Share

Bab 5

Jam menunjukkan pukul 9:35 pagi. Ria sudah tiba di rumah. Kemudian dia membuka tasnya untuk mencari kunci. Kunci masih belum dia dapati, tiba-tiba Bik Murti datang dan menyodorkan bon belanjaan. Iya begitulah Bik Murti kalau berkaitan dengan uang langsung nomor satu.

"Mana uangnya, ayo bayar." Bentak Bik Murti dengan suara lantangnya. 

Seketika Ria mengambil dompetnya dan mengambil beberapa lembar uang. Di sisi lain Bik Murti melihat isi dompet Ria dengan penasaran. Dia melihat beberapa lembar uang merah dan biru di dalam dompet Ria.

"Ini Bik uangnya." Ria memberikan uang berwarna merah sebanyak 4 lembar dan 1 lembar uang berwarna biru. "Hitung dulu Bik, takutnya kurang." 

Bik Murti dengan secepat kilat menyambar uang itu. 

"Sudah pas." Sambil memasukkan uang dari Ria kedompetnya.

"Hasil jual d**i selama tiga hari, dapatmu banyak juga ya?"

"Astagfirullahhaladzim, apa yang Bik Murti bicarakan ini?."

"Aku bicara apa adanya. Mana ada istri seorang kuli bangunan punya uang sebanyak itu." 

"Astagfirullah Bik Murti, jaga ucapamu Bik. Jangan nuduh orang sembarangan tanpa ada bukti."

"Halaaaahhh... sudahlah Ria akui saja. Aku sih gak masalah kamu bayar hutang dari hasil apa apa, yang penting kamu bisa bayar lunas hutang kamu. Aku sudah senang." Bik Murti mencebikkan bibirnya sambil memainkan badan dengan bahasa meledek tak lupa sambil sesekali melirik Ria yang berada tepat di depannya.

"Sudahlah Ria, tinggalin saja tuh si Hamid, sudah pelit, wajah pas-pasan, gak pernah pulang lagi. Mana ada wanita yang betah berbulan-bulan tak dise**uh. Kamu tuh cantik Ria. Saran aja sih, mending kamu cari yang lain, tinggalin tuh Hamid sudah gak ada gunanya." Tak hentin-hentinya Bik Murti berbicara, sampai Ria tidak diberi kesempatan untuk menyaggahnya.

"Astagfirullah." Ria terus saja beristigfar sambil mengelus dadanya, mendengar ocehan Bik Murti yang terus meghinanya. Ria tak tahan dadanya terasa sesak hatinya seperti diiris-iris.

"Sudah Bik, lebih baik Bik Murti segera pulang. Saya capek, mau istirahat." Ria membuka pintu dan segera melangkahkan kakinya ke dalam rumah, kemudian menutup pintu dengan kasar.

"Dasar wanita ja***g. Gak tahu diun***g dikasih tahu malah sewot." Setelah puas menghina Ria, kemudian Bik Murti pulang.

Ria langsung menuju kamar menaruh tasnya begitu saja. Tanpa mengganti bajunya terlebih dahulu, dia melemparkan badannya ke atas kasur. Air mata yang dia tahan sedari tadi saat menghadapi Bik Murti akhirnya tumpah juga.

------

"Tok...tok... Assalamu'alaikum, kak Ria... kak..."

Terdengar suara teriakan dari pintu depan.

Bergegas Ria meninggalkan dapur pergi ke depan untuk membuka pintu.

"Wa'alaikum salam. Ada apa Tya?"

"Tidak ada apa-apa kak, tadi aku lewat daerah sini jadi sekalian mampir." Bukan itu sebetulnya tujuan utama Tya ke rumah kakaknya. Dia ingin memastikan kakaknya ada di rumah atau tidak.

Sambil berjalan masuk ke dalam Tya melihat benda pipih tergeletak di meja.

"Wih HP baru, yang kemaren HPnya sudah tidak bisa diservis ya kak?"

"Diservis? enggak diservis. Kemarin lusa HP kakak hilang, yang ini di kasih mbak Sari."

"Lah katanya kak Ria kemarin lusa ke tempatnya mbak Sari mau servis HP. Kemarin lusa aku kesini kak, tapi kakak tidak ada. Di rumah hanya ada Fahmi "

"Ohh...iya..iya kakak lupa, iya kakak ke tempat kak Sari terus di perjalan HP kakak hilang" Ria baru ingat kalau kemarin lusa dia pergi ke luar kota, mencari pekerjaan.

Tya curiga ada yang disembunyikan oleh kakaknya. Dia menghampiri Ria sambil memegang lembut kedua tangan dengan menatap lekat kedua bola mata kakaknya.

"Kak, jujur sama Tya, kakak kemarin kemana? Tya janji tidak akan bilang ke Ibu." Sejenak Ria terdiam.

.

.

"Jawab kak!"

.

.

"Kakak pergi ke luar kota Tya, mencari pekerjaan. Mau gimana lagi, uang yang diberikan mas Hamid kurang dan sering telat, ditambah SPP Fahmi sudah nunggak 3 bulan. Aku harus mandiri Tya. Aku gak mau bergantung dengan mas Hamid." Ria bercerita sambil berderai air mata. Tya hanya bisa terdiam mendengar cerita tersebut.

"Apa benar, mas Hamid punya wanita lain kak?"

"Haaahh... kamu tahu darimana Tya? setahu kakak tidak ada. Kakak tahu betul sifat mas Hamid dia sangat setia. Tidak mungkin sampai menghianatiku."

"Banyak berita burung bertebaran kak, kalau hasil kerja mas Hamid digunakan untuk main dengan wanita lain. Tapi aku sangat yakin kalau mas Hamid tidak mungkin melakukan itu."

"Astagfirullah." Ria terkulai lemas mendengar cerita adiknya.

"Siapa yang tega memfitnah keluargaku?" 

"Tenang ya kak, nanti akan aku selidiki. Akan ku seret dia tanpa ampun. Kakak tidak usah khawatir."

    

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status