Zhalika, seorang guru mengaji yang baru mengajar di sebuah masjid pinggiran kota, diberikan sebuah photo pria dari salah seorang jamaahnya, yang menginginkan ustadzah muda tersebut menjadi menantunya. Putranya yang bernama Sadewa. Seorang pria tampan tetapi acuh terhadap wanita, karena dia hanya fokus ingin membahagiakan keluarganya, terutama sang Ibu yang sudah menjanda. Pria yang baik dan patuh pada ibunya, yang tanpa sepengetahuan keluarganya ternyata Sadewa adalah pimpinan dari Geng Srigala Hitam. Masa lalunya yang keras dan kelam membawa takdirnya dalam dunia kekerasan. Apakah niat menjodohkan keduanya tersebut akan terwujud sesuai keinginan sang Ibu? Atau justru dunia yang saling bertolak belakang itu tidak dapat dipersatukan.
View MoreKETIKA KEPALA PREMAN MENIKAHI USTAZAH
PART 1Zalikha terus saja memperhatikan, gambaran wajah seorang pria dalam sebuah photo yang dikirimkan oleh salah seorang jamaah-nya setengah jam yang lalu, selepas Salat Isya tadi.Gambar photo melukiskan sosok wajah pria yang terbilang tampan untuk ukuran sosok laki-laki dewasa. Berwajah bersih, dengan alis tebal dan rahang kekar, hidungnya bangir juga sorot mata yang tajam. Berkharisma, kesimpulan yang diambil Zalikha saat pertama kali melihat photo pria tersebut via aplikasi pesan berlogo hijau."Mohon maaf Ustazah. Jika Ustazah berkenan, saya ingin melamar Ustazah untuk putra pertama saya?" Pertanyaan dari seorang Ibu anggota pengajian yang berpakaian bagus cukup membuat Zalikha terkejut."Alhamdulillah ... Ibu Daisah bisa saja." Zalikha tersenyum saat siang tadi di halaman sebuah masjid selepas memberikan tazkiah di salah satu majelis taklim wanita Masjid Ar- Rahmah tempatnya mengajar rutin seminggu sekali di setiap hari Kamis dalam dua bulan terakhir ini.Ibu Daisah, wanita paruh baya yang selalu rutin mengikuti pengajian yang di pimpinnya di salah satu tempat pinggiran Kota Jakarta. Wanita baik dengan senyum tulus, setiap menghadiri pengajian selalu dikawal oleh dua orang pria yang hanya menunggu di halaman depan masjid.Sekali lagi Zalikha melihat photo tersebut, ada desir halus di hatinya, lalu cepat-cepat dia tutup kembali. Wajahnya tiba-tiba berasa hangat, dan ini pertama kalinya Zalikha merasakan hal yang berbeda terhadap lawan jenisnya. Padahal hanya sebuah photo dalam handphone."Saya serius Ustazah, saya tidak bercanda," ujar Ibu Daisah siang tadi, terus mencecarnya. Sementara dua orang pengawalnya terus saja memperhatikan dari kejauhan. Zalikha menatap Ibu Daisah dengan lembut, senyum tak pernah lepas dari wajahnya."Putra ibu apa mau dengan saya yang yatim piatu dan miskin ini, Bu ...," jawab Zalikha pelan. Apalagi setiap kali mengaji, perempuan paruh baya tersebut selalu diantar dengan mobil yang sangat mewah, tetapi tidak pernah menunjukkan sifat sombong dan tinggi hati pada dirinya. Sejujurnya Zalikha mengagumi sosok santun dan baik budi dari Ibu Daisah."Insya Allah, putra saya tidak akan pernah menolak permintaan saya," jawab Ibu Daisah yakin. Matanya menatap Zalikha lebih tajam."Saya tidak cantik, Ibu ...," ucap Zalikha lembut."Ustazah cantik kok, luar dalam. Hati saya menilainya seperti itu.""Alhamdulillah ... terima kasih Ibu ... jangan lupa untuk lebih memuji Allah pencipta saya ya, Bu, Pencipta kita semua," jawab Zalikha mengingatkan."Insya Allah, Ustazah ... jadi Ustazah mau ya dengan putra saya? Namanya Sadewa. Saya yakin dan percaya, Nak Zalikha akan membawa putra saya menjadi sosok manusia yang jauh lebih baik nantinya," ucapnya, dan baru kali ini Ibu Daisah memanggil Zalikha dengan sebutan "Nak"."Insya Allah ... jika memang berjodoh, akan Allah permudah jalannya," jawab Zalikha."Aamiin ya Allah. Nanti saya kirim photo putra saya lewat W* ya, Nak. Alhamdulillah, ibu sudah punya nomor Nak Zalikha dari Bu Hajah Rosna."Percakapan siang tadi dengan ibu dari pria yang di photo bernama Sadewa kembali terngiang di benak Zalikha. Ibu Daisah, salah satu anggota majelis taklim di bawah asuhannya yang menurut cerita ibu-ibu yang lain sering menjadi donatur terbesar dalam acara-acara keagamaan yang diadakan di Masjid Ar-Rahmah. Baik itu acara Isra Mi'raj, ataupun Maulid Nabi.Ibu Hajah Daisah sama seperti jamaah yang lainnya, berbaur tanpa melihat status sosial, mengingat tempat Zalikha mengajar adalah sebuah perkampungan pinggir kota yang padat penduduk. Ibu Daisah memang tidak tinggal di kampung ini, tapi di sebuah perumahan elite yang tidak jauh dari kampung ini. Memilih untuk ikut mengaji di majelis taklim tempatnya mengajar, karena di lingkungan tempat tinggalnya tidak ada pengajian seperti ini, mengingat karena kompleks tempatnya tinggal lebih banyak didominasi dari non muslim. Zalikha memang tinggal sendiri di pinggiran kota besar ini. Dia kost di salah satu rumah yang tidak jauh dari Masjid tempatnya mengajar. Keberadaannya di kota ini karena ditempatkan oleh sebuah lembaga keagamaan yang menganggap kelurahan tempatnya mengajar ini membutuhkan tenaga pengajar untuk gadis dan wanita dewasa. Jadi, segala biaya untuk tempatnya tinggal dan uang untuk kebutuhan hidupnya ditanggung oleh lembaga keagamaan tersebut. Tidak besar memang, tapi bukan uang yang Zalikha cari. Ilmu yang dia dapatkan di sebuah pesantren dengan biaya dari panti asuhan tempatnya tinggal, itu yang ingin Zalikha amalkan.Sebenarnya, selain Zalikha, ada lagi seorang guru mengaji juga sepertinya, Ustazah Rosmini, seorang warga asli kampung ini, tetapi selalu saja Zalikha mendengar ada sesuatu yang terkesan kurang baik tentang perilaku beliau dalam bersosialisasi dengan warga, maupun aturan dalam pengajian yang dipimpinnya. Seperti seragam pengajian yang harus beli dengannya dan berharga mahal, ataupun besaran infak dan shadaqah yang dia tetapkan sendiri menurut maunya.Zalikha tidak mencari-cari informasi tentang beliau tersebut, hanya ucapan-ucapan selintas sempat terdengar di telinganya. Makanya ada sebagian jamaah yang berterima kasih dengan kehadirannya ikut mengajar di perkampungan pinggir kota ini, dan dari kabar yang terdengar jika saat ini semakin banyak jamaah pengajian Ustazah Rosmini yang pindah dan mengikuti pengajian Zalikha, terutama yang berpenghasilan pas-pasan, dan itu cukup membuat Zalikha tidak enak hati jika bertemu dengan Ustazah Rosmini, yang malah terkadang jadi bersikap acuh terhadapnya."Mbak Ika ...!" salah seorang kawan satu kost-nya, seorang karyawan pabrik, Rodiah, memanggilnya dari depan pintu kamar. Mengagetkan lamunannya dan cepat-cepat Zalikha membukakan."Ada apa, Yah?" tanya Zalikha, tepat saat dia ada di depan pintu kamarnya."Ada yang mencari Mbak tuh di depan rumah," jawab Rodiah, sembari mengambil potongan otak-otak di piring kecil yang ada di tangannya, memberi kode seperti menawarkan, tetapi Zalikha dengan santun menolaknya."Siapa, Yah?" "Nggak tahu, Mbak. Lihat saja sendiri, di depan teras rumah," ujar Rodiah, sembari terus mengunyah otak-otak, dan langsung kembali ke ruang depan. Zalikha segera mengambil dan memakai hijabnya, lalu segera menuju ke teras depan rumah. Kost-kostan tempat dia tinggali ini memang berbentuk satu rumah dengan empat kamar yang disewakan dan khusus wanita. Sementara pemiliknya tinggal di rumah sebelahnya.Dari ruang tamu Zalikha segera membuka pintu utama, dan terkejut dengan apa yang dilihatnya. Bertepatan saat orang yang hendak menemuinya itu menatap ke arahnya."Ma-mas Sadewa," sebut Zalikha terbata, dan pria itu jauh lebih terkejut."Mbak kok bisa tahu nama saya?" Matanya menatap tajam, dan Zalikha mulai merasa gemetar."SAYA HANYA INGIN NYAWAMU!" geram Sadewa. Api berkobar di dalam matanya yang tajam. Gamal terdiam, saat mendengar jika Sadewa menginginkan kematiannya. Sedikit pun, tidak ada rasa ketakutan yang terlihat pada wajahnya. Masih terlihat tenang. "Apa yang kamu dapat setelah berhasil membunuhku." "Dendam. Dendam saya terbayarkan. Perbuatanmu sudah merusak masa kecil saya, menghancurkan kehidupan keluarga saya. Hanya dengan membunuhmu, maka semua terbayarkan lunas." Gamal masih melihat ke arah Sadewa, lalu mengambil sebungkus rokok miliknya di atas meja. Membakarnya dan mengembuskannya secara perlahan, sambil bersandar di bangkunya. Benar-benar terlihat tenang sekali. "Jika kau berhasil membunuhku, apa akan membuat ayahmu hidup kembali?" Sadewa terpaku, matanya masih menatap Gamal dengan penuh kebencian. "Sudah siap kau hidup di penjara? Menghancurkan hidup dan masa depanmu?" Sadewa masih terdiam. Di dalam hatinya masih tersimpan bara dendam. "Tanpa kau bunuh pun, nanti aku akan mat
"Sudah Ri, ini urusan pribadi gue. Tugas lu memastikan kepada Gamal, jika gue pasti datang. Sekarang lebih baik lu pergi dulu.""Gue boleh tahu 'kan urusan pribadi antara lu dengan musuh bebuyutan kita." Sadewa menatap Fahri tajam, raut wajahnya tergambar jelas jika Sadewa tidak suka dengan keingintahuan Fahri tentang masalahnya."Baik, Wa," jawab Fahri pasrah, dia sangat tahu jika Sadewa sudah memiliki keinginan, maka tidak ada yang bisa melarang. "Nanti gue kabari, jika lu ingin bertemu Gamal malam ini juga." Fahri langsung berdiri, dan meninggalkan kamar Sadewa.Selepas Isya, Sadewa mulai meninggalkan kediamannya, sendiri, tanpa pengawalan. Lewat WA, Fahri mengabarkan jika Gamal akan menemuinya di tempat yang sudah disepakati. Sadewa ingin jika masalah antara dirinya dan ayah dari Zhalika harus segera diselesaikan. Dia sudah tidak berpikir lagi tentang keselamatannya, yang terpenting dendamnya harus terbalaskan, meski taruhannya nyawa.Hati dan pikirannya sedang bimbang, antara ci
Mungkin hampir sejam, Gojali, panggilan premannya Gamal, kepala geng Serigala Api yang terkenal kejam, terdiam berzikir dan bertafakur di dalam masjid. Dua orang anak buahnya yang menemani hanya memperhatikannya dari jarak jauh, hanya mengawasi jika ada yang mengganggu. Kesan heran terlihat pada mimik wajah mereka berdua, atas sikap bos besar yang di luar kebiasaannya.Gamal berjalan pelan keluar dari masjid, dan kedua anak buahnya segera menghampiri."Abang jadi ke rumah putri Abang lagi?" tanya seorang dari mereka. Gamal menoleh, lalu terdiam. Wajahnya terlihat tenang, mungkin sedang berpikir."Tidak usah, kita kembali saja ke rumah," ajak Gamal, sembari berjalan menuju kendaraannya. Dan mobil mereka mulai meninggalkan halaman masjid."Adul!" panggil Gamal kepada salah seorang anak buahnya yang duduk di depan."Iya, Bang.""Buat pertemuan dengan Sadewa. Bilang padanya, jika saya ingin bertemu secara pribadi, dan tidak ada urusannya dengan bisnis dan kekuasaan.""Baik Bang, akan saya
Belum begitu lama, Zhalika dan Sadewa ijin pamit dari rumah Gojali. Dua orang anak buahnya, yang terus saja memperhatikan mereka berdua dari jarak jauh mulai mendekati bos mereka, dan kemudian meminta izin untuk bicara dengan atasannya tersebut."Nanti saja, gue mau mandi dulu," jawab Gojali, langsung menuju ke kamarnya, dan kedua pengawalnya tersebut tidak berani membantah, langsung kembali ke depan teras rumah.Satu jam setelah Gojali selesai mandi dan makan, dengan menggunakan baju santai, kepala preman tersebut kemudian menemui kedua orang kedua orang anak buahnya dan langsung duduk di bangku kayu teras rumah, diikuti oleh kedua orang anak buahnya. Tidak beberapa lama, seorang pelayan datang membawakan segelas kopi hitam dan meletakkannya di atas meja, tepat di depan Gojali. Lalu pelayan tersebut segera undur diri.Gojali menyalahkan rokok miliknya, setelah sebelumnya menghirup kopi yang sudah disediakan pelayannya tadi. Sementara kedua pengawalnya hanya diam memperhatikan."Kalia
"Mas Dewa jahat! Tidak punya hati!" teriak Ratih, sembari berdiri dari sofa. Merasa kecewa dengan keputusan sepihak yang diambil Sadewa. Zhalika menangis dalam diam, terjerat rasa penasaran, mengapa Sadewa tiba-tiba berubah pikiran."Ceritakan apa yang terjadi, Mas? Ibu dan Mbak Zhalika berhak tahu, mengapa Mas Sadewa bisa memutuskan sesuatu yang membuat sakit hati Ibu, Ratih, dan Mbak Zhalika?" tanya Bisma tenang, dan ketiga perempuan lain masih menangis. Sadewa diam membeku.Zhalika yang sedari awal diam saja, mulai mencoba bicara."Saya akan mengikuti apapun keputusan Mas Dewa, jika memang ini yang terbaik menurut, Mas. Tetapi saya berhak tahu salah saya, sehingga Mas Dewa membatalkan rencana pernikahan kita?" tanya Zhalika pelan, tersenyum tipis sambil mengusap pipinya yang basah dengan air mata. Dan Sadewa masih terdiam."Jika kamu masih menganggap aku adalah ibumu, katakan apa yang sudah terjadi Sadewa!" teriak Daisah, berdiri dari tempat duduknya. Terlihat emosi ibu Hajah terse
"Sekarang kita makan bersama dulu," ajak Gamal, kepada Zhalika dan Sadewa, tetapi Sadewa berucap cepat, walaupun suaranya bergetar."Tidak usah Pak, terima kasih, sebelum kemari kami makan dulu tadi. Dan lagi pula, masih ada keperluan yang harus kami selesaikan," jawab Sadewa. Zhalika diam saja, tidak memprotes keputusan calon suaminya itu. Sementara Gamal menatap wajah Sadewa lekat."Apakah kita pernah bertemu sebelumnya?" tanya Gamal, seperti mengingat-ingat. Sadewa diam saja, tidak menjawab. Kembali mengepal tangannya keras, sampai bergetar, karena menahan amarahnya agar jangan sampai meluap."Mungkin Bapak salah orang," jawab Sadewa, sembari mengangguk kepada Zhalika, untuk segera pergi meninggalkan rumah ini, dan Zhalika mengerti maksud dari Sadewa. Lalu mereka pun segera berdiri dari tempat duduknya, diikuti oleh Gamal dan Claudia."Saya pamit pulang dahulu, Pak. Mungkin dalam waktu tiga minggu ke depan, acara pernikahan kami akan dilaksanakan," ujar Zhalika, lalu berdiri, dan m
Selamat datang di dunia fiksi kami - Goodnovel. Jika Anda menyukai novel ini untuk menjelajahi dunia, menjadi penulis novel asli online untuk menambah penghasilan, bergabung dengan kami. Anda dapat membaca atau membuat berbagai jenis buku, seperti novel roman, bacaan epik, novel manusia serigala, novel fantasi, novel sejarah dan sebagainya yang berkualitas tinggi. Jika Anda seorang penulis, maka akan memperoleh banyak inspirasi untuk membuat karya yang lebih baik. Terlebih lagi, karya Anda menjadi lebih menarik dan disukai pembaca.
Comments