Share

Bab 2

Tidak lama kemudian kami sampai dirumah Aisyah, kami disambut dengan hangat oleh Ayah dan Ibunya. Ternyata Aisyah adalah anak tunggal dari keluarga yang terbilang kaya, Ayah dan Ibunya juga sangat baik padaku. Kesempatan emas ini tidak boleh disia-siakan fikirku.

"Ini pacar kamu Aisyah?" tanya lelaki paruh baya yang rambutnya sudah mulai memutih.

"Bu… Bukan Pak, tadi Aisyah gak sengaja ketemu dijalan terus dianterin sama Masnya," sahut Aisyah menjelaskan.

Ayah Aisyah hanya mengangguk-angguk sambil tersenyum menatapku, sementara aku mati kutu dan hanya cengengesan tidak menentu.

"Siapa namanya nak?" sapa Ibunya Aisyah dengan ramah.

"Habib Bu."

"Masih single?"

"Masih Bu."

"Wah, kebetulan dong kami sedang cari menantu. Jika kamu berkenan dengan anak saya boleh ajukan proposal taaruf secepatnya."

Deg…

Aku tercengang setengah mati saat ditawarkan untuk mengajukan proposal taaruf, bagaimana bisa baru sekali ketemu sudah ditawari untuk menikahi bidadari cantik ini. Jelas saja aku tidak menolaknya.

"Inshaallah Bu, saya akan segera mengajukan proposal taaruf untuk meminang Aisyah. Kalau begitu saya pamit pulang ya Pak, Bu. Assalamualaikum!"

"Waalaikumsalam, hati-hati dijalan Nak."

Dengan segera aku pergi melajukan sepeda motorku, kebetulan rumah Aisyah bersebelahan dengan warung sayur, dan entah mengapa semua Ibu-Ibu yang sedang berbelanja sayur terus saja menatapku saat aku lewat dari sana. Masa bodo sih, mungkin gak pernah liat orang ganteng fikirku. Kini yang ada di pikiranku hanya Aisyah, dan jantungku benar-benar berdegup tidak karuan saat mengingat wajah Aisyah.

Jam sudah menunjukan pukul dua belas tepat, sudah waktunya makan siang. Perutku sudah sangat keroncongan, dan para cacing sudah demo sejak tadi. Segera ku lajukan sepeda motor untuk pulang kerumah. Baru saja aku memarkirkan motor, tiba-tiba saja aku sudah disambut oleh sheila yang aneh. Entah ada angin apa tiba-tiba saja ia mengenakan jilbab panjang dan gamis dirumah, dengan cepat ia mencium punggung tanganku sembari tersenyum menatapku.

"Kamu mau kemana Dek?" tanyaku dengan tatapan menyelidik.

"Gak kemana-mana, Abang suka sama penampilanku yang sekarang gak?" 

"Ya terserah kamu deh!" 

Aku tidak terlalu memperdulikan nya, yang ada di pikiranku kini hanya ingin segera makan karena perutku benar-benar keroncongan. Aku melangkah masuk kedalam rumah diikuti dengan sheila, dengan segera kurebahkan tubuhku di sofa untuk bersantai sembari menunggu sheila menyiapkan makan siang. Sheila adalah istri yang siap siaga, aku tidak perlu meminta ia sudah mengerti apa yang aku butuhkan.

Tidak lama kemudian sheila datang membawa sepiring nasi lengkap dengan lauk pauk kesukaanku, ia selalu memasak apa yang aku suka karena memang kebutuhan rumah tangga aku sanggup memenuhinya, jadi aku tidak mau makan makanan yang tidak aku suka.

"Selamat menikmati." Bagaikan pelayan di restoran, sheila selalu mengatakan itu saat melayaniku makan, bahkan terkadang ia selalu mencium dahiku terlebih dahulu. Bisa dikatakan dia adalah wanita yang hampir mendekati sempurna, tetapi hatiku tidak dapat dibohongi, aku sama sekali tidak mencintainya. Sheila adalah wanita dari perjodohan orang tuaku, gadis yatim piatu dari panti asuhan itu dapat meluluhkan hati ayah dan ibu sampai menjadikan nya menantu.

"Kamu ngapain sih liatin aku segitunya dek?" tanyaku sambil meletakkan sendok di tanganku, nafsu makanku hancur dibuatnya.

"Abang tadi anterin Aisyah pulang ya?"

Jeder…

Hampir saja jantungku copot, bagaimana Sheila mengetahui hal itu, dan bagaimana bisa ia mengenal Aisyah. Aku benar-benar terkejut setengah mati mendengarnya, kini aku benar-benar kehilangan selera makanku.

"Ka… Ka… Kamu tau dari mana?" tanyaku gagu kebingungan.

"Tadi aku lagi belanja di tukang sayur samping rumah Aisyah, jadi gak sengaja liat Abang lewat," sahut Sheila santai.

Mataku membulat, pantas saja ibu-ibu di sana pada liatin aku pas lewat, ternyata ada Sheila disana. Lalu bagaimana dia secepat itu bisa kembali pulang kerumah, dan untuk apa belanja sayur harus jauh-jauh kesana. Aduh, aku terus saja memikirkan hal-hal aneh, pikiranku semakin berkecamuk dan banyak tanda tanya di kepala ini.

"Kamu ditawari untuk taaruf dengan Aisyah ya Bang?" tanya Sheila lagi.

"Aduh, harus jawab apa aku," gumamku dalam hati

"Bang… Bang… Bang…!"

"Eh, kamu tadi bilang apa Dek?"

"Kok melamun sih, aku tanya tadi kamu ditawari untuk taaruf dengan Aisyah ya?"

"Em, iya. Kamu tau dari mana?"

"Ibunya Aisyah yang cerita, masa kamu lupa sih dengan wajah Ibu angkatku? Ibunya Aisyah itu yang pernah main kesini loh Bang!"

Astaga, bagaimana bisa aku melupakan wajah Ibu itu. Pakai acara aku terima tawarannya lagi, pasti Ibu itu sedang menguji kesetiaanku kepada Sheila. Benar-benar sangat memalukan! Mau dibuang kemana lagi wajahku ini.

"Inget ya Bang, kamu itu belum mampu melayaniku diranjang. Jangan sok-sokan mau nambah lagi deh!"

"Em, iya iya!" 

Sungguh menyebalkan jika sudah mendengar kata-kata itu keluar dari mulutnya, ia benar-benar merendahkan ku dalam urusan ranjang. Ku akui memang aku belum bisa mengimbanginya, tetapi lihat saja nanti kalau sudah dapat cela nya. Kamu yang bakalan ampun-ampun kubuat.





Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status