Tidak lama kemudian kami sampai dirumah Aisyah, kami disambut dengan hangat oleh Ayah dan Ibunya. Ternyata Aisyah adalah anak tunggal dari keluarga yang terbilang kaya, Ayah dan Ibunya juga sangat baik padaku. Kesempatan emas ini tidak boleh disia-siakan fikirku.
"Ini pacar kamu Aisyah?" tanya lelaki paruh baya yang rambutnya sudah mulai memutih."Bu… Bukan Pak, tadi Aisyah gak sengaja ketemu dijalan terus dianterin sama Masnya," sahut Aisyah menjelaskan.Ayah Aisyah hanya mengangguk-angguk sambil tersenyum menatapku, sementara aku mati kutu dan hanya cengengesan tidak menentu."Siapa namanya nak?" sapa Ibunya Aisyah dengan ramah."Habib Bu.""Masih single?""Masih Bu.""Wah, kebetulan dong kami sedang cari menantu. Jika kamu berkenan dengan anak saya boleh ajukan proposal taaruf secepatnya."Deg…Aku tercengang setengah mati saat ditawarkan untuk mengajukan proposal taaruf, bagaimana bisa baru sekali ketemu sudah ditawari untuk menikahi bidadari cantik ini. Jelas saja aku tidak menolaknya.
"Inshaallah Bu, saya akan segera mengajukan proposal taaruf untuk meminang Aisyah. Kalau begitu saya pamit pulang ya Pak, Bu. Assalamualaikum!""Waalaikumsalam, hati-hati dijalan Nak."Dengan segera aku pergi melajukan sepeda motorku, kebetulan rumah Aisyah bersebelahan dengan warung sayur, dan entah mengapa semua Ibu-Ibu yang sedang berbelanja sayur terus saja menatapku saat aku lewat dari sana. Masa bodo sih, mungkin gak pernah liat orang ganteng fikirku. Kini yang ada di pikiranku hanya Aisyah, dan jantungku benar-benar berdegup tidak karuan saat mengingat wajah Aisyah.Jam sudah menunjukan pukul dua belas tepat, sudah waktunya makan siang. Perutku sudah sangat keroncongan, dan para cacing sudah demo sejak tadi. Segera ku lajukan sepeda motor untuk pulang kerumah. Baru saja aku memarkirkan motor, tiba-tiba saja aku sudah disambut oleh sheila yang aneh. Entah ada angin apa tiba-tiba saja ia mengenakan jilbab panjang dan gamis dirumah, dengan cepat ia mencium punggung tanganku sembari tersenyum menatapku.
"Kamu mau kemana Dek?" tanyaku dengan tatapan menyelidik.
"Gak kemana-mana, Abang suka sama penampilanku yang sekarang gak?"
"Ya terserah kamu deh!"
Aku tidak terlalu memperdulikan nya, yang ada di pikiranku kini hanya ingin segera makan karena perutku benar-benar keroncongan. Aku melangkah masuk kedalam rumah diikuti dengan sheila, dengan segera kurebahkan tubuhku di sofa untuk bersantai sembari menunggu sheila menyiapkan makan siang. Sheila adalah istri yang siap siaga, aku tidak perlu meminta ia sudah mengerti apa yang aku butuhkan.
Tidak lama kemudian sheila datang membawa sepiring nasi lengkap dengan lauk pauk kesukaanku, ia selalu memasak apa yang aku suka karena memang kebutuhan rumah tangga aku sanggup memenuhinya, jadi aku tidak mau makan makanan yang tidak aku suka.
"Selamat menikmati." Bagaikan pelayan di restoran, sheila selalu mengatakan itu saat melayaniku makan, bahkan terkadang ia selalu mencium dahiku terlebih dahulu. Bisa dikatakan dia adalah wanita yang hampir mendekati sempurna, tetapi hatiku tidak dapat dibohongi, aku sama sekali tidak mencintainya. Sheila adalah wanita dari perjodohan orang tuaku, gadis yatim piatu dari panti asuhan itu dapat meluluhkan hati ayah dan ibu sampai menjadikan nya menantu.
"Kamu ngapain sih liatin aku segitunya dek?" tanyaku sambil meletakkan sendok di tanganku, nafsu makanku hancur dibuatnya.
"Abang tadi anterin Aisyah pulang ya?"
Jeder…
Hampir saja jantungku copot, bagaimana Sheila mengetahui hal itu, dan bagaimana bisa ia mengenal Aisyah. Aku benar-benar terkejut setengah mati mendengarnya, kini aku benar-benar kehilangan selera makanku.
"Ka… Ka… Kamu tau dari mana?" tanyaku gagu kebingungan.
"Tadi aku lagi belanja di tukang sayur samping rumah Aisyah, jadi gak sengaja liat Abang lewat," sahut Sheila santai.
Mataku membulat, pantas saja ibu-ibu di sana pada liatin aku pas lewat, ternyata ada Sheila disana. Lalu bagaimana dia secepat itu bisa kembali pulang kerumah, dan untuk apa belanja sayur harus jauh-jauh kesana. Aduh, aku terus saja memikirkan hal-hal aneh, pikiranku semakin berkecamuk dan banyak tanda tanya di kepala ini.
"Kamu ditawari untuk taaruf dengan Aisyah ya Bang?" tanya Sheila lagi.
"Aduh, harus jawab apa aku," gumamku dalam hati
"Bang… Bang… Bang…!"
"Eh, kamu tadi bilang apa Dek?"
"Kok melamun sih, aku tanya tadi kamu ditawari untuk taaruf dengan Aisyah ya?"
"Em, iya. Kamu tau dari mana?"
"Ibunya Aisyah yang cerita, masa kamu lupa sih dengan wajah Ibu angkatku? Ibunya Aisyah itu yang pernah main kesini loh Bang!"
Astaga, bagaimana bisa aku melupakan wajah Ibu itu. Pakai acara aku terima tawarannya lagi, pasti Ibu itu sedang menguji kesetiaanku kepada Sheila. Benar-benar sangat memalukan! Mau dibuang kemana lagi wajahku ini.
"Inget ya Bang, kamu itu belum mampu melayaniku diranjang. Jangan sok-sokan mau nambah lagi deh!"
"Em, iya iya!"
Sungguh menyebalkan jika sudah mendengar kata-kata itu keluar dari mulutnya, ia benar-benar merendahkan ku dalam urusan ranjang. Ku akui memang aku belum bisa mengimbanginya, tetapi lihat saja nanti kalau sudah dapat cela nya. Kamu yang bakalan ampun-ampun kubuat.
"Sheila, kamu jangan tersinggung ya? Aku mau ngomong serius!""Ngomong apa Bang?""Kamu bisa pergi gak? Jangan ajak ngobrol aku terus, aku mau makan tau!""Hehehe, oke aku kunci deh mulutku ini." Sheila mengacungkan ibu jarinya ke udara.Aku langsung melahap nasi di piring dengan secepat mungkin, cacing di perutku sudah demo sejak tadi, tetapi Sheila tidak mengerti dan malah mengajakku bicara panjang lebar. Rasanya kesal sekali, aku merasa dijebak oleh pertemuanku dengan Aisyah.Setelah selesai makan, Sheila kembali mengajakku bicara. Aku benar-benar tidak memperdulikan ucapannya, bahkan aku hanya menjawab ala kadarnya saja. Aku masih memimpikan seandainya aku benar-benar bisa menikahi Aisyah, tetapi sayangnya itu hanya angan-angan semata. Aku tidak mengerti mengapa aku sangat bosan dengan pernikahan ini, ya mungkin karena sudah lima tahun pernikahan kami, tapi belum juga dikaruniai seorang anak. Sheila memiliki riwayat penyakit kista, walau ia sudah dioperasi dan sudah sembuh total,
Aku membuka kertas itu dan terdapat tulisan 'Bekal kamu uda aku siapin, sarapan kamu uda ada diatas meja makan. Tolong jangan ajak aku ngobrol, aku ingin sendiri!' Aku tidak mengerti mengapa ia menjadi membisu seperti ini, tetapi aku tidak ingin memikirkan nya paling juga nanti ia kembali ganas seperti biasanya.Dengan cepat aku langsung mandi untuk membersihkan diri, aku mengguyur kepala ku dengan air dingin. Seketika rasa panas dikepala ini hilang, aku sangat bingung menghadapi Sheila saat ini hingga membuat kepalaku terasa panas. Setelah selesai mandi, dengan segera aku masuk kembali ke kamar. Kulihat Sheila kembali berbaring ditempat tidur, ia tidak lagi menyiapkan pakaianku, ia tidak lagi melayaniku seperti biasanya. Aku hanya menatapnya sambil menghela nafas panjang.Perutku sudah sangat keroncongan, dengan segera aku menuju meja makan dan membuka tudung saji. Kulihat hanya ada sepiring nasi goreng gosong disana, aku benar-benar marah kali ini, bisa-bisanya ia membalaskan dendam
Hari ini aku sangat lelah rasanya, kulajukan sepeda motor dengan kecepatan penuh agar segera sampai rumah. Biasanya kalau sudah mengeluh capek Sheila pasti akan langsung pijitin aku, rasanya aku sudah tidak sabar untuk segera sampai di rumah.Sesampainya dirumah tidak ada lagi sambutan ketika aku pulang, padahal biasanya Sheila pasti paling senang kalau melihat aku pulang kerja. Bahkan ia selalu langsung lari peluk dan cium aku, tetapi kini rasanya rumah sepi tanpa keceriaannya lagi.Krek…Kutarik handle pintu yang tidak terkunci itu, mataku melirik kesana kemari mencari keberadaan Sheila, tetapi tidak ada tanda-tanda dirinya. Feelingku mengatakan ia pasti masih berada didalam kamar, dan benar saja kulihat ia masih berbaring dan terus menangis diatas kasur."Shel, aku capek banget hari ini loh," ucapku sembari mengelus rambutnya yang lembut.Sheila malah menepis sentuhanku dengan kasar lalu berkata, "aku lebih capek, nangis berhari-hari kamu buat Bang!""Siapa yang suruh kamu nangis?
Aku hanya menghela napas panjang mendengar perkataannya, padahal biasanya kalau aku cium ia pasti akan kegirangan dan minta dicium lagi, tetapi kini sudah berbeda tidak seperti dulu. Tidak lama kemudian aku mendengar gemericik air dari kamar mandi, sepertinya Sheila sedang membersihkan tubuhnya setelah perbuatanku tadi malam, tetapi mengapa sepagi ini dia sudah mandi? Bahkan jam masih menunjukkan pukul empat pagi, biasanya jam segini ia masih molor, nunggu adzan subuh berkumandang ia baru mandi dan sholat. "Kamu kok uda mandi Shel?" tanyaku saat melihat Sheila masuk hanya menggunakan lilitan handuk di tubuhnya. "Aku mau pergi nanti, jadi aku mau lekas masakin buat sarapan dan bekal Abang," sahutnya tanpa menoleh ke arahku, ia masih sibuk mengenakan baju secara lengkap. "Kamu mau kemana?" tanyaku heran dengan tatapan menyelidik. "Mau jalan-jalan, ngerayain hari spesial!" "Hah, hari spesial apa maksudnya?" "Gak papa kok, aku cuma mau main ke panti hari ini!" "Oh, yaudah hati-hat
"Hahaha, aku mandul ya? Iya aku memang mandul, dan pantas untuk diceraikan Bang!""Kamu benar-benar menguji kesabaranku ya, oke kalau kamu mau cerai. Mulai sekarang kamu aku talak!"Aku membanting kue yang ada di tanganku hingga berserakan di lantai, sementara Sheila masih diam mematung dengan air matanya yang berlinang. Aku lelah dengan sikapnya yang egois, ia benar-benar tidak bisa mengerti suami. Mungkin perpisahan adalah hal yang benar untuk kami, lagi pula hubungan kami sudah tidak sehat untuk dilanjutkan.Aku berlalu pergi ke kamar mandi untuk membersihkan diri, aku mengguyur kepalaku yang panas untuk meredam emosi. Tidak lama kemudian setelah aku selesai mandi, kulihat Sheila dikamar sedang membereskan pakaiannya. Tidak ada sepatah katapun yang aku ucapkan saat Sheila pergi, bahkan ia juga tidak berkata apa-apa selain menangis.POV SHEILA…Hari yang seharusnya spesial untuk kami, malah menjadi hari malapetaka. Aku tidak tau akan pergi kemana sekarang, tetapi yang pasti aku ingi
POV HABIB…Kini aku sudah sendiri dan bisa bebas mencari pengganti Sheila, tetapi permasalahannya aku masih sering mencari Sheila karena tidak terbiasa hidup sendiri. Tidak ada lagi yang membuatkan aku sarapan, tidak ada lagi yang membuatkan ku bekal, tidak ada lagi yang membersihkan rumah, tidak ada lagi yang mencucikan bajuku dan tidak ada lagi yang menemani tidurku. Kini aku hanya bisa menikmati kehidupanku penuh kesendirian."Permisi, saya boleh duduk disini mas. Soalnya tempat duduk yang lain sudah penuh," sapa seorang wanita cantik berambut cokelat yang membuyarkan lamunanku."Eh, iya silahkan Mbak," sahutku mempersilahkan nya duduk.Wanita itu terus menatapku sambil tersenyum, aku mencoba melihat diriku apa mungkin ada sesuatu yang aneh? Akan tetapi tidak ada sedikitpun yang aneh dari diriku. Aku mencoba memberanikan diri untuk menegurnya, rasanya aku sangat risih dan menjadi salah tingkah jika diperhatikan seperti itu."Mbak kenapa liatin aku seperti itu ya? Apa ada yang aneh
POV SHEILA…Sebenarnya aku tidak tega melakukan hal seperti itu kepada Bang Habib, tetapi aku tidak ingin dianggap wanita lemah olehnya. Sejak tadi aku melihat ia berkenalan dengan wanita lain di cafe tersebut, hatiku benar-benar sakit dan kecewa padanya. Aku sengaja menabraknya dan menghampiri lelaki yang bahkan aku tidak mengenalnya, aku hanya ingin membalas perbuatan Bang Habib padaku."Maaf ya Bang, maaf banget saya udah ganggu waktunya," ucapku pada pria itu saat kami sudah cukup jauh dari cafe tersebut, ia tersenyum kecil menatapku dan tiba-tiba mengelus kepalaku dengan lembut."Gak papa, saya paham kenapa kamu lakukan ini. Saya udah liat semuanya, dan bagaimana kelakuan mantan suamimu itu." Aku berjalan mundur, dan menghindari sentuhannya. Bagaimanapun aku tetap risih disentuh dengan pria asing."Makasih Bang, kalau gitu aku permisi ya. Assalamualaikum," ucapku padanya sembari sedikit membungkukkan badan. Tidak ada jawaban darinya, ia malah tersenyum tipis melihatku."Saya non-
"Bang, aku mau kita rujuk. Kamu mau kan kembali sama aku," ucap Sheila sembari menggenggam tangan Habib."Bukannya kamu uda ada laki-laki lain?" tanya Habib."Aku kemarin cuma akting Bang, aku gak mau cerai sama kamu. Aku mohon Bang," rintihnya terisak-isak. Habib melepaskan tangannya dari genggaman Sheila lalu merangkul gadis yang sejak tadi bersamanya."Maaf Shel aku gak bisa rujuk sama kamu, setelah surat cerai kita selesai aku akan menikahi Fanny!"Wanita itu memamerkan cincin yang melingkar di jari manisnya lalu berkata, "kamu telat Mbak, aku baru saja dilamar Mas Habib!"Ingin rasanya aku mencakar wajah wanita tidak tau malu itu, sekolah juga belum kelar, tapi uda berhasil jadi pelakor kelas kakap. Mau jadi apa negeri ini, jika kelakuan anak dibawah umur sudah melampaui batas kewajaran."Emangnya kamu dapat restu dari orang tuamu untuk menikah lagi Bib? Aku yakin orang tuamu pasti belum tau tentang perceraian antara kamu dan Sheila," ucapku mengingatkan Habib."Masalah itu bukan