Baru saja Zhalika membalikkan badan hendak kembali masuk ke dalam rumah kost-nya, sebuah motor berhenti tepat di depan pagar. Motor sport, dengan pria bertopi hitam yang menungganginya.Zhalika yang merasa tidak mengenali siapa pengendara motor tersebut, langsung melangkah menuju pintu pagar, saat sebuah suara memanggil namanya.“Mbak Zhalika…!” Zhalika menghentikan langkahnya, kemudian menoleh ke arah pria tersebut, yang langsung membuka helm dan masker yang dipakainya.
Zhalika sudah berpakaian rapih, seperti jika dia pergi untuk mengajar mengaji. Yah, Zhalika memang berbeda dengan wanita yang sebaya dengannya, memiliki banyak pakaian bagus.Bukannya tidak ingin, tetapi untuk saat kemarin-kemarin itu, dia tidak punya kemampuan untuk membeli pakaian baru. Terkadang dia suka merasa malu jika sedang mengajar di majelis taklim, pakaiannya tidak jauh dari itu-itu saja. Mungkin hanya ada tiga potong pakaian, yang Zhalika anggap pantas dan masih terlihat layak untuk digunakan saat mengajar.Sekali lagi, Zhalika kembali mematut diri di depan cermin. Terdiam sesaat, menarik napas panjang. "Bismillah ...."Sebenarnya, Zhalika saja merasa aneh sendiri, kenapa dia begitu peduli dengan penampilannya sendiri siang ini, dan ingin terlihat pantas di depan Sadewa, padahal hanya ingin membeli kitab.Sadewa terlihat sedang duduk membelakangi pintu rumah, Zhalika merasa detak jantungnya semakin tak karuan. Berhenti sesaat sebelu
Perjalanan baru memakan waktu 15 menit, dengan menggunakan earphone, Sadewa menghubungi dan berbicara dengan seseorang. --Ilham, rencana pertemuan kita malam ini tolong dibatalkan saja, diundur besok malam. Saat ini saya sedang dalam perjalanan menuju ke luar kota. Sadewa kemudian melepaskan earphone dari telinganya, kembali fokus ke depan, hanya melirik sesekali ke arah kaca spion. Sadewa melajukan kendaraannya dengan kecepatan sedang. Suasana siang hari seperti ini, jalan raya memang tidak terlalu macet. Berbeda jika di waktu pagi dan petang.
Memasuki waktu Isya, Zhalika dan Sadewa masih dalam perjalanan. Zhalika meminta Sadewa untuk mencari masjid terdekat, agar dapat melaksanakan Salat Isya tepat waktu.Disebuah Masjid besar dengan bentuk bangunan lama, Sadewa memasukkan kendaraannya ke dalam pelataran Masjid tersebut, tepat saat suara adzan mulai berkumandang.Sadewa yang memang sedari kecil di didik Daisah untuk selalu menjalankan salat, segera ke ruang wudhu, begitupun dengan Zhalika, jadi bukan karena Zhalika, Sadewa berpura-pura alim.Sadewa memang pemberani, pemimpin Geng Naga Hitam, selepas Prasetyo
"Dilanjut makannya, Zha," ajak Sadewa, kepada Zhalika yang masih sedikit gemetar karena ketakutan. Seumur-umur, tidak pernah Zhalika melihat orang berkelahi secara langsung di depan matanya."Kita pulang saja ya, Mas," pinta Zhalika."Tetapi ini makanannya masih banyak loh, mubazir, nggak boleh, kan buang-buang makanan," ujar Sadewa."Ta-tapi takutnya mereka balik lagi, Mas.""Sudah nggak apa-apa, yuk makan lagi, dari siang, kan kita belum makan."
Si Jon dengan gegas langsung menyerang, pukulannya yang kencang, hampir saja mengenai wajah Sadewa, jika sedikit saja dia telat untuk berkelit. Pukulan kedua Jon mengarah ke dada Sadewa, dan dia menepisnya, kemudian gesit menghindar.Dua kali serangannya luput mengenai sasaran, membuat Jon semakin bernafsu. Kembali dia menyerang Sadewa, dengan tangan kirinya dia menepis, dan tangan kanannya langsung menghajar keras kerongkongan si raksasa hitam itu hingga bola matanya mendelik. Napasnya tersedak, hingga membuat tubuhnya diam mematung.Sadewa sudah sangat berpengalaman dalam menghadapi lawan yang bertubuh besar seperti ini. Pukulan mengenai tubuh, atau pun wajah tidak akan berarti bagi mereka, dan Sadewa mengincar area-area yang mematikan di tubuh lawan tandingnya.Jon terjatuh berlutut, kedua tangannya memegangi lehernya yang terasa tercekik karena sulit bernapas, dan Sadewa belum memenangi pertarungan. Wajah si Jon belum mencium tanah. Sadewa hanya mendorong pu
Pagi hari, sekitar pukul 07.20 setelah menjalani aktivitas rutin setiap pagi. Selepas Salat Subuh, lalu dilanjut dengan membaca kitab suci Al-Qur'an hingga fajar menjelang. Kemudian dilanjutkan dengan mencuci beberapa potong pakaian, sarung bantal. Sekaligus juga menjemurnya di lantai atas belakang rumah, yang memang dikhususkan untuk menjemur pakaian."Tetehh Ikaaa...!!" Suara panggilan dari dalam rumah yang berasal dari salah satu penghuni kost dengan berteriak, karena dia tahu Zhalika sedang berada di atas dak rumah."Iya! Ada apaa!""Ada tamu yang nyariin, Teh!""Iya! Suruh tunggu sebentar!" jawab Zhalika, sembari merapihkan susunan jemuran, langsung bergegas turun ke lantai bawah.Kembali sebentar ke dalam kamar untuk mengambil hijabnya seraya berpikir. Siapa yang sudah datang bertamu sepagi ini. Kemudian dengan sedikit bergegas ke luar rumah untuk menemui."Mas Bisma." Tamu yang tadinya membelakangi pintu rumah, lantas menoleh dan berbal
'Terima kasih buburnya, Mas' gumam Zhalika, tersenyum manis sambil memandangi bubur ayam pemberian Sadewa. Dan bubur ayam dari Bisma, Zhalika berikan pengojek online tersebut.Zhalika memang sudah menyimpan nomor Sadewa di handphone-nya, tetapi untuk menghubungi Sadewa dan mengucapkan terima kasih, Zhalika merasa malu, jika harus menghubungi terlebih dahulu.Jam 10 pagi ini, adalah jadwal Zhalika mengajar majelis taklim di Masjid Ar-Rahmah, dan akan berakhir sebelum memasuki waktu Salat Djuhur. Jama'ah-nya hari ini terlihat banyak sekali. Meskipun setiap kali pertemuan jamaahnya selalu bertambah, tetapi kali ini jauh di luar perkiraannya. Bahkan sampai memenuhi lantai dasar masjid. Zhalika sama sekali tidak tahu, bahwa penambahan jamaahnya semakin banyak, karena tersebarnya berita dari mulut ke mulut. Jika Zhalika membantu Ceu Entin dalam membayar kekurangan uang untuk biaya memandikan dan mengkhafani jenazah orang tersebut kepada Ustazah Rosmini.Berita itu berasal dari Hajah Rosna,