Share

Ketika Istriku Tidak Meminta Jatah Lagi
Ketika Istriku Tidak Meminta Jatah Lagi
Penulis: Coretan Asa

Bab 1

Penulis: Coretan Asa
last update Terakhir Diperbarui: 2022-06-17 23:05:59

"Bang mau lagi!"

"Astaga dek, uda tadi loh. Abang capek mau istirahat, tolong ngerti lah."

"Baru sekali, dulu janjinya sampai pagi!" Sheila mengerucutkan bibirnya, dan berpaling dariku. Aku hanya bisa menghela nafas panjang dan beristighfar.

"Ya allah, kuatkan hamba." Tiba-tiba saja ucapanku membuat sheila murka, ia berbalik badan dan langsung menudingku dengan tatapan tajamnya.

"Abang bilang apa tadi!" serunya dengan nafas memburu seperti ingin menerkam.

"Gak ngomong apa-apa kok dek," sahutku cengengesan sambil menggaruk kepala bawah yang tidak gatal. Tiba-tiba saja sheila menepis tanganku.

"Kalo gatel juniornya, biar Adek aja yang garukkan," ucapnya sembari terus mengelus perkakasku. Aku hanya bisa menelan saliva dengan kasar, bagaimana bisa aku mempunyai istri seperti ini. Maunya setiap hari, dan bahkan gak cukup satu ronde.

"Mau lagi, pokoknya mau lagi!" Ia terus saja berseru dan memaksa melepas celana yang sudah aku pakai kembali tadi.

Alhasil ia kembali beraksi mengerjaiku, tidak ada kata ampun untukku. Walau aku sudah meminta ampun ia tetap tidak peduli, dan terus mengerjaiku.

Mungkin lelaki lain akan merasa iri jika mengetahuiku memiliki istri yang kuat, bahkan dari awal pernikahan kami aku sama sekali tidak pernah meminta duluan, karena setiap mau tidur istriku lah yang nyosor duluan, tetapi percayalah sebenarnya aku lelah dan bahkan bisa dikatakan bosan dengan sikapnya. Terkadang aku membayangkan memiliki istri pemalu yang tidak mau disentuh, bisa kurayu dengan jurus maut yang membuatku semakin panas dan menikmatinya. Tidak seperti sheila yang terlalu agresif seperti orang kehausan.



****

Saat itu aku sedang libur kerja, kunikmati hari liburku untuk duduk santai sambil menikmati secangkir kopi buatan Sheila. Tidak lama kemudian Sheila ikut duduk disampingku, ia terus menatapku sambil senyum-senyum tidak jelas. Aku merasa aneh dan risih ditatap seperti itu walau dengan istriku sendiri, dan aku mencoba bertanya padanya.

"Kamu kenapa Dek?"

"Gapapa."

"Jadi ngapain kamu liatin Abang sampai segitunya?"

"Abang ganteng," sahutnya menggodaku. Aku menghela nafas seraya menutup wajahku dengan koran, tetapi ia malah menarik koran yang menutupi wajahku.

"Jangan ditutup Bang, Sheila mau lihat pemandangan paling indah di dunia ini. Sheila mau lihat surga sheila lama-lama!" Ia terus saja merengek seperti anak kecil, dan jujur saja aku tidak menyukai sifatnya itu. Walau ia adalah wanita yang serba bisa, bisa masak, bisa nyuci, bisa angkat galon, bisa pasang gas, bisa benerin genteng, tetapi ia sangat manja padaku. Rasanya aku sangat kesal dengan sikapnya itu.

"Gak usah lebay! Kamu itu suka banget ya buat aku risih!" Aku membentaknya kuat sembari menggebrak meja, tetapi bukannya takut ia malah memelukku dengan erat.

"Jangan marah-marah sayang, nanti lekas tua loh," bisiknya di telingaku. Aku sangat frustasi menghadapinya, sampai tanpa sadar aku mendorongnya hingga tersungkur di lantai. Dengan tega aku meninggalkannya begitu saja pergi keluar, bukannya marah atau menangis ia malah melambaikan tangannya lalu berkata, "hati-hati dijalan sayang, pulangnya jangan lama-lama ya!"

Aku semakin kesal saja dengannya, hari itu mood ku benar-benar rusak dibuat oleh istriku sendiri. Sepanjang jalan aku terus saja uring-uringan, sampai tidak memperhatikan jalan. Tanpa sengaja aku menyerempet seorang wanita berhijab panjang, dan dengan segera aku turun dari sepeda motorku dan membantunya.

"Maaf Mbak aku gak sengaja, mari aku antar ke klinik," ucapku sembari membantunya berdiri.

"Gapapa kok Mas, saya gak luka parah." Wanita itu menatapku dengan wajah sendunya, entah mengapa hatiku berdesir saat melihatnya, terasa damai seperti di persawahan dengan angin sepoi-sepoi melanda hatiku. Aku mematung seketika sembari terus menatap wajah cantik gadis itu.

"Mas… Mas… Mas...."

"Eh, maaf mbak saya melamun tadi."

"Gapapa, kalau gitu saya permisi pulang ya Mas."

"Eh, tunggu mbak! Saya antar mbaknya pulang gimana? Gak ada maksud apa-apa kok, saya cuma mau nebus kesalahan saya tadi."

"Emm, boleh deh kalau gitu!"

Aku bersorak kegirangan dalam hati, rayuanku benar-benar mempan dan berhasil bonceng bidadari cantik hari ini. Entah setan apa yang merasuki ku, hingga aku melupakan bahwa aku adalah pria beristri saat itu. Kini aku hanya mencari kesenangan sejenak saja, untuk menghilangkan kejenuhan menghadapi istri kehausan yang ada di rumah.

Gadis cantik berhijab panjang itu langsung naik ke motor, ia duduk berjauhan denganku dan menjaga jarak duduk. Ia benar-benar beda dengan sheila yang suka nemplok sembarangan, wanita ini benar-benar yang aku idam-idamkan. Sepanjang perjalanan ia hanya diam tidak banyak bicara, aku mencoba mengajaknya bicara untuk memecahkan keheningan diantara kami berdua.

"Namanya siapa mbak?"

"Aisyah Mas." Wow, baru kali ini aku bicara di motor dengan wanita tanpa hah, hah, hah dulu, biasanya harus pake drama hah, hih, huh baru dijawab. Itu pun jawabannya pasti gak nyambung.

"Oh, namanya cantik seperti orangnya," godaku mengeluarkan jurus andalan, ia hanya tertawa kecil dan menutup wajahnya yang memerah dengan jilbabnya. Jangan tanya aku bisa lihat dia darimana, jelas saja sejak tadi aku mengajaknya bicara sembari memandang wajah cantik Aisyah dari spion.

"Masih single Mbak?" sambungku yang masih penasaran.

"Masih Mas."

"Oh, sama dong kalau gitu!" 

Duar… Tiba-tiba saja ucapan itu terlontar dari mulutku, tanpa memikirkan perasaan istri dirumah aku terus saja menggoda Aisyah.




Lanjutkan membaca buku ini secara gratis
Pindai kode untuk mengunduh Aplikasi

Bab terbaru

  • Ketika Istriku Tidak Meminta Jatah Lagi   Bab 66

    Tidak terasa waktu sudah menjelang magrib, setelah selesai makan Bang Habib langsung mencuci piring. Hari ini ia sangat memanjakan aku sampai-sampai mencuci piring saja pun ia yang mengerjakan sendiri, semua ini ia lakukan hanya semata-mata untuk menebus semua kesalahannya tadi.****Keesokan harinya seperti biasa aku ikut dengan Bang Habib saat berangkat kerja, ia akan mengantarkan aku ke rumah sakit untuk menjaga Aisyah. Syukurlah ini hari terakhir Aisyah dirawat, karena keadaannya yang sudah mulai membaik sore ini ia sudah diperbolehkan untuk pulang.“Hati-hati di jalan ya Bang,” kataku sambil mencium punggung tangan Bang Habib.Ia mengelus kepalaku dengan lembut lalu berkata, “adek juga hati-hati ya, jangan genit-genit sama Dokter yang ada disini.”“Siapa maksud Abang? Dokter Revan?”“Ya, pokoknya semua Dokter lah. Gak hanya Dokter saja pokoknya semua laki-laki,” ucapnya menoel hidungku pelan.“Ya ampun, Dokternya juga pilih-pilih. Mana mungkin mau sama Ibu beranak satu,” kataku m

  • Ketika Istriku Tidak Meminta Jatah Lagi   Bab 65

    "Tuh lah, rasain! Punya istri cantik, pintar, baik hati, rajin disia-siakan," sindir ku padanya. "Iya lah Abang salah, itu kan masa lalu gak usah dibahas lagi. Jadi sekarang Adek mau makan apa, biar Abang masakin?""Oke, karena Abang yang nantangin. Adek mau makan ayam geprek, sambalnya yang pedes ya Bang. Soalnya anak Abang lagi pengen makan yang pedes-pedes nih," ujarku sambil mengelus perut yang sudah mulai membuncit. "Siap Bos," kata Bang Habib yang ikut mengelus perutku. "Kalau gitu Abang keluar dulu ya, mau beli bahan-bahannya. Adek tunggu di kamar aja nanti kalau uda matang Abang panggil," imbuh Bang Habib mengelus kepalaku dengan lembut. Aku tersenyum tipis sambil menganggukkan kepala, lalu ia mencium keningku dan mencubit pipiku dengan gemas.Bang Habib berlalu pergi keluar kamar, tidak lama kemudian aku mendengar suara deru motornya pergi dan tidak butuh waktu yang lama ia sudah kembali. Awalnya aku susah curiga mengapa ia sangat cepat kembali, karena tukang potong ayam b

  • Ketika Istriku Tidak Meminta Jatah Lagi   Bab 64

    POV SHEILA… Rasa trauma masa lalu kini menghantuiku. Seandainya kamu jujur sejak awal Bang, aku tidak mungkin akan sesakit ini. Coba kau ada diposisiku sebentar saja, agar kau tau betapa hancurnya saat kebohongan-kebohongan mu menggerogoti batinku.Aku menyeka air mata yang membasahi pipi, setiap teriakan demi teriakan tidak di hiraukan oleh Bang Habib. Ia tetap kekeh mencengkram kaki-kakiku kuat, enggan memberi cela aku untuk pergi. "Tolong tetap disini Dek, malu sama Umi dan Abi kalau setiap ada masalah kita libatkan mereka. Aisyah sedang sakit, jangan buat tambah beban pikiran orang tua lagi," lirih Bang Habib merayu. Aku menelan saliva dengan susah payah, memang apa yang dikatakannya benar. Akan tetapi, hatiku terasa perih saat melihat wajahnya. Entah mengapa bayang-bayang wajah Wenda membuat aku membenci suamiku sendiri.Aku mulai mengendur dan meredam ego perlahan. Tanpa berkata apa-apa aku berbalik kembali masuk ke dalam kamar, ku hempaskan tas di tangan dan kuletakkan Hafiz

  • Ketika Istriku Tidak Meminta Jatah Lagi   Bab 63

    "Aku bawa mobil kok, jadi tidak perlu diantar. Kalau begitu aku pamit pulang ya, assalamualaikum.""Waalaikumsalam."Wenda pun pergi menghilang masuk kedalam mobilnya, ia menyalakan mesin mobil lalu membuka kaca jendela dan melambaikan tangan pada Hafiz."Mau aku antar," cibir Sheila menyindirku lalu ia kembali masuk ke dalam rumah. Ia duduk di sofa sambil memainkan cream kue dengan sendok, tampaknya ia merasa sangat kesal denganku. Aku datang menghampirinya, lalu duduk tepat di sampingnya. Aku berusaha untuk membujuk Sheila dengan cara menggodanya, tetapi ia tidak peduli dan malah membalikkan tubuhnya membelakangiku. Bahkan ia juga menjauhkan Hafiz dariku, aku tidak dapat menyentuh anakku sendiri. Sontak hal itu membuat aku lepas kendali, emosi yang sejak tadi terpendam kini aku keluarkan semuanya "Kamu ini kenapa sih Dek? Dikit-dikit ngambek, buat suami bosen aja dirumah!" seruku kesal. "Oh jadi Abang bosan dirumah? Jadi, kenapa gak ikut Wenda pergi aja tadi!" sahutnya bersungu

  • Ketika Istriku Tidak Meminta Jatah Lagi   Bab 62

    Dia tinggal ngomong sih enak, gak ngerti posisiku seperti apa. Dia juga gak tau bagaimana kebaikan Wenda selama ini pada keluargaku, jadi bisa saja Ridwan bicara seperti itu.Aku menyesap kopi susu dingin yang diberi oleh Ridwan, kini rasanya aku tidak ingin memikirkan masalah apa pun. Otakku sudah terasa buntu memikirkan masalah pekerjaan, dan kini malah di tambah lagi perihal wanita yang tiada habisnya. Aku kembali masuk ke dalam kantor dan kembali bekerja. Niat hati tidak ingin memikirkan hal itu lagi, tetapi tetap saja aku kepikiran. Bagaimana bisa Sheila merencanakan hal seperti itu, kenapa dia bisa berpikir sejauh itu sih. Apa mungkin Risa hanya mengada-ngada saja? Ah Entahlah… Hari mulai menjelang sore, dengan pikiran yang masih berkecamuk aku pulang menunggangi kuda besi kesayanganku. Sepanjang perjalanan aku masih terus saja memikirkan ucapan Risa, bagaimana jika yang ia katakan benar. Aku tidak bisa membayangkan bagaimana terkoyaknya hati Wenda nantinya. Dulu aku dan Wend

  • Ketika Istriku Tidak Meminta Jatah Lagi   Bab 61

    "Abi, silahkan duduk sini. Sheila buatkan teh ya," kata Sheila yang langsung bangkit dan hendak ke dapur. "Tidak usah repot-repot, Abi hanya sebentar kok," tolak Abi menahan Sheila. Sheila pun kembali dan duduk disamping Abi lalu berkata, "ini sebenarnya ada apa Abi?"Abi tersenyum tipis lalu menatapku, aku terus menunduk ketakutan. Jantungku berdetak tidak karuan, keringat dingin terus saja mengalir dari dahi."Jadi gini Shel, Umi kan sedang sakit. Kamu boleh gak jaga Aisyah dari pagi sampai siang saja, setelah itu Darwis yang bakal gantikan. Abi juga harus jaga Umi dirumah," tutur Abi pelan. Aku langsung merasa sangat lega saat mendengar penuturan beliau. Duh, Abi malam-malam sudah buat olahraga jantung saja batinku."Habib izinkan Sheila menjaga Aisyah untuk beberapa hari saja menggantikan Umi?" tanya Abi seraya menatapku. "Eh… Kalau Habib sih mengizinkan Abi, apalagi selama ini Aisyah yang selalu menemani Sheila saat menjaga Hafiz," sahutku sedikit gagu akibat spot jantung baru

  • Ketika Istriku Tidak Meminta Jatah Lagi   Bab 60

    "Hust, jangan berisik Bang. Hafiz sedang tidur," ujar Sheila yang sedang berbaring diranjang sambil menyusui Hafiz. Aku mengelus dada lega, karena hampir saja jantungku copot rasanya. Aku berjalan keluar sambil mengendap-ngendap tidak mengeluarkan suara agar Hafiz tidak terbangun, begitu juga dengan Sheila yang ikut melangkah keluar mengekori aku. "Kamu kenapa sih bang teriak-teriak begitu?" tanya Sheila."Aku pikir kamu gak ada dirumah, soalnya gak biasa-biasanya kamu dan Hafiz gak menyambut aku pulang kerja," sahutku sambil memijat pelipis yang terasa berdenyut. "Oh itu tadi Hafiz gak tidur siang asik main aja, jadi jam segini uda minta tidur.""Ntar dia tidur sampai magrib?""Nggak Bang, palingan jam lima nanti uda bangun."Aku hanya menganggukkan kepala pelan, ingin rasanya aku bertanya pada Sheila apakah Darwis ada kesini dan bercerita yang aneh-aneh, tapi aku tidak memiliki keberanian sebesar itu. Saat ingin memulai bicara saja lidahku terasa keluh, bibirku enggan terbuka. "A

  • Ketika Istriku Tidak Meminta Jatah Lagi   Bab 59

    Sesampainya di rumah sakit, aku menemukan Mbak Aisyah sendirian di ruangan tempat ia dirawat. Tumben sekali Umi tidak ada, padahal biasanya beliau selalu menemani Mbak Aisyah. "Umi kemana Mbak?" tanyaku tiba-tiba yang membuat Mbak Aisyah terkejut. "Astagfirullah Darwis, kamu ini kebiasaan banget ya buat orang terkejut! Kalau masuk ketuk pintu dulu kek, ngucapin salam kek!" Protes Mbak Aisyah. Sementara aku hanya cengar-cengis sambil menggaruk kepalaku yang tidak gatal. "Ya maaf Mbak, namanya lupa. Hehehehe…""He… He… He… Kebiasaan banget lupa, masih muda kok uda pikun!" cetusnya dengan ekspresi wajah galak. Aku hanya mengerucutkan bibir pura-pura merajuk karena dimarahi olehnya, dan aku pun mengambil posisi duduk disamping ranjang sambil menopangkan dagu menatap Mbak Aisyah."Kenapa kamu liatin aku seperti Itu?" tanya Mbak Aisyah dengan ketus. "Gapapa, Mbak cantik aja hari ini," rayuku sambil mengerlingkan sebelah mata.Bukannya tersipu malu seperti wanita lain saat di goda, Mbak

  • Ketika Istriku Tidak Meminta Jatah Lagi    Bab 58

    Keesokan harinya saat dalam perjalanan pulang dari sekolah, mataku melihat pemandangan yang membuat aku terhenyak. Bisa-bisanya Om Habib sedang duduk berdua bersama seorang wanita di sebuah taman kota, hatiku bertanya-tanya siapakah wanita itu, apakah mungkin itu selingkuhan Om Habib? Wilayah ini memang cukup jauh dari rumahnya, jadi ia pasti bisa bebas berselingkuh.Cih, dasar lelaki mata keranjang! Jika memang sudah sifatnya tukang selingkuh pasti tidak akan bisa berubah. Dengan emosi yang membuncah aku menghampiri mereka, dan spontan membogem wajah Om Habib sekuat mungkin. Sakit rasanya melihat wanita yang begitu baik malah di khianati, karena gara-gara lelaki seperti Om Habib lah aku kehilangan Kakakku. "Dasar, laki-laki gak tau diuntung! Bisa-bisanya selingkuh lagi setelah diberi kesempatan kedua!" teriak ku kesal. Wanita itu berteriak-teriak saat melihat aku memukul Om Habib sampai bibirnya berdarah dan tersungkur di tanah. Saat ia hendak menolong Om Habib, dengan cepat aku la

Jelajahi dan baca novel bagus secara gratis
Akses gratis ke berbagai novel bagus di aplikasi GoodNovel. Unduh buku yang kamu suka dan baca di mana saja & kapan saja.
Baca buku gratis di Aplikasi
Pindai kode untuk membaca di Aplikasi
DMCA.com Protection Status