'Alhamdulillah ya Allah, terimakasih sudah mengabulkan do'a hamba, sekarang hamba bisa bekerja untuk mencukupi kebutuhan keluarga.' Ria tak henti-hentinya mengucapkan rasa syukurnya kepada Tuhan. Walau usianya sekarang sudah menginjak 35 tahun, dia masih bisa mendapatkan pekerjaan. Ini tidak lain adalah atas bantuan sahabatnya yaitu Sari orang yang sangat berjasa dalam hidupnya.
Hari ini adalah hari pertama Ria bekerja sebagai kasir di rumah makan. Kali ini dia kebagian shift pagi.
"Bu, pagi-pagi kok sudah rapi, mau kemana?"
Tanya Fahmi keheranan melihat ibunya sudah berpakaian rapi dan wajahnya kelihatan lebih cantik daripada biasanya."Kamu lupa ya? hari ini kan hari pertama ibu bekerja."
"Oh iya, aku lupa."
"Doakan ya nak, semoga kerjaan ibu lancar, bisa memenuhi semua kebutuhan kita. Kita gak usah lagi telfon ke ayah minta jatah bulanan. Mau dikasih ya syukur gak dikasih pun kita tidak usah minta."
"Iya Bu."
Di tempat kerjanya Ria mengamati beberapa orang yang berkunjung di rumah makan itu. Ada yang datang bersama anak dan istrinya, dengan pasangannya, dan ada pula yang hanya sekedar nongkrong dengan teman-temannya.
Dia teringat akan Hamid, suaminya. Sudah beberapa hari dia sudah tidak menghubunginya. Ingin sekali dia menelfonnya hanya sekedar menanyakan kabar. Tapi hal itu diurungkan Ria takut nanti dikira minta uang lagi. Yang terpenting sekarang, SPP Fahmi sudah dibayar lunas, jadi dia sudah tidak khawatir lagi.
Sampailah di akhir bulan, Ria yang biasanya selalu menelfon Hamid minta jatah bulanan, sekarang rutinitas tersebut sudah dia hentikan. Karena uang hasil kerja di rumah makan dan jualan online sudah sangatlah cukup untuk memenuhi kebutuhan Ria dan anaknya.
-----
'Tumben Ria tidak menghubungiku biasanya kalau akhir bulan dia sudah minta jatah bulanan. Tapi tidak apa-apalah aku kali ini masih belum punya cukup uang untuk mentransfernya. Uang yang kuberi 2 minggu yang lalu mungkin masih ada. Tapi dia kemana ya? halah sudahlah nanti kalau butuh pasti telfon aku. Aku tidak mau terus-terusan berfikiran negatif tentangnya.'
"Mid, tumben istri kamu tidak telfon minta jatah bulanan?" tanya mas Seno yang tiba-tiba menghampiri Hamid.
"Nomor HPnya tidak bisa dihubungi mas, HPnya rusak. Sudah tidak bisa di servis. Soalnya waktu terakhir telfon suaranya macet-macet katanya Rusak." Jawab Hamid sekenanya, Hamid bukan tipe orang yang suka mengumbar masalah keluarga kepada orang lain.
"Mid, emang kamu bisa percaya begitu saja?"
sambung mas Seno. "Namanya istri dan anak itu butuh makan Mid, apalagi Ria tidak kerja, terus beberapa bulan ini kamu sering sakit. Upah kamu kan jadi sedikit, siapa tahu Ria punya pria idaman lain. Dia masih kelihatan muda Mid, wajahnya cantik badannya langsing gak kelihatan dia kalau sudah berumur. Kita kan tidak tahu Mid dia di sana ngapain. Buktinya akhir bulan seperti ini kan dia biasanya minta jatah bulanan."'Kenapa mas Seno jadi seperti ini ya? bukan menenangkan aku malah ngomong yang tidak-tidak mengenai Ria.' Hamid sedikit kaget melihat gelagat sepupu Ria.
"Harusnya kalau HP rusak ya bisa pinjam HP Tya, adiknya. Mereka kan kakak adik dan sangat dekat."
"Sudahlah mas, kemarin lusa aku sudah transfer Ria kok, mungkin masih ada. Ria kan juga jualan online mas jadi dia punya uang dari situ, aku tidak mau soudzon kepada dia aku yakin dia sangat setia kepadaku. Yang penting aku harus bekerja lebih keras lagi untuk membahagiakan mereka."
"Lah kamu emang gak tahu Mid di aplikasi biru itu, akun dengan nama [R. Ardiansyah] dia bilang kalau dia [ingin bertemu]. Jangan-jangan dia pacarnya Ria, Mid."
Deg Hamid sangat kaget mendengar ucapan sepupu istrinya itu. Hamid pun terdiam.
'loohhh kenapa mas Seno tahu mengenai masalah ini? padahal aku tidak pernah cerita apapun dengan dia.' batin Hamid"Mas Seno kok bisa tahu?" timpal Hamid.
"Kan aku berteman dengan dia di aplikasi itu, ya pasti ngerti lah wong dia komentar di postingan Ria."
'Aku merasa ada yang aneh di sini, kenapa mas Seno bisa tahu betul mengenai akun R. Ardiansyah itu dan sikapnya sangat aneh. Atau jangan-jangan'
"Bagaimana ini Tya?" "Sudahlah Mbak, jangan terlalu dipikirkan! Biarkan Mas Seno yang menanggung. Kalau aku boleh saran lepaskan saja Mas Seno, Mbak. Semenjak tahu mengenai perlakuan buruk Mas Seno, kepada Mbak Niken aku sudah tidak respect lagi kepadanya. Aku takut kalau Mas Seno akan menyakiti Mbak lagi." "Aku sebetulnya juga sudah tidak ingin meneruskan hubungan ini dengan Mas Seno,Tya. Tapi, aku tidak tega dengan Hani. Aku tak tega jika Hani tahu Ibu dan Ayahnya sudah tidak bersama." "Tapi coba pikirkan baik-baik, Mbak! Aku juga tidak memaksa. Aku soalnya sangat kepikiran jika Mbak Niken masih bertahan dengan Mas Seno. Coba bayangkan jika Hani tahu kalau selama ini Mbak Niken diperlakukan dengan kasar. Sampai sekarang pun Mbak Niken juga tidak beri nafkah." "Iya Tya." Niken terlihat cemas ada perasaan yang berkecamuk di dalam hatinya. Sebenarnya saat dia datang di rumah Bu Rahmi dia berencana akan menggugat cerai suaminya. Tapi saat setelah melihat anaknya dia kembali mengurung
"Mas Seno menghilang Dek." "Menghilang? Maksudnya bagaimana?" "Mas Seno membawa kabur upah para pekerja termasuk upahku juga dia bawa kabur." "Ya Allah kok bisa begitu Mas?" "Awalnya dia memberikan upah itu tidak utuh, katanya untuk tabungan gitu. Aku sempat curiga dan beberapa orang yang lain juga menolak. Tapi Mas Seno meyakinkan kami lagi, kalau ini peraturan dari pihak atasan jadi para pekerja diwajibkan. Itu terjadi selama empat bulan. Dan bulan kelima upah yang seharusnya kita terima belum dia berikan, katanya ada keterlambatan. Dari situlah akhirnya aku yakin kalau kecurigaan selama ini adalah benar." "Kemudian kami berembuk untuk menanyakan ke atasan untuk keterlambatan upah dan sistem tabungan yang disampaikan Mas Seno. Setelah kami bertemu dengan atasan, ternyata apa yang disampaikan Mas Seno itu hanya karangan dia saja, kita sudah ditipu. Setelah kebohongan Mas Seno terbongkar, dia pun pergi entah kemana. Kita cari-cari tidak ketemu. Kita mencoba menghubungi saja tidak
"Kamu buka sendiri kalau sudah di rumah!" perintah Bu Martha."Baik Tante, Ria dan Mas Hamid pulang dulu."Kemudian mereka pulang berdua. Tak lupa mobil Ria, mereka kendarai."Mas, aku kok jadi penasaran dengan amplop coklat ini.""Sudahlah, nanti kalau sudah tiba di rumah langsung kamu buka," kata Hamid sambil tersenyum melihat perilaku istrinya itu."Tapi kita sekarang mau kemana, Mas?""Kita jalan-jalan dulu berdua, sudah lama kan, kita nggak pernah jalan berdua? Anggap saja kita lagi pacaran," kata Hamid sambil tersenyum. Tak lupa tangannya memegang tangan Ria, dengan lembut."Tapi, Mas. Aku pakai baju seperti ini. Malulah nanti kalau dilihatin orang-orang!""Tidak apa-apa, setelah ini kita mampir dulu beli baju.""Iya Mas."Mereka saling tersenyum bersama. Sudah lama sekali mereka tidak melakukan kegiatan ini berdua, semenjak kebangkrutan Hamid. Jangankan jalan-jalan, buat makan sehari-hari saja mereka harus mengirit.Setelah selesai berbelanja baju untuk Ria, Hamid pergi ke temp
"Seno sudah tahu tentang masalah ini belum, Niken?""Saya belum memberitahu kepada dia, Bu. Entahlah rasanya sekarang sudah tidak penting lagi untuk memberitahukan semua kejadian ini kepada mas Seno. Mas Seno sudah tidak perhatian lagi kepada kami. Makanya saya nekad untuk bekerja karena memang Mas Seno sudah tidak peduli.""Tidak peduli, apa maksud kamu, Niken?" tanya Bu Rahmi kaget."Selama ini Mas Seno sudah tidak memberi nafkah kami, Bu. Bahkan tak jarang dia melakukan kekerasan kepadaku.""Ya Allah..." Bu Rahmi bisa memahami apa yang di rasakan mbk Niken. Dia ikut bersedih mendengar pengakuan dari Niken."Kamu itu sudah aku anggap sebagai anak aku sendiri Niken, jika aku mendengar seperti rasanya hatiku teriris-iris, tidak ikhlas.""Kalau begitu kamu tinggal di sini aja, Niken! Kamu bisa bantu-bantu masak di sini. Apalagi sekarang usahaku mulai tumbuh sangat pesat, karena Tya sekarang juga memasarkannya di media sosial.""Tapi, aku sudah banyak menyusahkan keluarga Bu Rahmi. Apal
"Siapa ya? kok kayak mbak Niken. Tapi itu dia naik mobilnya siapa?" Sesosok perempuan itu akhirnya sudah sampai di depan rumah pintu Bu Rahmi dan tak lama kemudian pintu itu berbunyi dengan suara ketokan yang sangat keras dan terburu-buru. Tya bergegas membuka pintu itu. Setelah pintu itu terbuka ternyata benar dia adalah mbak Niken. "Mbak Niken?" tanya Tya. Tya menemukan Niken yang memakai pakaian minim namun bagian dadanya dia tutup menggunakan jaket. "Iya Tya ini aku Niken. Aku mau ajak Hani pulang ke kampung. Dimana dia sekarang?" tanya mbak Niken terlihat terburu-buru. "Dia sedang tidur mbk. Pulang kampung besok saja mbk, biarkan Hani tidur." "Tidak ada waktu lagi Tya. Aku sudah terburu-buru." "Tapi kenapa mbak?" Tya mencegah mbak Niken masuk ke kamar dimana Hani sedang tidur bersama ibu Rahmi. "Tolong jelaskan sebentar saja kepadaku mbk! supaya aku tidak berfikiran kotor kepada mbak Niken." Memang saat Tya melihat penampakan Niken sekarang, pikirannya sudah traveling k
28"Bu, bukannya Tya membela mas Hamid. Tapi Tya yakin banget kalau mas Hamid tidak akan melakukan hal itu kepada kak Ria. Percayalah bu. Aku saja bisa yakin, kenapa ibu tidak? jadi aku mohon percayalah ini hanyalah salah paham," ujar Ria sambil memegang tangan ibunya."Memang dulu mas Hamid itu kaya bu, mau keluar duit berapa aja gampang. Tapi bagaimanapun namanya kehidupan ya pasti ada saja cobaannya. Roda kehidupan itu berputar bu, kadang di bawah kadang juga di atas. Sedangkan mas Hamid dulu di atas sekarang sedang di uji dengan posisi di bawah. Yang penting sekarang mas Hamid juga sudah berusaha untuk bekerja meski hanya sebagai kuli bangunan itu tandanya mas Hamid bertanggung jawab dengan keluarganya, bu. Coba ingat-ingat dulu perjalanan ibu untuk bisa seperti ini bagaimana, pasti ada naik turunnya kan bu? gak tiba-tiba langsung kaya, kan tidak. Semua perlu proses. Ingat tidak, ketika kita tinggal di rumah yang sangat kecil dan ibu menitipkan hasil masakan ke tok