihat akur.Pasti sudah banyak hal yang terjadi selama aku tak a

  • Ketika Istri Tua Suamiku Hamil   Part84

    Biarlah hanya kami berdua yang tahu tentang semua ini. Seperti yang dia katakan, itu untuk yang terakhir kalinya. Kuberikan sebagai upah, atas apa yang dia berikan selama ini. Dengan begitu, nantinya dia hanya akan mengingatku sebagai wanita bayaran saja. Yang bisa dia cumbu tanpa hati, dan juga rasa cinta.Aku harus benar-benar terlihat murahan di matanya.*"Kamu kenapa, Sayang? Kenapa tiba-tiba ninggalin Mas seperti ini?" Mas Deni begitu syok saat aku tiba-tiba datang ke rumahnya untuk berpamitan."Maafin Delima, Mas. Delima bukanlah wanita yang baik untuk Mas Deni." Lagi-lagi aku membatukan hati agar tak lagi goyah.Berbicara dengan Mama pun rasanya hati ini sudah akan luluh melihat kekecewaan di wajahnya. Apa lagi saat berbicara dengan Mas Deni. Aku harus benar-benar bisa mengendalikan diriku. Rasa sakit yang aku rasakan tak boleh terlalu nampak. Aku lebih memilih Mas Deni kecewa dan membenciku saja, dari pada harus menangis dan mengiba, memohon agar aku tetap tinggal."Sampai h

  • Ketika Istri Tua Suamiku Hamil   Part83

    Tanpa terasa enam bulan sudah aku kembali ke kampung. Kembali tinggal dengan Bue dan juga Sidik. Tak peduli lagi pada gunjingan tetangga dan warga sekitar atas statusku sekarang ini.Awal kepulanganku dulu, bisik-bisik mereka selalu terdengar. Katanya memang seperti itulah resiko menjadi wanita kedua. Hanya sebagai cadangan untuk bersenang-senang. Giliran bosan, pasti kembali ke pelukan istri pertama.Aku hanya diam, tak ambil pusing dengan pendapat mereka. Tak ada gunanya juga menceritakan hal yang sebenarnya. Asal Bue mengerti dan tidak terlalu memikirkannya hingga sakit, kurasa itu bukan masalah.Anggap saja memang ini adalah hukuman atas keserakahanku waktu itu. Lepas dari seorang pria beristri, malah berkhayal mendapatkan bujangan kaya raya.Tapi semua itu sudah berlalu. Tak ada lagi bisik-bisik seperti itu kudengar. Semuanya seakan lupa, dan aku bisa menjalani kehidupan dengan normal kembali.Kini aku tak perlu lagi bersusah payah bekerja dari pintu ke pintu untuk bekerja di rum

  • Ketika Istri Tua Suamiku Hamil   Part82

    "Kita rujuk ya, Dek?" Napasnya makin memburu di telingaku. Aku kembali menggeleng dalam tangisan."Kasi kesempatan Mas satu kali lagi untuk membahagiakan kamu, Sayang." Aku semakin menggeleng."Dek?""Kalau Mas benar-benar mencintai Delima dan ingin melihat Delima bahagia, tolong bebaskan Delima. Kalau Mas ingin balas dendam dan tidak ingin melihat Delima bahagia dengan Mas Deni, Delima akan turuti. Delima akan putuskan hubungan dengan Mas Deni dan akan kembali ke kampung. Apa itu cukup membuat Mas Raka puas?""Enggak, Dek. Bukan seperti itu maksud Mas. Mas ingin kamu bahagia sama Mas, Sayang. Kenapa kamu nggak percaya sama perasaan Mas?" Dia tampak gelisah sembari menyentuh pipiku dengan kedua tangannya. Aku hanya bisa memejamkan mata dengan pasrah. Melawan pun percuma. Hanya akan membuat keributan malam-malam begini."Delima hanya ingin hubungan Mas Raka dan Mas Deni kembali baik, Mas. Jangan lagi bermusuhan seperti ini hanya gara-gara Delima. Delima bukan wanita yang pantas untuk

  • Ketika Istri Tua Suamiku Hamil   Part81

    Aku segera menarik tanganku kembali. Namun Mas Raka tak mengizinkan dan malah menahannya. Dia terlihat begitu marah. Padahal saat di bawah tadi, dia terlihat biasa-biasa saja dan tak memperdulikan.Atau, jangan-jangan Mama bercerita tentang aktivitas aku dan Mas Deni tadi. Bukan salah Mama juga. Salahku yang tak berani bilang untuk merahasiakannya dari Mas Raka."Tega banget kamu, Dek. Mas udah bilang, jangan pergi sama Deni. Kenapa kamu masih nekat juga? Malah gantiin cincin Mas dengan cincin dari dia. Kamu pikir Mas main-main dengan ancaman Mas waktu itu?""Kenapa Mas melakukan itu? Kenapa Mas nggak ngijinin Delima sama Mas Deni? Jujur aja, Mas." Aku mulai berani."Kamu masih nanya? Kamu tau sendiri kenapa Mas melakukan itu, Dek.""Kenapa?" Aku meyakinkan."Tentu saja karena Mas mencintai kamu.""Bohong!" sanggahku dengan penuh amarah. "Mas Raka bohong. Mas Raka sama sekali nggak pernah mencintai Delima.""Itu nggak benar, Dek. Mas sayang sama kamu.""Delima nggak percaya. Mas Raka

Bab Lainnya
Jelajahi dan baca novel bagus secara gratis
Akses gratis ke berbagai novel bagus di aplikasi GoodNovel. Unduh buku yang kamu suka dan baca di mana saja & kapan saja.
Baca buku gratis di Aplikasi
Pindai kode untuk membaca di Aplikasi
DMCA.com Protection Status