Bab 46. Tiga Malaikat penolong di rumahku
*****
“Pak Ray! Bapak bilang aman di rumah! Bapak bilang mau ngasih pelajaran sama Ibuk! Tapi, kenapa Bapak gak berkutik! Dia menamparku, Pak! Balas! Tampar dia sekarang! Atau aku yang akan membalasnya!” ancam Sandra masih memegangi pipinya.
“Oh, ya? Kau mau membalasku? Bangun! Turun dari ranjangku! Cepat! Balas aku kalau berani!” perintahku menatapnya tajam.
“Kau keluar! Jangan ganggu kesenanganku!” Kali ini Mas Ray serius. Dengan mata memerah karena amarah, dia mencengkram tanganku, lalu sekali hentak, aku terjerembab di lantai, tercampak di luar kamar.
“Pengecut! Beraninya sama perempuan! Sini hadapin aku!” Entah kapan mereka datang. Bik Las mendorong tubuh Mas Ray, terjerembab juga, persis di sampingku.
“Bangun, Buk! Ayo!&rdq
Bab 47. Para pezina Pun terusir****“Stop! Jangan paksa majikan kami! Anda diminta keluar dari rumah ini, cepat keluar! Sebelum kami seret!” Rika melompat ke depanku. Bik Las langsung memasang kuda-kuda.Jujur, aku mau tersenyum, tapi cukup dalam hati tentu saja.“Embuuun! Aku tidak mau berakhir dengan cara seperti ini!” teriak Mas Ray mencoba menerobos perlindungan Rika.“Maaf, sudah kubilang jangan ganggu majikanku!” sebuah tendangan mendarat di pinggangnya. Rika melakukannnya.“Pergilah, Mas! Jangan sampai kau dan perempuan sundal mu itu, berubah jadi pergedel! Oh, iya, mobil ini aku ambil. Ini milik perusahaan, kau membelinya dengan uang perusahaan, kan? Pak Robin sudah mengakuinya kepada Manager keuangan, ok?” ucapku mengayun-ayunkan kunci mobil yang sempat dihadiahkannya pada orang tuanya.&nbs
Bab 48. Rahasia Besar Kematian Mama****Astaga! Mama Siska berani datang menemui Mamaku, untuk apa? Sengaja untuk menyakiti hati Mama? Bisa kubayangkan, bagaimana sakitnya hati Mamaku saat itu. Ya, Allah, kasihan Mama.[Yang lebih mengejutkan aku, perempuan itu berkata, kalau mereka sudah lama menikah, Mas. Menikah di bawah tangan. Bayangkan, Mas! Adik sepupumu itu telah berkhianat. Kukira mereka hanya pacaran saja, ternyata malah membentuk keluarga baru di luar sana, tanpa sepengetahuanku. Apa yang harus kulakukan, Mas? Haruskah aku minta pisah dengan Mas Rahmad? Jika itu kulakukan, bagaimana dengan putri kita, Mas? Dia tengah kusiapkan menjadi penggantiku untuk mengurus perusahan milikmu ini kelak. Embun sedang kuliah semester ke tiga, Mas. Aku tak mau dia frustasi, lalu berhenti kuliah. Siapa yang akan menjaga perusahaan kamu ini, kalau bukan dia, Mas? Biarlah, kutahan derita batin ini, demi Embun putri kita. Demi amanat
Bab 49. Office Girl Diperintahkan Untuk Membunuh Embun****“Tunggu!”Aku tersentak. Aku kenal suara itu. Mas Darry. Gawat! Kenapa mesti dia, sih, yang aku tabrak? Cari masalah aja! Ok, aku harus pura-pura berani. Gak boleh takut.“Bukankah saya sudah minta maaf,” ucapku seraya membalikkan badan.Lelaki itu tak menyahut, matanya fokus ke sebuah buku tulis di tangannya. Hey, bukankah itu buku catatan Mama? Ya, Tuhan, bagaimana bisa ada di tangannya? Apakah terjatuh saat bertabrakan tadi?“Kembalikan!” sergahku mencoba merebut buku itu.Lelaki jangkung itu, meninggikan tangan, jelas aku tak dapat menjangkaunya. Tinggi tubuhku hanya sebahunya. Tangan ini menggapai-gapai, namun gagal. Tak sadar tangan kiriku menyentuh bahunya, menekan agar dia menunduk, sementara tangan kanan menggapai lagi.Terlalu
Bab 50. Anak-anak Diculik*****“Embun, Boleh aku masuk? Ada Mas Darry juga ini, katanya penting banget mau ketemu kamu?”Itu suara Dian. Mas Darry ada di luar? Bagaimana bisa dia menyusul ke sini? Oh, Dea. Pasti gadis itu yang melapor padanya. Bukankah Mas Ray telah mengancamnya agar jangan mendekatiku? Ah, persetan semua ancamannya.“Masuk!” perintahku tanpa berpikir panjang.Mas Darry masuk diiringi Dian dan Om Ramlan.“Oh, jadi ini yang namanya Surty, OG kesayangan Mendiang Tante Ridha? Orang terakhir yang berinteraksi dengan Mendiang. Dengan memberikan segelas air teh manis hangat? ”Mas Darry langsung memberondong.Surty mendongah. Menatap Mas Darry dengan wajah pucat.“Telpon polisi dan pengacara Embun, sekarang juga!” perintah laki-laki itu&nbs
Bab 51. Siapa Yang Menculik Anak-anakku?****Rasa takut mencekik, aku tak bisa bernapas lagi. Tak sanggup menahan bobot tubuh, jatuh luruh badan ini ke lantai. Namun segera ditangkap oleh Mas Darry, memeluk, untuk menahan tubuhku.“Tenang! Tenang, Embun! Kalau kau panik, tidak akan bisa menyelesaikan masalah! Tennag, ya! Mereka pasti baik-baik saja! Anak-anakmu pasti selamat. Kamu tenang! Agar kita bisa berpikir dengan jernih! Yang kuat, ya!” Mas Darry mendudukkanku di bibir ranjang.“Ini pasti perbuatan Mas Ray. Atau Mama Siska! Mereka jahat! Anak-anakku tak tahu apa-apa ….” Sesegukanku masih berlanjut.“Kalau memang pelakunya suamimu atau mamamu, berarti keselamatan anak-anak malah terjamin, kan? Karena tak mungkin mereka menyakiti darah dagingnnya sendiri, kamu tenang aja, ya!”“Bagaimana kalau me
Bab 52. Janji Bertemu Tante Girang******“Baik, kamu jagain Bik Las dan Bik Anik sekalian, ya!” titahku melepas genggaman.“Baik, Buk.”Melangkah ke luar ruangan, kudapati Mas Darry tengah menerima telepon. Dia tak menyadari kehadiranku, pelan kudekati, tak sengaja menguping pembicaraannya.“Maksud Tante, apa?” tanyanya pada seseorang, temannya berbincang di telepon pintar miliknya.“Apa? Aku harus menemui Tante? Di hotel itu?”Aku terkjut, sama seperti terkejutnya dia. Bertemu tante-tante di sebuah hotel, apa maksudnya? Siapa Tante-tante yang ngajak Mas Darry ketemuan?“Jangan gitu, dong, Tante! Masak sekejam itu, sih?” ucap Mas Darry lagi. Aku tak ingin berprasangka buruk. Mungkin saja ada sesuatu yang tengah mereka perbincangkn. Aku tak bo
Bab 53. Telepon Dari Mantan Baby Sitter******“Embun, aku tak punya hubungan dengan Mamamu, ok! Aku tak pernah berzina dengannya. Kau tentu tahu aku siapa? Apakah kira-kira aku type lelaki seperti itu? Tapi, jika kau tak percaya, terserahlah! Saat ini, aku sedang tak ingin membahas hal itu. Rasa cemburumu, simpan saja dulu.”Gila! Dia malah menuduh aku cemburu. Apakah memang aku cemburu? Tidak! Tidak mungkin aku sempat merasakan perasaan seperti itu, di tengah suasana genting seperti ini.“Aku justruu bingung sekarang, langkah apa yang seharusnya kita tempuh. Tante Siska mengancamku, jika aku lapor polisi, maka dia tidak akan segan-segan menyakit anak-anakmu. Dia memintaku menemuinya di hotel itu, sebagai syarat utama, dia tidak akan menyakiti anak-anakmu. Selanjutnya dia akan bernegosiasi denganmu, melaui perantara aku begitu katanya, Embun. Tapi, jika
Bab 54. Titik Terang Dari Rani*****“Bagaimana keadaan Rika, Bik Anik dan Bik Las, Buk?”“Apa? Kau … kau tahu mereka? Kau tahu apa yang menimpa mereka?” Aku terperanjat.“I iya, Buk. Bapak yang ngasih tahu.”“Bapak? Maksudmu Mas Ray?”“I iya, Buk.”“Kau … kau tahu di mana Mas Ray? Maksudku, kau bertemu Mas Ray? Anak-anak? Anak-anakku, Rani!” Aku tergagap gagap. Kaget, rasa tak percaya, sedikit lega, marah karena curiga dia terlibat, lega karena sedikit ada titik terang, bercampur aduk di dalam benakku. Keringat dingin sekita mengalir deras di setiap pori-pori tubuhku. Berbarengan dengan dentuman jantung dengan irama yang menghentak-hentak.“Ibuk, tolong jangan curiga pada saya. Saya ada di pihak Ibuk. Percaya