Share

Bab 5

Author: Senja Piana
last update Last Updated: 2021-09-09 14:24:33

Jam menunjukkan pukul 9:35 pagi. Ria sudah tiba di rumah. Kemudian dia membuka tasnya untuk mencari kunci. Kunci masih belum dia dapati, tiba-tiba Bik Murti datang dan menyodorkan bon belanjaan. Iya begitulah Bik Murti kalau berkaitan dengan uang langsung nomor satu.

"Mana uangnya, ayo bayar." Bentak Bik Murti dengan suara lantangnya. 

Seketika Ria mengambil dompetnya dan mengambil beberapa lembar uang. Di sisi lain Bik Murti melihat isi dompet Ria dengan penasaran. Dia melihat beberapa lembar uang merah dan biru di dalam dompet Ria.

"Ini Bik uangnya." Ria memberikan uang berwarna merah sebanyak 4 lembar dan 1 lembar uang berwarna biru. "Hitung dulu Bik, takutnya kurang." 

Bik Murti dengan secepat kilat menyambar uang itu. 

"Sudah pas." Sambil memasukkan uang dari Ria kedompetnya.

"Hasil jual d**i selama tiga hari, dapatmu banyak juga ya?"

"Astagfirullahhaladzim, apa yang Bik Murti bicarakan ini?."

"Aku bicara apa adanya. Mana ada istri seorang kuli bangunan punya uang sebanyak itu." 

"Astagfirullah Bik Murti, jaga ucapamu Bik. Jangan nuduh orang sembarangan tanpa ada bukti."

"Halaaaahhh... sudahlah Ria akui saja. Aku sih gak masalah kamu bayar hutang dari hasil apa apa, yang penting kamu bisa bayar lunas hutang kamu. Aku sudah senang." Bik Murti mencebikkan bibirnya sambil memainkan badan dengan bahasa meledek tak lupa sambil sesekali melirik Ria yang berada tepat di depannya.

"Sudahlah Ria, tinggalin saja tuh si Hamid, sudah pelit, wajah pas-pasan, gak pernah pulang lagi. Mana ada wanita yang betah berbulan-bulan tak dise**uh. Kamu tuh cantik Ria. Saran aja sih, mending kamu cari yang lain, tinggalin tuh Hamid sudah gak ada gunanya." Tak hentin-hentinya Bik Murti berbicara, sampai Ria tidak diberi kesempatan untuk menyaggahnya.

"Astagfirullah." Ria terus saja beristigfar sambil mengelus dadanya, mendengar ocehan Bik Murti yang terus meghinanya. Ria tak tahan dadanya terasa sesak hatinya seperti diiris-iris.

"Sudah Bik, lebih baik Bik Murti segera pulang. Saya capek, mau istirahat." Ria membuka pintu dan segera melangkahkan kakinya ke dalam rumah, kemudian menutup pintu dengan kasar.

"Dasar wanita ja***g. Gak tahu diun***g dikasih tahu malah sewot." Setelah puas menghina Ria, kemudian Bik Murti pulang.

Ria langsung menuju kamar menaruh tasnya begitu saja. Tanpa mengganti bajunya terlebih dahulu, dia melemparkan badannya ke atas kasur. Air mata yang dia tahan sedari tadi saat menghadapi Bik Murti akhirnya tumpah juga.

------

"Tok...tok... Assalamu'alaikum, kak Ria... kak..."

Terdengar suara teriakan dari pintu depan.

Bergegas Ria meninggalkan dapur pergi ke depan untuk membuka pintu.

"Wa'alaikum salam. Ada apa Tya?"

"Tidak ada apa-apa kak, tadi aku lewat daerah sini jadi sekalian mampir." Bukan itu sebetulnya tujuan utama Tya ke rumah kakaknya. Dia ingin memastikan kakaknya ada di rumah atau tidak.

Sambil berjalan masuk ke dalam Tya melihat benda pipih tergeletak di meja.

"Wih HP baru, yang kemaren HPnya sudah tidak bisa diservis ya kak?"

"Diservis? enggak diservis. Kemarin lusa HP kakak hilang, yang ini di kasih mbak Sari."

"Lah katanya kak Ria kemarin lusa ke tempatnya mbak Sari mau servis HP. Kemarin lusa aku kesini kak, tapi kakak tidak ada. Di rumah hanya ada Fahmi "

"Ohh...iya..iya kakak lupa, iya kakak ke tempat kak Sari terus di perjalan HP kakak hilang" Ria baru ingat kalau kemarin lusa dia pergi ke luar kota, mencari pekerjaan.

Tya curiga ada yang disembunyikan oleh kakaknya. Dia menghampiri Ria sambil memegang lembut kedua tangan dengan menatap lekat kedua bola mata kakaknya.

"Kak, jujur sama Tya, kakak kemarin kemana? Tya janji tidak akan bilang ke Ibu." Sejenak Ria terdiam.

.

.

"Jawab kak!"

.

.

"Kakak pergi ke luar kota Tya, mencari pekerjaan. Mau gimana lagi, uang yang diberikan mas Hamid kurang dan sering telat, ditambah SPP Fahmi sudah nunggak 3 bulan. Aku harus mandiri Tya. Aku gak mau bergantung dengan mas Hamid." Ria bercerita sambil berderai air mata. Tya hanya bisa terdiam mendengar cerita tersebut.

"Apa benar, mas Hamid punya wanita lain kak?"

"Haaahh... kamu tahu darimana Tya? setahu kakak tidak ada. Kakak tahu betul sifat mas Hamid dia sangat setia. Tidak mungkin sampai menghianatiku."

"Banyak berita burung bertebaran kak, kalau hasil kerja mas Hamid digunakan untuk main dengan wanita lain. Tapi aku sangat yakin kalau mas Hamid tidak mungkin melakukan itu."

"Astagfirullah." Ria terkulai lemas mendengar cerita adiknya.

"Siapa yang tega memfitnah keluargaku?" 

"Tenang ya kak, nanti akan aku selidiki. Akan ku seret dia tanpa ampun. Kakak tidak usah khawatir."

    

Continue to read this book for free
Scan code to download App

Latest chapter

  • Ketika Istriku, Tidak Minta Jatah Bulanan   Bab 33

    "Bagaimana ini Tya?" "Sudahlah Mbak, jangan terlalu dipikirkan! Biarkan Mas Seno yang menanggung. Kalau aku boleh saran lepaskan saja Mas Seno, Mbak. Semenjak tahu mengenai perlakuan buruk Mas Seno, kepada Mbak Niken aku sudah tidak respect lagi kepadanya. Aku takut kalau Mas Seno akan menyakiti Mbak lagi." "Aku sebetulnya juga sudah tidak ingin meneruskan hubungan ini dengan Mas Seno,Tya. Tapi, aku tidak tega dengan Hani. Aku tak tega jika Hani tahu Ibu dan Ayahnya sudah tidak bersama." "Tapi coba pikirkan baik-baik, Mbak! Aku juga tidak memaksa. Aku soalnya sangat kepikiran jika Mbak Niken masih bertahan dengan Mas Seno. Coba bayangkan jika Hani tahu kalau selama ini Mbak Niken diperlakukan dengan kasar. Sampai sekarang pun Mbak Niken juga tidak beri nafkah." "Iya Tya." Niken terlihat cemas ada perasaan yang berkecamuk di dalam hatinya. Sebenarnya saat dia datang di rumah Bu Rahmi dia berencana akan menggugat cerai suaminya. Tapi saat setelah melihat anaknya dia kembali mengurung

  • Ketika Istriku, Tidak Minta Jatah Bulanan   Bab 32

    "Mas Seno menghilang Dek." "Menghilang? Maksudnya bagaimana?" "Mas Seno membawa kabur upah para pekerja termasuk upahku juga dia bawa kabur." "Ya Allah kok bisa begitu Mas?" "Awalnya dia memberikan upah itu tidak utuh, katanya untuk tabungan gitu. Aku sempat curiga dan beberapa orang yang lain juga menolak. Tapi Mas Seno meyakinkan kami lagi, kalau ini peraturan dari pihak atasan jadi para pekerja diwajibkan. Itu terjadi selama empat bulan. Dan bulan kelima upah yang seharusnya kita terima belum dia berikan, katanya ada keterlambatan. Dari situlah akhirnya aku yakin kalau kecurigaan selama ini adalah benar." "Kemudian kami berembuk untuk menanyakan ke atasan untuk keterlambatan upah dan sistem tabungan yang disampaikan Mas Seno. Setelah kami bertemu dengan atasan, ternyata apa yang disampaikan Mas Seno itu hanya karangan dia saja, kita sudah ditipu. Setelah kebohongan Mas Seno terbongkar, dia pun pergi entah kemana. Kita cari-cari tidak ketemu. Kita mencoba menghubungi saja tidak

  • Ketika Istriku, Tidak Minta Jatah Bulanan   Bab 31

    "Kamu buka sendiri kalau sudah di rumah!" perintah Bu Martha."Baik Tante, Ria dan Mas Hamid pulang dulu."Kemudian mereka pulang berdua. Tak lupa mobil Ria, mereka kendarai."Mas, aku kok jadi penasaran dengan amplop coklat ini.""Sudahlah, nanti kalau sudah tiba di rumah langsung kamu buka," kata Hamid sambil tersenyum melihat perilaku istrinya itu."Tapi kita sekarang mau kemana, Mas?""Kita jalan-jalan dulu berdua, sudah lama kan, kita nggak pernah jalan berdua? Anggap saja kita lagi pacaran," kata Hamid sambil tersenyum. Tak lupa tangannya memegang tangan Ria, dengan lembut."Tapi, Mas. Aku pakai baju seperti ini. Malulah nanti kalau dilihatin orang-orang!""Tidak apa-apa, setelah ini kita mampir dulu beli baju.""Iya Mas."Mereka saling tersenyum bersama. Sudah lama sekali mereka tidak melakukan kegiatan ini berdua, semenjak kebangkrutan Hamid. Jangankan jalan-jalan, buat makan sehari-hari saja mereka harus mengirit.Setelah selesai berbelanja baju untuk Ria, Hamid pergi ke temp

  • Ketika Istriku, Tidak Minta Jatah Bulanan   Bab 30

    "Seno sudah tahu tentang masalah ini belum, Niken?""Saya belum memberitahu kepada dia, Bu. Entahlah rasanya sekarang sudah tidak penting lagi untuk memberitahukan semua kejadian ini kepada mas Seno. Mas Seno sudah tidak perhatian lagi kepada kami. Makanya saya nekad untuk bekerja karena memang Mas Seno sudah tidak peduli.""Tidak peduli, apa maksud kamu, Niken?" tanya Bu Rahmi kaget."Selama ini Mas Seno sudah tidak memberi nafkah kami, Bu. Bahkan tak jarang dia melakukan kekerasan kepadaku.""Ya Allah..." Bu Rahmi bisa memahami apa yang di rasakan mbk Niken. Dia ikut bersedih mendengar pengakuan dari Niken."Kamu itu sudah aku anggap sebagai anak aku sendiri Niken, jika aku mendengar seperti rasanya hatiku teriris-iris, tidak ikhlas.""Kalau begitu kamu tinggal di sini aja, Niken! Kamu bisa bantu-bantu masak di sini. Apalagi sekarang usahaku mulai tumbuh sangat pesat, karena Tya sekarang juga memasarkannya di media sosial.""Tapi, aku sudah banyak menyusahkan keluarga Bu Rahmi. Apal

  • Ketika Istriku, Tidak Minta Jatah Bulanan   Bab 29

    "Siapa ya? kok kayak mbak Niken. Tapi itu dia naik mobilnya siapa?" Sesosok perempuan itu akhirnya sudah sampai di depan rumah pintu Bu Rahmi dan tak lama kemudian pintu itu berbunyi dengan suara ketokan yang sangat keras dan terburu-buru. Tya bergegas membuka pintu itu. Setelah pintu itu terbuka ternyata benar dia adalah mbak Niken. "Mbak Niken?" tanya Tya. Tya menemukan Niken yang memakai pakaian minim namun bagian dadanya dia tutup menggunakan jaket. "Iya Tya ini aku Niken. Aku mau ajak Hani pulang ke kampung. Dimana dia sekarang?" tanya mbak Niken terlihat terburu-buru. "Dia sedang tidur mbk. Pulang kampung besok saja mbk, biarkan Hani tidur." "Tidak ada waktu lagi Tya. Aku sudah terburu-buru." "Tapi kenapa mbak?" Tya mencegah mbak Niken masuk ke kamar dimana Hani sedang tidur bersama ibu Rahmi. "Tolong jelaskan sebentar saja kepadaku mbk! supaya aku tidak berfikiran kotor kepada mbak Niken." Memang saat Tya melihat penampakan Niken sekarang, pikirannya sudah traveling k

  • Ketika Istriku, Tidak Minta Jatah Bulanan   Bab 28

    28"Bu, bukannya Tya membela mas Hamid. Tapi Tya yakin banget kalau mas Hamid tidak akan melakukan hal itu kepada kak Ria. Percayalah bu. Aku saja bisa yakin, kenapa ibu tidak? jadi aku mohon percayalah ini hanyalah salah paham," ujar Ria sambil memegang tangan ibunya."Memang dulu mas Hamid itu kaya bu, mau keluar duit berapa aja gampang. Tapi bagaimanapun namanya kehidupan ya pasti ada saja cobaannya. Roda kehidupan itu berputar bu, kadang di bawah kadang juga di atas. Sedangkan mas Hamid dulu di atas sekarang sedang di uji dengan posisi di bawah. Yang penting sekarang mas Hamid juga sudah berusaha untuk bekerja meski hanya sebagai kuli bangunan itu tandanya mas Hamid bertanggung jawab dengan keluarganya, bu. Coba ingat-ingat dulu perjalanan ibu untuk bisa seperti ini bagaimana, pasti ada naik turunnya kan bu? gak tiba-tiba langsung kaya, kan tidak. Semua perlu proses. Ingat tidak, ketika kita tinggal di rumah yang sangat kecil dan ibu menitipkan hasil masakan ke tok

More Chapters
Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status